JAKARTA (SurabayaPost.id) – Gagal mediasi, gugatan Firma Hukum Dr Yayan Riyanto, SH, MH selaku kuasa hukum Aziz Anugerah Yudha Prawira terhadap Putri Zulkifli Hasan (Zulhas) bakal berlanjut ke sidang pokok perkara.
Pasalnya, pada beberapa kali sidang mediasi, tergugat III Putri Zulhas dan tergugat lainnya tak hadir dalam beberapa kali Mediasi.
“Hari ini mediasi terakhir, para tergugat juga tak hadir. Kalau pekan lalu, Putri Zulhas hanya diwakili kuasa hukumnya saja. Sedangkan tergugat I Lie Andry Setyadarma, tergugat II Gianda Pranata dan tergugat IV H Syafran, bahkan tak pernah hadir dalam sidang mediasi,” ujar Dr Yayan Riyanto, SH, MH, Kamis (05/10/2023).
Kini, Perkara gugatan sengketa yang dilayangkan Dr Yayan Riyanto, SH, MH, dalam waktu dekat bakal digelar sidang langsung ke pokok perkara.
Pada Mediasi sebelumnya, Yayan Riyanto meminta itikad baik Putri Zulkifli Hasan. Yayan meminta agar Putri dan tergugat I, Lie Andry untuk hadir dalam mediasi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, pada Rabu (04/10/2023).
Yayan meminta Putri agar datang langsung menghadiri sidang mediasi dan mengembalikan rumah milik Aziz Anugerah Yudha Prawira, yang menjadi sengketa selama ini.
“Yang jelas penggugat ingin rumah (yang menjadi obyek sengketa) dikembalikan ke penggugat, dan penggugat akan membayar semua utang-utangnya, termasuk bunganya. Ini awalnya pinjam-meminjam, malahrumahnya yang hilang. Yang kami sayangkan, pihak notaris, yang membuat perjanjian utang-piutang itu,menjadi perjanjian jual-beli rumah,” kata advokat senior yang berkantor di Gedung Lt.7 – A7A, Jalan MH Thamrin No 12 Menteng, Jakarta Pusat tersebut.
Dalam sidang sebelumnya, Putri terkesan lepas tangan dengan masalah ini. Dirinya menganggap, urusan tersebut sebatas membeli tanah dan bangunan yang belakangan ketahuan bermasalah.
Sebab, sengketa utang-piutang yang terjadi antara Aziz dengan Lie Andry, sudah dilaporkan ke Bareskrim Polri sebelum rumah yang menjadi jaminan utang itu, dijual ke Putri.
“Dia karena merasa beli dari tergugat I, soal ada perkara di Bareskrim, ada gugatan, dia menyerahkan perkara ke tergugat I. Jadi dia minta tanggung jawab dari tergugat I, sedangkan tergugat I lah yang menjual ke Putri Zulkifli Hasan,” imbuhnya.
Secara hukum kata Yayan tindakan tersebut salah. Sehingga tetap bisa diperkarakan.
“Tadi kuasa hukumnya (Putri) mengatakan dia beli dari tergugat I, Lie Andry, maka dia tadi tergantung dengan tergugat I, sedangkan tadi Lie Andry nggak hadir. Jadi mediasi belum bisa dilanjutkan,” ujar Yayan dalam sidang sebelumnya.
Diketahui, para pihak dalam perkara ini antara lain Aziz Anugerah Yudha Prawira selaku penggugat I, Binar Imammi penggugat II, Galuh Safarina Sari Kalmadara penggugat III. Mereka menggugat Lie Andry Setyadarma sebagai tergugat I, Gianda Pranata tergugat II, Putri Zulkifli Hasan tergugat III, dan H Syafran selalu tergugat IV, serta Kepala Kantor ATR/Badan Pertanahan Nasional Jakarta Timur sebagai turut tergugat.
Yayan berharap agar pihak para tergugat bisa kooperatif. Sebelum masalah menjadi semakin besar.
