MALANGKOTA (SurabayaPost.id) – Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) telah membawa tantangan serius dalam sistem hukum pidana di Indonesia. Regulasi yang khusus mengatur tanggung jawab pidana atas tindakan AI masih belum komprehensif, sehingga menimbulkan kesulitan dalam menentukan pertanggungjawaban hukum.
Advokat Dr. Yayan Riyanto, SH, MH, menyatakan bahwa hukum pidana di Indonesia hanya mengenal manusia dan badan hukum sebagai subjek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Namun, AI sebagai entitas non-manusia tidak memiliki kesadaran, niat jahat, maupun kelalaian seperti disyaratkan dalam konsep mens rea.
“AI mengambil keputusan berbasis data dan algoritma, bahkan secara otonom melalui machine learning. Namun secara hukum, AI tidak bisa diposisikan sebagai pelaku tindak pidana,” kata advokat Dr. Yayan Riyanto, SH, MH saat menjadi salah satu pemateri dalam kuliah tamu Prodi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Wisnuwardhana (Unidha) Malang, Sabtu (13/12/2025).

Advokat senior asli arek Malang ini, menambahkan bahwa asas legalitas dalam hukum pidana juga menjadi hambatan. Tanpa aturan yang jelas dan spesifik, aparat penegak hukum akan kesulitan menentukan dasar hukum ketika terjadi kejahatan yang melibatkan AI.
“UU ITE juga telah mengatur kejahatan siber, namun substansinya masih bersifat umum dan belum menjangkau kompleksitas teknologi AI yang terus berkembang,” jelasnya.
Dalam konteks pertanggungjawaban pidana, Yayan menyatakan bahwa beban hukum tetap berada pada manusia atau badan hukum yang terlibat. Pengembang algoritma, pengguna atau operator sistem AI, hingga penyedia atau produsen teknologi dapat dimintai pertanggungjawaban apabila terbukti lalai atau sengaja menciptakan sistem yang berpotensi menimbulkan kejahatan.
“Kejahatan siber merupakan tanggung jawab kolektif. Tidak hanya pelaku kejahatan siber, tetapi juga penyelenggara sistem elektronik, lembaga keuangan, serta pemerintah memiliki peran penting dalam menjaga keamanan data dan sistem digital,” kata advokat yang berkantor di Gedung Jaya lt 7 Jl MH Thamrin No.12 Kebon Sirih Menteng Jakarta Pusat dan Jl Bigjen Slamet Riadi No 87 Oro oro dowo Kota Malang, Jawa Timur tersebut.
Yayan juga menekankan bahwa pemerintah harus segera membentuk regulasi yang jelas dan komprehensif untuk mengatur penggunaan AI di Indonesia. Hal ini untuk memastikan bahwa teknologi AI dapat digunakan secara aman dan bertanggung jawab, serta untuk melindungi hak-hak masyarakat.

Dalam kuliah tamu yang dihadiri ratusan mahasiswa magister fakultas hukum Unidha ini, advokat Yayan Riyanto memaparkan bila hukum pidana di Indonesia, pada dasarnya hanya mengenal manusia dan badan hukum sebagai subjek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
Sementara itu, Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Unidha Malang, Sigit Budi Santoso, S.H., M.H, menyatakan bahwa perkembangan teknologi AI telah membawa dampak signifikan di berbagai aspek kehidupan, termasuk bidang hukum.
“Kegiatan ini sangat penting untuk memperluas cakrawala pengetahuan dan pemahaman mahasiswa terhadap perkembangan teknologi AI dan dampak hukum yang dapat ditimbulkan,” kata Sigit.
Sigit juga berharap bahwa kuliah tamu ini dapat meningkatkan kesadaran mahasiswa tentang pentingnya memahami teknologi AI dan dampak hukumnya, sehingga mereka dapat menjadi profesional yang adaptif dan berdaya saing tinggi.
Kuliah tamu ini dihadiri oleh mahasiswa dan dosen dari berbagai fakultas di Unidha Malang, serta para praktisi hukum dan teknologi informasi. Acara ini merupakan salah satu upaya Unidha Malang dalam meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang perkembangan teknologi AI dan dampak hukumnya. (lil).
