Bermasalah, Advokat Yayan: Lahan Apartemen Taman Melati Jangan Dieksekusi, Tunggu Hasil PK

Advokat Yayan Riyanto bersama anggota timnya melihat tanah yang sedianya menjadi lahan Apartemen Taman Melati di Gang XIX Dinoyo.

MALANG (SurabayaPost.id) – Lahan Apartemen Taman Melati hingga kini masih bermasalah. Untuk iru, Advokat Dr. Yayan Riyanto, SH, MH minta agar lahan tersebut tidak dieksekusi sebelum hasil peninjauan kasasi (PK) turun. 

Makanya, Yayan Riyanto berang. Sebab, lahan seluas 5.035 m2 yang sedianya digunakan untuk pembangunan Apartemen Taman Melati milik kliennya, Eko Budi Siswanto, hendak dieksekusi oleh PN Malang. Padahal, menurut dia, lahan tersebut dibeli oleh Eko, warga Jalan Indragiri, Surabaya, bulan Agustus 2013 lalu.

“Klien kami merupakan pembeli lelang setelah lahan itu dijual oleh PN Malang tahun 2013 lalu, sekitar Rp 6 miliar,” tuturnya, Rabu (14/4/2021). 

Mantan Ketua DPC Peradi RBA Malang itu menjelaskan Eko Budi membeli dua bidang tanah yang dulu milik Meriyati (68), warga Jalan KH Hasyim Ashari Malang. Pembelian itu dilakukan dari lelang eksekusi pengadilan di KPKNL Malang.

“Perkara No 137/Pdt.G/2003/PN.Mlg yang menyeret dua bidang tanah itu masuk dalam lelang eksekusi pengadilan, telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Tapi Meriyati masih tidak puas. November 2013, ia mengajukan perlawanan, namun PN Malang memutuskan perlawanan itu tidak dapat diterima,” lanjut  pria yang akrab disapa Yayan.

Saat itu, PN Malang melakukan eksekusi lahan yang pernah menjadi kampus STIE dan STT, sesuai penetapan tanggal 3 September 2014 No 35/Eks/2013/PN.Mlg atas permohonan Eko Budi sebagai pemenang lelang. BPN Kota Malang juga menerbitkan sertifikat pengganti, bulan Desember 2014 dan menyatakan sertifikat milik Meriyati dicabut dan tidak berlaku.

Yayan Riyanto dan anggota timnya saat melihat lahan yang masih dalam sengketa.

Atas terbitnya sertifikat itu, Meriyati masih belum terima. Ia mengajukan gugatan ke PTUN Surabaya. Gugatan tidak diterima. Termasuk upaya bandingnya juga menemui jalan buntu. 

“Tahun 2014, ia menggugat KPKNL, termasuk klien kami di PN Malang. Tapi hakim menyatakan gugatan itu juga tidak dapat diterima. Termasuk upaya Peninjauan Kembali (PK) juga ditolak,” urai alumni FH UMM itu.

Namun, permasalahan muncul ketika tanggal 18 September 2017, Meriyati dan Loedi Harianto, suaminya kembali menggugat Menteri ATR/Kepala BPN, KPKNL, Pemkot Malang, dan Eko Budi sebagai pemilik lahan, dengan No Perkara: 169/Pdt.G/2017/PN.Mlg. “Gugatannya ditolak. Tapi upaya bandingnya diterima oleh PT Surabaya,” katanya.

Hakim PT Surabaya menerima permohonan banding itu, dan membatalkan putusan PN Malang No Perkara: 169/Pdt.G/2017/PN.Mlg. “Amar putusannya, menerima dan mengabulkan gugatan mereka sebagian, menyatakan Meriyati sebagai pemilik lahan dan menyatakan tidak sah sertifikat pengganti, risalah lelang hingga klien kami harus mengosongkan lahan itu,” ungkap dia.

Advokat yang berkantor di Jalan Kawi 29 Malang itu mengatakan, melalui advokat di Jakarta, kliennya sudah melakukan upaya kasasi terhadap putusan PT Surabaya itu, termasuk Menteri ATR/Kepala BPN, KPKNL dan Pemkot Malang. “Permohonan kasasi ditolak. Sekarang, klien kami kembali mengajukan upaya PK dengan beberapa dasar,” tegasnya.

Di antaranya, tegas dia, Pasal 4 Peraturan Menkeu No 27/PMK.06/2016 yang menegaskan bila lelang yang telah dilaksanakan sesuai ketentuan, tidak dapat dibatalkan dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No 7/2012 butir IX yang berbunyi perlindungan harus diberikan kepada pembeli beritikad baik sekalipun kemudian diketahui bahwa penjual adalah orang yang tidak berhak atas objek itu.

“Pemilik asal hanya dapat mengajukan gugatan ganti rugi kepada penjual yang tidak berhak. Putusan PT Surabaya sangat bertentangan dengan aanmaning yang diterima klien kami, termasuk perintah pengosongan. Objek itu sudah dibeli dari lelang eksekusi PN Malang yang dilaksanakan di KPKNL Malang. Stop eksekusi, tunggu hasil PK,” tutupnya. (Lil)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.