“Jadi nanti kalau tanggal 5 Oktober ini nggak hadir, langsung ke sidang pokok perkara. Jadi harapannya kalau mediasi ini bisa selesai, kan nggak panjang perkaranya, cuma ini nggak bisa bertemu kedua belah, pihak tergugat I, II dan III, para penggugat ya masih ditunggu tanggal 5 Oktober,” ujar Yayan.
Sebelumnya, perkara bernomor: 295/Pdt. G/2023/PN JKT.TIM ini, bermula ketika Aziz Anugerah Yudha Prawira membutuhkan pinjaman uang dan oleh temannya, diperkenalkan ke Gianda Pranata, yang bisa mencairkan pinjaman dengan jaminan sertifikat rumah. Aziz dijanjikan akan mendapat pinjaman uang Rp5,5 miliar, dengan jaminan sertifikat hak milik Binar Imammi, dengan dikurangi atau dipotong untuk bunga dan lain lain, hingga total Rp1,7 miliar.
Sebagai jaminan utang, Yudha menyerahkan sertifikat hak milik rumah di Jalan Nusa Indah Raya Blok H kavling No. 2,3,4 Kelurahan Cipinang Muara Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur, atas nama Binar Imammi, dan diserahkan ke H Syafran (tergugat IV). Pada 28 September 2020, terjadi pertemuan antara para penggugat, tergugat I, tergugat II, dan disepakati perjanjian pinjaman uang dan dibuatkan akta-akta oleh tergugat IV di kantor notaris tergugat IV, yang ternyata isinya adalah Akta Pengikatan Jual Beli No.08/2020, Akta Kuasa Untuk Menjual No.09/2020, Akta Perjanjian Pengosongan No.10/2020.
Pada awalnya, para penggugat sempat protes dan bertanya kenapa dibuatkan Akta Pengikatan Jual Beli, bukan perjanjian pinjam uang. Namun dijawab oleh tergugat II bahwa prosedurnya seperti ini, dan ini hanya formalitas saja, dan karena dijawab hanya formalitas, kemudian para penggugat percaya dan kemudian penggugat II dan penggugat III menandatangani akta-akta yang dibuat tersebut.
Setelah tanda tangan, tergugat I mentransfer uang ke penggugat III sebesar Rp5,5 miliar rupiah, dan langsung dipotong Rp1,7 miliar. Seiring dengan berjalannya waktu, penggugat I hendak memperpanjang pinjaman, tapi tergugat I mengatakan, bahwa dia sudah membeli rumah obyek sengketa dan bukan pinjaman.
“Padahal komunikasi penggugat I dengan tergugat II dan tergugat I, tergugat IV menyatakan bahwa transaksi yang dilakukan adalah pinjaman. Bahkan ketika penggugat I hendak melunasi pinjaman juga dipersulit komunikasinya. Dan diketahui kemudian, Sertifikat Hak Milik atas obyek sengketa telah dibalik nama dari nama penggugat II menjadi nama tergugat I, tanpa adanya pemberitahuan atau peringatan kepada penggugat I atau penggugat II, di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Timur (Turut Tergugat),” ujar Yayan dilansir dari Indopos.co.id.
Karena tidak ada titik temu, antara para penggugat dengan tergugat I dan tergugat II, maka pada tanggal 10 November 2021, penggugat II membuat laporan polisi di Bareskrim Polri, dengan terlapor tergugat I dan kawan kawan.
Bahwa, kata dia, kemudian obyek sengketa diketahui telah beralih kepemilikan dari tergugat I menjadi milik tergugat III, yang di ketahui juga bahwa obyek sengketa telah direnovasi, dan ketika ditanyakan ke turut tergugat diketahui apabila obyek sengketa telah menjadi milik tergugat III.
Menurut Yayan, perbuatan para tergugat merugikan kliennya, karena apabila obyek sengketa dijual akan menghasilkan uang senilai kurang lebih Rp30 miliar. Karena itu, selain melapor polisi, pihaknya juga mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur. (Lil)
Leave a Reply