
Gresik (SurabayaPost.id)– Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Gresik resmi dilaporkan Haji Zainal Abidin (48), warga Kecamatan Sidayu, ke Komisi Kejaksaan (Komjak) dan Komisi Yudisial (KY). Laporan ini buntut dari kekecewaan Zainal atas vonis ringan dalam kasus pemalsuan dokumen tanah bernilai miliaran rupiah yang merugikan dirinya.
Kasus pertama dialami Zainal pada September 2022. Saat itu, dua bidang tanahnya di Desa Kebonagung, Kecamatan Ujungpangkah—masing-masing seluas 36.840 m² dan 25.020 m²—telah dijual tanpa izin. Tanah tersebut dialihkan kepada PT Steel Pipe Industry of Indonesia (Spindo) oleh Dr. H. Achmad Wahyudin dan kawan-kawan dengan nilai transaksi mencapai Rp9,279 miliar.
Meski perbuatan itu jelas masuk ranah pemalsuan dokumen, dengan ancaman pidana hingga tujuh tahun penjara sesuai Pasal 263 dan 266 KUHP, tuntutan jaksa justru sangat ringan, hanya tiga bulan penjara. Ironisnya, majelis hakim PN Gresik malah menjatuhkan vonis lebih ringan lagi: satu bulan penjara. Vonis itu tidak diajukan banding oleh JPU.
“Ini jelas melukai rasa keadilan. Bagaimana mungkin pemalsuan tanah senilai hampir Rp10 miliar hanya dihukum sebulan? Saya merasa dipermainkan hukum,” ujar Zainal.
Belum selesai urusan itu, Zainal kembali dihadapkan pada perkara serupa. Kali ini, objek tanah berada di Desa Golokan, Kecamatan Sidayu. Nama-nama terdakwa pun masih sama: Dr. H. Achmad Wahyudin, bersama pasangan Ainul Khuri dan Yeni Yuspita Sari, warga Menganti, Gresik.
Kasus kedua ini masih berjalan di PN Gresik. Agar tidak kembali dikhianati oleh sistem peradilan, Zainal mengirimkan laporan resmi kepada Komjak dan KY. Ia berharap kedua lembaga pengawas itu turun tangan mengawasi jalannya sidang dari awal hingga akhir.
Menurut Zainal, persoalan ini bukan semata lamanya hukuman, melainkan keadilan yang selama ini terkesan diabaikan. Ia merasa perjuangannya mempertahankan hak sebagai pemilik sah tanah akan sia-sia jika kembali mendapat vonis ringan.
“Saya hanya ingin keadilan yang sebenar-benarnya. Jangan sampai kejadian lalu terulang kembali,” tegasnya.
Dengan laporan ke Komjak dan KY, Zainal menaruh harapan besar agar persidangan kali ini berjalan transparan, adil, dan akuntabel—bukan lagi mencederai hati korban