BATU (SurabayaPost.id) – Terkait pembongkaran keramba puluhan warga Desa Kaumrejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta 1, Ir Raymond Valiant Rutitan, ST MT, angkat bicara, Senin (11/5/2030).
Menurut Raymond, kegiatan keramba jaring apung di bendungan Selorejo memang dihentikan. Hal utuh kata dia sesuai kesepakatan dengan warga yang tergabung dalam Kelompok Nelayan Kembang Kuning Tirta Mandiri. .
” Itu memang dihentikan atas dasar kesepakatan antara kami sebagai pengelola bendungan dengan kelompok – kelompok dan pemerintah,” katanya.
Dalam hal itu kata dia, Pemerintah diwakili Pemkab Malang serta Balai Besar Wilayah Brantas. “Jadi itu memang sudah ada kesepakatan untuk dihentikan,” katanya.
Dasar dari kesepakatan penghentian, kata dia, karena belum ada kajian daya tampung di Selorejo untuk perikanan intensif. “Jadi dasar untuk perhentian itu bersama – sama bikin monotarium, dan itu adalah belum adanya kajian dari lembaga independen,” ungkapnya.
Itu, ungkap dia terkait daya tampung dari bendungan selorejo, Ngantang Kabupaten Malang. Dalam kajian tersebut, artinya cukup tidak, dan masih mampu tidak menampung perikanan.
“Karena kita kuatir kalau misalnya perikanan ini tidak bisa dikendalikan. Yang rusak adalah kualitas air.Dan kalau kualitas air bendungannya rusak, itu dampaknya akan meluas kemana mana,” paparnya.
Jadi, papar dia, kenapa perikanan intensif bisa merusak kualitas air,karena perikanan intensif itu, menurutnya pakannya semua dari pakan buatan dan bukan pakan alami.
“Karena mereka memberikan pakan pelet atau diberi hormon serta diberi obat obatan dan sebagainya.Dan sisanya dari pakan, sisa dari obat dan lain lain itu ,kan pasti tertinggal didalam air,” terangnya.
Dengan begitu, terang dia, nanti kalau terakumulasi, pasti menyebabkan kualitas air bendungan itu bisa semakin turun dan semakin jelek. Dari sebab itu,kata dia dampaknya akan lebih luas dan menurutnya yang rugi adalah masyarakat pada umumnya yang memanfaatkan air itu.
“Ya PLTA dan irigasi dan yang memakai air disebelah hilir untuk keperluan lain – lain nya. Jadi daripada kualitas airnya rusak, lebih baik ini dikaji dulu. Nanti kalau kajian dari lembaga independen itu sudah terbit baru pemerintah dalam hal ini diwakili oleh Balai Besar wilayah sungai Brantas memutuskan,” tegasnya.
Untuk itu, tegas dia, Perum Jasa Tirta akan merumuskan. Kalau sudah rumusannya ada ,jadi berapa yang boleh, misalnya menurut dia, maksimumnya empat, atau lima atau sepuluh.
“Setelah itu baru kemudian bisa dibuatkan perizinan pemakaian air untuk perikanan intensif.Makanya sementara memang dihentikan,dan itu atas dasar kelompok kembang kuning itu melanggar kesepakatan. Dan kelompok kembang kuning juga tidak pernah mengajukan izin,” ujarnya.
Karena, ujar dia sistem perizinan itu belum bisa dibuat kalau belum ada kajian dari lembaga independen. Dengan begitu, Jasa Tirta menurutnya tak akan memberi toleransi kalau kajian itu keluar.
“Kajiannya itu nantinya dari Universitas Brawijaya yang mengkaji.Bukan dari kami dan bukan dari Jasa Tirta,seta bukan dari Balai Besar.Tapi kita tunjuk dari lembaga independen di fakultas perikanan,” urainya.
Oleh karena itu, lanjut dia kalau mereka mengatakan sudah mengurus izin,menurut Raymond mengurus izinnya kemana, kareba kata dia, faktanya memang belum ada,dari itu.
“Kami sudah memberikan peringatan, sebelum proses pembongkaran keramba itu. Kami juga sudah memberikan peringatan melalui surat seminggu sebelumnya,” ngakunya.
Terkait surat itu, lanjut dia, agar memberikan penjelasan, karena tidak ada penjelasan,maka menurut dia, peringatan itu juga berlalu.
“Kalau ngomong izin, tanya saja suratnya mana dan izinnya kepada siapa, apa sudah terbit izinnya atau belum,” timpalnya. (Gus)
Leave a Reply