
Ia memaparkan bahwa perkara ini bermula dari kerja sama usaha rokok antara Arya dan Nanda, yang belakangan tidak berjalan sesuai kesepakatan. Dalam perjalanan bisnis tersebut, sertifikat rumah Arya digunakan untuk mendapatkan modal melalui bank, namun dialihkan ke Rizky oleh Nanda tanpa sepengetahuan kliennya.
“Ditebus oleh seseorang bernama Rizky, tapi dengan nilai yang menurut kami tidak masuk akal. Tiba-tiba tanggungan melambung menjadi Rp12 miliar, tidak seperti kesepakatan di awal. Sehingga terjadi proses hukum yang mengakibatkan klien kami dalam kondisi seperti sekarang ini. Kami menduga ada mafia yang merugikan klien kami,” jelasnya.
Rosadin menegaskan bahwa kliennya merupakan pemilik sah rumah tersebut, yang telah dihuni sejak tahun 2003. Ia menyebut kliennya tidak hanya kehilangan rumah, namun juga sedang menghadapi laporan Pasal 167 KUHP tentang memasuki pekarangan orang lain tanpa izin.
“Ini seperti jatuh tertimpa tangga. Proses peralihan sertifikat dan nilai transaksi yang tidak masuk akal itu yang kami soroti. Apalagi klien kami hanya ingin menagih hak dari usaha yang semula dibangun atas dasar kepercayaan,” paparnya.
Seperti diberitakan Malang Posco Media sebelumnya, eksekusi ini sempat ditunda pada Maret lalu setelah adanya surat permohonan penundaan. Selain itu, beberapa Ormas dan LSM yang menilai ada kejanggalan dalam proses hukum dan menyatakan Arya sebagai korban mafia tanah.
Kini, meskipun eksekusi telah berjalan, tim kuasa hukum Arya tetap membuka opsi hukum lanjutan. Baik dalam ranah pidana maupun upaya perlawanan terhadap dugaan ketidakadilan dalam proses perdata. (lil).