
MALANGKOTA (SurabayaPost.id) – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Kota Malang kembali menegaskan sikap tegasnya terhadap Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Dalam pernyataan resmi yang dirilis, Fraksi PKB menolak keras adanya kebijakan kenaikan pajak yang dinilai membebani masyarakat.
Ketua Fraksi PKB Saniman Wafi menyoroti dua poin utama, yaitu pengenaan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) Makanan dan Minuman menjadi Rp15 juta. Artinya usaha beromzet di bawah Rp15 juta akan terbebas dari pajak. Serta kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) P2 menjadi single tarif 0,2 persen.
“Sejak awal kami konsisten menolak kenaikan ini. Idealnya PBJT Makanan dan Minuman berada pada kisaran (omzet) Rp25–30 juta. Sedangkan PBB single tarif 0,2 persen naik hampir 400 persen dari tarif sebelumnya, jelas membebani warga,” tegas Saniman, Jumat (22/8/2025).
Fraksi PKB juga menegaskan akan terus mengawal proses ini hingga revisi perda maupun perwal benar-benar diterapkan.
“Kami berdiri untuk memastikan kebijakan pajak tidak mencekik rakyat. Ini bukan sekadar politik, tapi soal keberpihakan pada masyarakat,” ujar Saniman.
Oleh sebab itu, pihaknya mendesak Pemerintah Kota Malang untuk segera melakukan revisi Perda atau setidaknya menerbitkan Peraturan Wali Kota (Perwal) yang menjamin tidak adanya kenaikan pajak yang terlalu memberatkan rakyat.
“Pemkot Malang harus mempertimbangkan opsi kebijakan stimulus dan koefisien yang lebih berpihak pada masyarakat, bukan sekadar menaikkan tarif pajak,” tegasnya.
Selain menolak kenaikan tarif, Fraksi PKB juga menyoroti strategi Pemkot dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Fraksi menekankan agar pemerintah lebih kreatif menggali potensi pendapatan lain tanpa mengandalkan kenaikan prosentase pajak semata.
“Kami mendesak Pemkot untuk menutup celah kebocoran pada sektor pajak dan retribusi. Jika kebocoran bisa diminimalisir, tentu kontribusinya pada PAD akan lebih signifikan dibandingkan hanya menaikkan tarif pajak yang membebani rakyat,” tandasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi PKB Muhammad Anas Muttaqin menambahkan, meski perda tersebut mengacu pada ketentuan batas atas 0,5 persen sesuai aturan Kemendagri, penerapannya di daerah seharusnya mempertimbangkan kemampuan masyarakat.
“Kami tidak ingin kebijakan pajak ini memicu gejolak seperti yang terjadi di daerah lain,” ujarnya.
Disisi lain, anggota Fraksi PKB Fathol Arifin mengingatkan agar pemerintah lebih kreatif dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Menurutnya, pemerintah sebaiknya mencari sumber pendapatan alternatif dan menutup kebocoran pajak, bukan hanya mengandalkan kenaikan tarif. (lil).