BATU (SurabayaPost.id) – Wali Kota Batu, Dra Dewanti Rumpoko MSi mengaku penasaran dengan Kebun Penelitian Furusato Indonesia (KPFI). Untuk itu dia mengunjungi kebun pertanian organik yang ada di Desa Bumiaji, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jumat (6/11/2020).
Kawasan KPFI itu merupakan kebun yang menghasilkan produksi pertanian organik. Di antaranya buah melon dan tomat organik.
Buah-buah organik itu diakui Dewanti Rumpoko pernah dicicipinya. Makanya, Wali Kota perempuan yang pertama di Malang Raya yang sapaan akrabnya Bude ini, mengaku penasaran.
“Alhamdulilah kemarin setelah saya dikirimi Furosato buah melon dan tomat rasanya enak. Saya penasaran bagaimana sikon pertanian di Furosato Indonesia,” ujar Dewanti saat melakukan kunjungan di kebun percobaan yang dikelola oleh yayasan dari Jepang,” ungkapnya.
Selain itu, ungkap Bude, sebelumnya mendapat informasi banyak tentang pertanian dari hulu hingga hilir yang dilakukan di kebun Furosato. Terutama, menurut dia, terkait pertanian buah yang ada di Jepang dan mencoba ditanam di Kota Batu seperti melon, tomat dan buah strawberry.
“Meski ini masih dalam percobaan dan alhamdulillah ada 30 persen titik terang untuk keberhasilan. Mudah-mudahan bisa 100 persen, sehingga kedepan pertanian organik di Furosato bisa diterapkan oleh petani yang ada di Kota Batu,” harapnya.
Dan itu, harap dia, hasil pertanian di Furosato tengah memiliki keunggulan. Yakni memiliki kualitas dan harga bagus. Bude meyakini petani akan lebih sejahtera.
Menurut Bude, di sektor pertanian di masa pandemi adalah sektor yang masih bagus dan positif.Alasannya, karena hasil pertanian tidak terganggu sirkulasinya. Apalagi, menurut dia, dalam keadaan apapun masyarakat sangat membutuhkan produk pangan, utamanya hasil pertanian.
“Karena itu arek Batu atau generasi milenial harus jadi petani yang hebat dan menjadikan sektor pertanian di Kota Batu akan sukses,” harapnya.
Dia berharap pertanian organik di Kota Batu bisa terus bertambah. Terhitung sejak tahun 2011 yang awalnya nol, pada saat ini ada pertumbuhan hingga menjadi 22 titik.
Meski begitu, menurut Bude untuk menentukan sebuah pertanian bisa disebut organik, tidak sembarang. Alasan dia, harus ada penilaian dan juga sertifiksi LeSOS selaku Otoritas Kompeten Pangan Organik (OKPO) dari Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian di bawah naungan Menteri Pertanian Republik Indonesia.
“Dispertan Kota Batu harus berusaha dan dibantu Furosato untuk mensosialisasikan pertanian organik yang mempunyai dampak bagus secara ekologi tidak merusak lingkungan, sehat, dan nilai jual tinggi,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Kota Batu, Sugeng Pramono membeberkan bahwa pada tahun 2020 ada sejumlah 22 titik lahan pertanian organik di Kota Batu. Dengan begitu, ia sebutkan, bahwa pertanian organik menjadi salah satu dari empat program prioritas selain revitalisasi lahan apel,dan modernisasi alat-alat pertanian,serta peningkatan SDM bagi petani.
“Dari sejumlah 22 titik lahan yang tersebar itu, di Sumber brantas ,dan di Tulungrejo, Gunungsari, Sumberejo, Pesanggrahan, Temas, Tlekung, Junrejo, Dadaprejo, Sumbergondo, Bulukerto, Giripurno, Pandanrejo, Sisir, Torongrejo, Beji, Mojorejo, Pendem, dan Oro- Oro Ombo serta Sidomulyo,” bebernya.
Selanjutnya, beber dia, pada tahun ini, dari total lahan ada sejumlah tiga Gapoktan penerima manfaat yang telah tersertifikasi pertanian organik. Diantaranya dari Gapoktan Rukun Makmur Kecamatan Junrejo, Gapoktan Sri Anom Mulyo Kecamatan Batu, serta lahan pertanian jambu dan kopi di Kecamatan Bumiaji.
“Untuk sertifikasi pertanian dan pendampingan pertanian organik ini Dinas Pertanian menganggarkan sekitar Rp 350 juta.Itu,untuk komoditas pertanian organik ada sekitar 84 macam. Mulai dari padi, sawi putih, wortel, kopi, kale, bayam hijau, bawang merah, jeruk keprok, jambu merah dan jambu kristal serta beberapa lainnya. Komoditas tersebut tersebar di lahan seluas 163,35 ha,” jelasnya.
Selanjutnya, jelas dia, jumlah tersebut, naik setiap tahunnya. Itu, tercatat sejak tahun 2017 luasnya 134,4 hektar, pada 2018 luasnya 156,35 hektar. Kemudian pada tahun 2019 luasnya meningkat lagi menjadi 163,35 hektar.
Diwaktu yang sama, penanggung jawab KPFI, Irwan Ardianto menyampaikan bahwa penelitian yang dilakukan adalah meneliti tanaman yang ada di jepang untuk ditanam di Kota Batu. Dia mengaku tengah mencoba menanam tanaman yang tumbuh di Kota Tahara, Jepang seperti,buah melon jenis sakata glamour, tomat cherry, dan strawberry.
“Jika nanti hasilnya bagus, kedepannya pasar dari produk pertanian organik ini akan menyasar orang-orang Jepang yang ada di Indonesia. Karena itu perlu standarisasi tinggi seperti rasa dan kualitas yang nanti akan diuji terlebih dahulu di lab,” ungkapnya.
Dengan begitu, ungkap dia, panen yang dilakukan ini merupakan tahun ke tiga. Sebelumnya terjadi kegagalan sebanyak enam kali. Hal itu akibat beberapa faktor seperti cuaca.
“Contohnya untuk buah melon biasanya ditanam di dataran rendah. Kemudian di coba di dataran tinggi seperti Kota Batu. Bahkan penelitian yang dilakukannya dianggap warga tidak biasa. Namun setelah dicoba berulang kali hasilnya memiliki rasa manis yang cukup dan daging yang lebih tebal,” jelasnya.
Sedangkan untuk kebun percobaan, jelas dia, yang digunakan seluas 7800 meter persegi. Meski begitu, ia mengaku hanya digunakan 1/4 saja.
“Itu untuk percobaan dengan penanaman di green house dan lahan terbuka. Ketika berjalan sesuai keinginan baru diperluas,” pungkasnya. (Gus/Adv)
Leave a Reply