SURABAYA (surabayapost.id) – Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) akhirnya membantah tudingan yang menyebut pihaknya telah melakukan eksplotasi terhadap siswanya. Selain itu, semua pihak diminta untuk menghargai asas praduga tidak bersalah atas kasus ini.
“Semua penyataan di media terkait adanya dugaan tindak pidana kekerasan seksual, fisik, dan eksploitasi ekonomi di sekolah Selamat Pagi Indonesia adalah tidak benar,” ujar Recky Bernadus Surupandy, kuasa hukum SPI saat pada jumpa pers, Kamis (10/6/2021).
Selain Recky, jumpa pers ini juga turut dihadiri oleh Risna Amalia, Kepala Sekolah SPI dan Seto Mulyadi atau Kak Seto, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia. Di hadapan wartawan, ketiganya secara bergantian menjelaskan detail bantahan atas kasus dituduhkan kepada JE, pemilik SPI.
Recky menilai bahwa laporan atas kasus eksploitasi anak tersebut belum terbukti. Pasalnya, laporan tersebut harus dilengkapi dengan alat bukti yang sah sesuai pasal 184 ayat 1 KUHP. “Kami akan terus mengikuti seluruh proses hukum yang sesuai dengan perundang-undangan,” tegasnya.
Ia menambahkan, sekolah SPI yang telah memiliki reputasi baik di masyarakat berada dalam pengawasan Dinas Pendidikan Pemprov Jatim. Artinya, lanjut Recky, jika ada pelanggaran hukum pastinya akan menjadi temuan dan ditindaklanjuti oleh Dinas Pendidikan.
Senada dengan Recky, Risna Amalia juga menyebut bahwa sekolah SPI merupakan tempat belajar yang baik, aman, nyaman, dan berkualitas bagi para siswa. “Hal ini terbukti dari kepercayaan Pemerintah Kamboja yang telah mengirimkan 9 warganya untuk menjadi siswa di sekolah SPI,” ungkap perempuan berjilban ini.
Sementara itu, Kak Seto meminta agar semua pihak menyerahkan kasus ini kepada kepolisian sebagai pihak yang berwenang untuk mengumumkan apa yang sebenarnya terjadi di sekolah SPI. “Hargai asas praduga tak bersalah. Tidak perlu ada upaya-upaya tekanan karena itu melanggar hak anak yang ingin belajar dengan tenang,” paparnya.
Menurut Kak Seto, sekolah SPI juga memiliki peran penting dalam membantu anak-anak dari keluarga tidak mampu untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Ia juga berharap agar siswa-siswi di sekolah SPI tetap memiliki semangat belajar. “Jangan sampai anak-anak terganggu proses belajarnya. Juga jangan sampai (siswa-siswi) jadi tertekan karena berbagi pemberitaan yang menurut saya belum saatnya untuk terlalu dipublikasikan secara luas,” pungkasnya. (ah)
Leave a Reply