BATU (SurabayaPost.id) – Andi Susilo Kepala Desa (Kades) Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, dilaporkan ke polisi, Kamis (5/2/2021). Pelapornya adalah ahli waris yang merasa dirugikan dalam transaksi jual beli tanah.
Di antara ahli waris yang melaporkan itu ialah Arief Junaidi. Menurut dia Kades tak koordinasi dengan ahli waris saat transaksi jual beli tanah warisan itu.
Menurut Arief, pengaduan ke Polres tersebut,sebagai bentuk rasa kekecewaan dari ahli waris kepada Kades Andi terkait transaksi jual beli tanah tanpa dikoordinasikan kepada pihak yang bersangkutan, dan terkesan diputuskan sepihak besaran harganya.
” Itu, terkait tanah waris seluas 1.564 meter persegi yang terletak di Dusun Pagergunung,Kampung Lemah Abang, RT 7/ RW 2,di Desa Gunungasari,Kecamatan Bumiaji, Kota Batu,” katanya.
Tanah tersebut, kata dia, ahli warisnya sejumlah 3 orang.Ahliwaris yang pertama, Matjayus dan Suliati, serta almarhum Kasiani, yang diwakili dirinya.
“Pada tahun 2015 silam, tanah itu, tengah dijual oleh Pak Solikin ( almarhum) yang notabene suaminya almarhum Kasini kala itu, keduanya adalah orang tua saya,” papar Arief.
Itu, papar dia, pada tahun 2015, menurutnya Solikin ( Bapaknya) tengah menjual tanah tersebut, kepada Siti, seharga Rp 750 juta.Saat itu, sebagai bentuk uang jadi telah di DP senilai Rp 100 juta.
“Padahal Bapak saya itu, adalah menantu kakek saya, dan sebagai ahli warisnya adalah mendiang Ibu Kasini yang notabene adalah Ibu saya.Artinya terjadinya transaksi jual beli antara Pak Solikin Bapak saya dengan Ibu Siti tersebut, salah alamat, karena bukan ahli warisnya,” terangnya.
Karena, terang dia, yang sebagai ahli waris dari tanah tersebut, terdiri dari tiga orang bersaudara. “Pertama Bapak Matjayus, dan Ibu Suliati serta almarhum Ibu Kasini sebagai ahli warisnya ,” ngakunya.
Karena terjadi persoalan saat itu, lantaran transaksi jual belinya tanah yang dimaksud tidak dilakukan oleh ahli warisnya, sehingga kata dia, telah terjadi perselisihan.Dengan berjalannya waktu, lanjut dia.
“Supaya perselisihan tersebut tidak berkepanjangan,kemudian Ibu Siti mengundang Kades setempat, Andi bersama para ahli waris. Itu terjadi pada tahun 2020 lalu.Saat itu, dari hasil kesepakatan bersama agar tidak terus berseteru, maka semua sepakat, tanah yang awalnya hanya petok D tersebut diubah menjadi akta ikatan jual beli (IJB) diatas namakan Andi, selaku Kades ,” ujarnya.
Dengan dibuatnya IJB atas nama Andi tersebut, ahli waris kala itu menyampaikan kalau ada yang minat membeli tanah tersebut, disepakati dengan harga Rp 1 juta permeternya.
“Kesepakatan itu, telah diamini dari ketiga ahli waris dan Kades termasuk Ibu Siti.Artinya tanah seluas 1.564 meter persegi itu, harganya kurang lebih sekitar Rp 1, 5 miliar,” terangnya.
Dengan berjalannya waktu, terang dia, Andi telah memutuskan transaksi pada Siti bahwa tanah tersebut, hanya dijual seharga Rp 750 juta.Kemudian, ia tengah mengklaim tinggal membayar sisanya dari DP awal, Rp 100 juta, kemudian ahli warisnya dipanggil agar menerima kekurangan pembayaran tanah tersebut.
“Mengetahui seperti itu, maka ketiga ahli waris sepakat menolak terima uang tersebut, karena Andi tanpa koordinasi dengan para ahliwaris , kemudian diputuskan secara sepihak. Berangkat dari situ kami sebagai ahli waris merasa kesal diperdaya, maka memilih mengadu pada pihak yang berwajib,” ngakunya.
Dan itu, ngaku dia, sepakat pula para ahli waris bakal menggagalkan transaksi jual tanah waris tersebut.Alasannya, selain kecewa karena diputus sepihak oleh Kades, bahkan harganya tidak sesuai dengan kesepakatan awal.
“Permeternya kami meminta paling rendah harganya Rp 1 juta, kemudian terkait transaksi Ibu Siti dengan Almarhum Solikin kala itu, juga salah alamat.Karena yang menjual bukan sebagai ahli warisnya. Sedangkan Kades sendiri memutuskan transaksi penjualan tanpa melibatkan para ahli waris.Ini yang membuat kami kesal,” seru Arief.
Terpisah, Andi dikonfirmasi via ponselnya, terkait prahara tersebut, tidak membantah. Dan ia mengaku terkait dengan persoalan itu, menurutnya ceritanya sudah lama.
“Tapi yang jelas memang saya diberikan kuasa tapi yang memberikan harga itu juga dari ahli warisnya, dan itu yang membeli dari keluarga Ibu Siti,” ngakunya.
Itu, ngaku dia, harga awal juga melalui nota tertulis , menurutnya bukan dirinya yang membuat nota tersebut. Selain itu, kata dia, dulu juga ada nota pembayaran awal senilai Rp 100 juta.Jadi, sekarang kata dia, hanya menindaklanjuti pembayaran kekurangannya.
“Artinya kemarin dengan berjalannya waktu, sempat terjadi sengketa dan saya berupaya menyelesaikan dan didamaikan.Setelah saya damaikan mereka bermusyawarah diketemukan dengan saya.Saya ini juga tidak mengambil uang mereka,” tegasnya.
Itu, tegas dia, uang nya juga diberikan pada ahli warisnya kemarin.Saat disinggung beredarnya informasi telah dijual dengan harga yang lebih mahal mencapai Rp miliaran rupiah.Menurut Andi yang membeli adalah Siti, yang menurutnya pembeli awal.Sedangkan saat disinggung terkait pengaduannya ahli waris pada pihak Polres.
“Yang jelas saya sendiri karena orang tengah. Masalah uang sudah saya kasihkan.Dan saat itu ada saksi dari Bhabinkamtibmas pada saat penyerahan uang itu pada ahli waris kemarin,” ucapnya.
Lantas, lanjut dia, yang menyaksikan pada menyerahkan uang pada ahli waris,menurutnya setelah menerima uang langsung ia serahkan.
“Kalau terkait laporannya mongo ( mari) .Yang jelas, intinya nanti akan diklarifikasi.Saya dapat uang dari pembeli itu juga ada ahli waris dan ada Bhabinkamtibmas. Jadi bukan saya sendiri,” katanya.
Dinggung lagi, terkait transaksi jual belinya apakah sudah dikoordinasikan dengan ahli waris, Andi berdalih yang membuat harga tersebut,kesepakatan dari almarhum Solikin,sedangkan saat disinggung lagi masalah harga jualnya dikabarkan mencapai miliaran rupiah, menurut Andi.
“Orang katanya kan bisa bunyi Rp 5 miliar atau Rp 10 miliar kan bisa.Tapi itukan ada kesepakatan awal antara Pak Solikin yang sudah almarhum, dan itu Bapaknya Arief,” pungkasnya (Gus)
Leave a Reply