MALANGKOTA (SurabayaPost.id) – Kepailitan PT Graha Mapan Lestari (GML) selaku pengembang atas Malang City Point (MCP) masih meninggalkan polemik. Polemik tersebut terkait sisa aset yang saat ini tengah dilelang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) yang dinilai tak sesuai.
Alih-alih diharapkan bisa menuntaskan masalah, ternyata lelang yang sedang berlangsung kesekian kalinya ini malah menimbulkan masalah baru. Pasalnya, aset yang dilelang tersebut dipatok dengan nilai yang jauh di bawah harga pasaran. Bahkan di bawah likuidasi yakni Rp 228 Miliar.
Kondisi tersebut dinilai sangat merugikan beberapa pihak. Salah satunya Bank Tabungan Negara (BTN) sebagai kreditur Spratis atas aset milik PT GML (Debitur Pailit).
Kemudian juga dalam proses kepailitan ada Kreditur yang memiliki tagihan seperti PT Nusa Capital Indonesia (NCI) yang memiliki tagihan kurang lebih sebesar 10 Miliar tidak diakomodir oleh tim kurator.
“Klien kami yakni PT NCI salah satu yang dirugikan karena kewajibannya tidak terbayar karena nilai lelangnya yang kemungkinan jauh di bawah nilai likuidasi penilian akuntan publik,” ujar kuasa hukum PT NCI, Ahmad Imam Santoso saat menggelar konferensi pers, Senin (27/11/2023) malam.
Selain hal itu, kata dia, juga berpotensi menimbulkan kerugian negara. ” Dikarenakan tagihan PT BTN mencapai angka kurang lebih 150 Miliar, tentu nilai lelang kurang lebih 86 miliar tidak akan dapat menutup satu tagihan Kreditur separatis yakni PT. Bank Tabungan Negara.,” tuturnya.
Dalam perkara tersebut, Imam menilai ada sejumlah kejanggalan yang diduga dilakukan oleh PT GML dan Tim Kurator. Pertama tidak pernah diberikanya informasi terkait laporan keuangan, aset serta administratif PT GML yang di ketahui bersama PT NCI sebagai pemegang saham di PT GML.
Kedua sebagai pemegang saham PT NCI seharusnya memiliki hak untuk melakukan penagihan ke PT GML. Namun ternyata hal itu justru ditolak oleh PT GML dan Tim Kurator.
Ketiga, aset yang dimiliki PT GML pernah dinilai oleh kantor jasa penilai publik. Dimana saat itu tepatnya tahun 2021 nilai dari aset yang tersisa kurang lebih mencapai Rp 326 Miliar. Namun nyatanya, pada pengumuman lelang yang baru dibuka pada November 2023 ini, nilai aset yang tersisa hanya tak lebih dari Rp 86 Miliar.
“Padahal asetnya ada kondotel, apartment, hotel dan Mall. Mall nya ya Malang City Point itu. Namun dari proses kepailitan, tidak pernah menyentuh angka yg disepakati,” imbuh Imam.
Dari situlah pihaknya menilai ada kecacatan pada proses penentuan nilai aset. Selain itu, pihak PT GML secara tertutup juga tidak pernah melakukan laporan rutin kepada PT NCI sejak tahun 2021. Tepatnya sejak perusahan tersebut sah dinyatakan pailit.
“Segala informasi klien kami tidak diberikan informasi, oleh PT GML atau tim kurator paska pailit. (Tiba-tiba) nilai Rp 86 Miliar terakhir muncul pada lelang di November. Padahal nilai dari apraisal sebesar Rp 326 Miliar,” tutur Imam.
Dalam polemik tersebut, Imam meyakini bahwa apraisal yang mendapat amanah untuk menaksir harga aset tersebut juga tidak sembarangan. Artinya, dalam proses penaksiran nilai, tentu telah melakukan berbagai perhitungan dan pertimbangan.
“Tentu agar tagihan para kreditur bisa tertutup. Dan tidak menimbulkan kerugian negara,” tegasnya.
Untuk itu, dalam hal ini pihaknya mengajukan gugatan lain-lain melalui Pengadilan Niaga Surabaya. Dengan tergugat yakni PT GML, kurator yang saat ini berwenang atas operasional PT GML dan juga KPKNL.
“Tuntutannya agar lelang tersebut bisa dibatalkan dan ditutup serta harga penawaran miniminal berdasarkan penilaian angka likuidasi dari akuntan publik. Yang digugat tim kurator, KPKNL dan PT GML,” harap advokat dari kantor Law Firm Supriyadi & Partners, yang beralamat Jl. RC Veteran Raya No 1-I, Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan tersebut. (Lil)