MALANGKOTA (Surabaya Post id) – Tiga orang perempuan pada Senin (20/02/2023) pada sekitar pukul 10.00 WIB, mendatangi kantor Law Firm Dr Yayan Riyanto, SH, MH, Advokat & Konsultan Hukum yang berada di Jalan Kawi No 29, Kecamatan Klojen, Kota Malang Jawa Timur.
Dua diantara perempuan itu adalah ahli waris Alm Supari. Keduanya merupakan putri Ngatipah (58) istri dari alm Supari. Kedatangannya untuk konsultasi terkait gugatan ahli Waris terhadap tergugat yang tak lain adalah saudara iparnya.
Hal tersebut dibenarkan Dr Yayan Riyanto, SH, MH selaku kuasa hukumnya. Menurutnya, kedatangan mereka untuk mempertegas bahwa warga Dusun Banjarsari, Desa Banjarejo, Kecamatan Pakis itu, tidak mau berdamai dalam sengketa jual beli lahan 4.800 m yang dibangun Perumahan Lavanaa Land.
“Awalnya mereka (ahli waris) ini kan dilaporkan oleh saudara iparnya ke Polres Malang. Kami sebagai kuasa hukumnya, akhirnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen dan saat ini sudah memasuki persidangan,” ujar Yayan Riyanto.
Dengan demikian, lanjut Yayan, proses yang di Polres Kepanjen sementara ini juga dihentikan sembari menunggu gugatan perdata yang dilakukannya di PN Kepanjen Malang
Yayan pun menegaskan jika saat ini, pihaknya menuntut PT Bintang Indonesia Masyhur (BIM), pengembang Perumahan Lavanaa Land untuk menyelesaikan kekurangan pembayaran sebesar Rp 1,4 miliar, sesuai dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) Nomor 1 tanggal 7 Februari 2022 yang dibuat di kantor notaris Liza Malik, SH, MKn, Jalan Syarief Al-Qodri Kota Malang.
“Dalam PPJB itu, tertulis kekurangan pembayaran selambat-lambatnya 15 bulan terhitung dari PPJB ditandatangani kedua belah pihak. Pihak pertama, ahli waris Supari dan pihak kedua, Direktur PT BIM, Nurhadi Kustiawan. Tandatangan PPJB juga diketahui Kepala Desa Kedungrejo, Lukman Suyono,”ungkap advokat senior Dr Yayan Riyanto, SH, MH didampingi Veridiano LF Bili SH, MH.
Sebagaimana telah dikabarkan sebelumnya, Ngatipah dan tiga anaknya, Nuriatin, 42, dan Ainun Jariyah, 31, keduanya warga Desa Banjarejo, Pakis, serta Jamaadi, 39, warga Desa Kedungrejo, Pakis, dipolisikan oleh Sutris Cs, saudara kandung Supari, suami Ngatipah. Mereka dituding menjual tanah warisan Sarinten, 70, neneknya senilai Rp 1,4 miliar kepada PT BIM.
Jual beli tanah yang kini dipergunakan sebagai lahan perumahan Lavanaa Land, terjadi tanggal 6 April 2002. Jual beli dilakukan antara Supari dengan Sarinten, ibu kandungnya, dengan persetujuan semua saudara kandung Supari. Tanah dibeli pria itu, dengan harga Rp 20 juta. Uang tersebut, untuk menutup utang kedua orang tuanya.
Masalah muncul ketika Ngatipah dan anak-anak Supari sebagai ahli waris, menjual tanah itu kepada PT BIM yang hendak digunakan untuk Perumahan Lavanaa Land. Kepada Malang Posco Media, dia melanjutkan, PT BIM yang berkantor di Jalan Ki Ageng Gribig Kota Malang wajib membayarkan sisa pembayaran kepada Ngatipah dan anak-anaknya.
“PPJB sudah jelas dan tidak perlu diingkari. Belum lagi surat pernyataan jual beli yang juga ditandatangani Kades lama, Suradi Arif beserta cap stempel desa, sudah sangat jelas bahwa jual beli itu memang ada. Ya, kalau tandatangan kades lama dan stempel desa juga diingkari, bisa jadi akan kami laporkan,” tegas Yayan.
Dalam kasus sengketa ini, kliennya juga masih membuka jalan damai. Meski, penyidikan perkara dugaan menggunakan surat palsu yang dilaporkan Sutris Cs ke Polres Malang, masih dihentikan untuk proses gugatan perdata yang sedang berjalan di PN Kepanjen. “Permohonan kami untuk penangguhan penyidikan sudah disetujui,” tutupnya.
Ahli waris Alm, Supari yang mendatangi kantor Law Firm Yayan Riyanto di Jalan Kawi 29 Kota Malang, untuk konsultasi, juga menyampaikan hal yang sama. “Boleh saja damai, tapi sesuai dengan aturan kami. Proses perdamaiannya seperti apa, lalu bagaimana caranya, kami serahkan melalui pak Yayan,” ungkap mereka.
Sementara itu, dikutip dari Malangposco media, Didik Lestariono, SH, kuasa hukum Sutris Cs, membenarkan perkara dugaan menggunakan surat palsu itu masih dihentikan penyidik Satreskrim Polres Malang untuk menunggu putusan perdata di tingkat pertama. “Kalau di tingkat pertama ini, Riyatin (anak Ngatipah) kalah, perkara akan langsung dijalankan meskipun ada banding,” ujarnya.
Menurutnya, kewenangan menghentikan perkara itu ada di hakim, bukan di penyidik. “Tadi ke Polres Malang, sudah saya tekankan begitu. Jadi yang bisa ditangguhkan itu adalah proses penuntutan atas perintah hakim, bukan penyidikan yang dihentikan,” tandasnya. (Lil)
Leave a Reply