Fakultas Hukum UMM Bahas Pentingnya Sinkronisasi RUU Kejaksaan dan KUHAP

Fakultas Hukum UMM Bahas Pentingnya Sinkronisasi RUU Kejaksaan dan KUHAP, Kamis 30 Januari 2025. (ist)
Fakultas Hukum UMM Bahas Pentingnya Sinkronisasi RUU Kejaksaan dan KUHAP, Kamis 30 Januari 2025. (ist)

MALANGKOTA (SurabayaPost.id) – Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (FH UMM) menggelar Seminar Nasional bertema “Sinkronisasi dan Harmonisasi RUU Kejaksaan dan RUU KUHAP” Kamis (30/1/2025).

Seminar ini bertujuan untuk memperdalam pembahasan terkait polemik hukum, terutama Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat RI pada Desember 2024 lalu.

Dekan Fakultas Hukum UMM, Prof. Dr. Tongat, S.H., M.Hum., menekankan pentingnya RUU KUHAP sebagai acuan utama dalam sistem penegakan hukum di Indonesia.

Menurutnya, idealnya RUU KUHAP diselesaikan terlebih dahulu sebelum membahas undang-undang sektoral lainnya, seperti RUU Kejaksaan.

“Namun, kenyataannya, kita sudah membahas dan mengesahkan RUU Kejaksaan, sementara RUU KUHAP masih belum jelas kapan akan selesai. Hal ini berpotensi menimbulkan ketidakharmonisan dalam sistem hukum kita,” ujar Prof. Tongat.

Dalam kesempatan yang sama, Prof. Dr. Deni SB Yuherawan, S.H., M.S., dosen Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura, memaparkan berbagai aspek yang menjadi perhatian dalam RUU Kejaksaan.

Ia mengungkapkan bahwa banyak pihak menilai kejaksaan telah melakukan overlapping terhadap kewenangan penyelidikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (1) huruf d UU Kejaksaan.

“Pasal 30 ayat (2) dan (3) UU Kejaksaan memberikan kewenangan atribusi kepada kejaksaan dalam bidang perdata, tata usaha negara, serta ketertiban dan ketenteraman umum. Namun, tidak ada kewenangan atributif bagi kejaksaan untuk melakukan penyidikan,” jelas Prof. Deni.

Ia juga menyoroti Pasal 26 dan 27 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), yang secara tegas menyatakan bahwa penyidikan dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, yakni KUHAP.

“Berdasarkan KUHAP sebagai lex generalis, penyidikan dilakukan oleh kepolisian, sedangkan kejaksaan bertugas sebagai penuntut dan pelaksana putusan pengadilan. Tidak ada perintah eksplisit dalam UU Tipikor yang memberikan kewenangan kepada jaksa untuk menyidik tindak pidana korupsi,” paparnya.