BATU (SurabayaPost.id) – Kepedulian Komunitas Tandur Banyu (KTB) terhadap lingkungan patut diapresiasi. Buktinya, mereka bergerak menanam aneka bibit tanaman di sempadan Sungai Sabrangan, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Minggu (7/3/2021).
Mereka ingin ketersediaan air, dan kualitas tanah, udara serta beragam flora dan fauna terawat dengan baik. Sehingga masyarakat tak terganggu.
Untuk itu, kata Dedi, pemuda Junrejo harus ada gerakan riil. Sebab masyarakat Kota Batu memiliki semangat merawat kelestarian lingkungan hidup.
“Khususnya pemuda, hari ini bergerak sebagai solusi konkrit untuk menyelamatkan Sumber Kembang yang terletak di sempadan Sungai Sabrangan hilir TPA Tlekung. Masyarakat yang hadir menanam vetiver di sempadan sungai segmen Jembatan Gangsiran hingga Sumber Kembang,” kata Dedi.
Reboisasi tersebut, menurut dia, selain untuk menahan longsoran, vetiver juga diharapkan untuk mereduksi polutan sungai. Beragam bibit pohon yang ditanam.
Di antaranya, kata dia, “Murbei untuk makanan burung yang berhabitat di sempadan sungai.Juga, alpokat agar tanaman yang ada di sempadan sungai juga dapat produktif,”paparnya.
Selain itu, papar dia, kedepan konsep eko-hidraulik, akan diterapkan. Hal itu untuk melindungi sempadan sungai dari beragam ancaman.
“Baik bencana maupun pencemaran, dan membuat sempadan sungai lebih produktif. Fungsi sempadan sungai di hulu sebagai penahan sementara aliran banjir atau retensi banjir, juga perlu dikembalikan,” tegasnya.
Terkait itu semua, tegas dia, memang publik merasa belum ada jawaban yang konkret dari DLH Kota Batu yang membidangi pengelolaan TPA Tlekung.
Itu, kata dia, sejak masalah pencemaran sungai akibat lindi sampah itu mengemuka tidak ada jawaban yang memuaskan dari pemerintah terkait mengenai solusi atas masalah ini.
“Makanya kami langsung menjawabnya dengan solusi, sebisa apa yang kami lakukan. DLH Kota Batu dalam siaran-siaran persnya cenderung menggiring permasalahan ini pada opini-opini dangkal,” sindirnya.
Seperti halnya, kata dia, air lindi yang notabene mencemari lingkungan, ia berdalih karena plengsengannya ambrol. Bahkan hari ini pun, kata dia, masih melibatkan akademisi untuk mencarikan solusi.
“Padahal ini adalah masalah yang sudah lama. Kami belum melihat cetak biru, pengelolaan TPA Tlekung yang maju,” terangnya.
Celakanya lagi, kata dia, jawaban dari pemerintah yang dikemukakan pada publik, masih berkutat pada rencana perluasan areal TPA. Apalagi, lanjut dia, kewajiban agar masyarakat memilah sampah dari rumah juga belum jelas tahapan sosialisasinya.
“Pilah Sampah Dari Rumah masih sebatas slogan yang tertempel di truk sampah. Namun pilah sampah agar berjalan, setelah terpilah masuk truk terpisah, masuk TPA tertangani sesuai klasifikasinya, hingga pemrosesan akhir sampah benar-benar terwujud, hingga hari ini belum dapat dijawab oleh DLH Kota Batu,” ngakunya.
Dengan begitu, pada akhirnya masyarakat menilai dan merasakan bahwa Pemerintah Kota Batu dituding tidak piawai dalam mengelola sampah. Tragisnya lagi, kata dia, dari dialog antar warga yang merasakan pencemaran akibat kecerobohan pengelolaan TPA Tlekung, menurutnya muncul masalah lain.
“Bau tidak sedap radiusnya juga semakin melebar, tanah pertanian di hilir TPA Tlekung juga beberapa kali tidak panen. Saat ditanami padi, bulirnya kopong,” serunya.
Karena itu dia mendesak agar Pemkot Batu serius dalam menangani masalah lindi limbah sampah di TPA. Sehingga, masalah lingkungan itu tidak sampai meresahkan warga. (Gus)
Leave a Reply