MALANG (SurabayaPost.id) – Kasus kejahatan yang dilakukan anak, marak terjadi belakangan ini. Hal ini disebabkan karena faktor usia dan mentalitas sang anak yang belum stabil sehingga dapat berbagai hal ketika tersulut emosinya. Ini menjadi salah satu perhatian di mata hukum, untuk menentukan apakah anak seharusnya diberi hukuman penjara atau hanya rehabilitasi.
Tema inilah yang menjadi mosi utama pada lomba debat yang diikuti tim mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Mereka berhasil meraih juara tiga di ajang yang diadakan oleh Lembaga Debat dan Riset Hukum UIN Alauddin Makasar, 3 Juni 2024 lalu.
“Syukur alhamdulillah karena ini merupakan perlombaan pertama kami namun sudah meraih juara,” ucap Yessica Fitri selaku ketua tim.
Pada babak final, ia dan tim membahas mengenai kesetaraan anak di mata hukum. Menurutnya, asas equality before the law pada pidana anak tidak dapat diterapkan secara langsung. Hal ini dikarenakan jika menganut asas tersebut, maka dapat terjadi diskriminasi terselubung pada kasus pidana anak.
Lebih lanjut, merujuk pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem Peradilan Anak (SPPA), penyelesaian kasus tindak pidana anak perlu dilakukan melalui keadilan restoratif. Di mana, keadilan restoratif adalah penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil.
Kasus dapat melalui konsep diversi dengan pengalihan sistem penyelesaian pada musyawarah dan mediasi. Ini bertujuan agar proses keadilan restoratif dapat terjamin. Konsep diversi ini dapat diterapkan dengan syarat bahwa tindak pidana yang dilakukan anak merupakan pelanggaran tindak pidana ringan, tindak pidana tanpa korban, maupun pidana yang tidak menyebabkan kerugian yang nilainya tidak melebihi upah minimum provinsi setempat.
“Menurut tim kami, proses tindak pidana secara formal itu bagus. Namun perlu dipertanyakan lagi apakah akan mempengaruhi kesehatan psikis dan mentalitas korban atau pelaku. Konsep pidana secara umum baru dapat diterapkan bagi anak yang sudah beranjak lebih dari 18 tahun,” tambahnya.
Di balik itu, Selama perlombaan dilaksanakan, banyak lika-liku yang mereka hadapi. Misalnya kesibukan kuliah, kegiatan organisasi, atau hal lainnya. Tak jarang, dirinya dan tim berselisih pendapat dan membuat pertengkaran di forum diskusi. Namun menurutnya, melalui selisih pendapat ini, Yessica dapat mengetahui jalan pikiran dan pandangan dari setiap anggota timnya. Tak lupa, dirinya dan tim juga melakukan riset untuk mempersiapkan perlombaan.
Kemenangan ini juga tak lepas dari dukungan orang tua serta UMM selama pelaksanaan lomba. Yessica dan tim mengaku bahwa dukungan orang tua menjadi hal utama yang membangun semangatnya untuk mengikuti perlombaan. Pun, adanya Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) debat di UMM membuatnya makin bersemangat untuk mengembangka potensi yang dimilikinya.
Terakhir, ia berpesan kepada mahasiswa UMM untuk produktif di usia muda. Jangan sampai anak muda tidak membawa dampak positif bagi masyarakat. “Justru pada usia muda ini, kita wajib hukumnya produktif dan banyak berimajinasi. Tumpahkanlah imajinasi pada hal positif kemudian eksekusi ide tersebut untuk membawa kemanfaatan bagi masyarakat,” ucapnya mengakhiri. (*)