Oleh Anwar Hudijono
Jika I’tikaf itu secara substantif sebagai proses mengurangi dan mencegah rangsangan-rangsangan dari luar karena dapat menaikkan intensitas hawa nafsu, yang dapat merusak dan membatalkan puasa, maka di jaman now adalah mengurangi media sosial (medsos).
Blak-balakan saja saya tidak berani seperti Jaron Zepel Lanier, yang dengan gagah berani berkata lantang, “Stop medsosan. Hapus akun medsosmu.” Dia menulis buku Ten Arguments For Deleting Your Social Media Account (Sepuluh Argumen untuk Menghapus Akun Media Sosial Anda Saat Ini).
Jaron jelas bukan tokoh kaleng-kaleng. Dia punya kompetensi untuk bicara itu. Dia ahli filsafat komputer Amerika. Dia seniman visual dan musisi. Dia menulis buku berdasar riset.
Dan dia konsekuen dengan sikapnya. Dia tutup seluruh akun medsosnya. Dia konsisten melakukan kampanye tutup medsos, termasuk di film /Social Dilemma yang disiarkan Netflix.
Sikap dia itu kalau di Al Quran ditegaskan di Surah Shaff (61) ayat 2-3: “Wahai orang-orang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci oleh Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”
Ada 10 alasan Jaron. 1. Anda (pengguna medsos) kehilangan keinginan bebas Anda. 2. Berhenti dari medsos adalah cara paling tepat sasaran untuk melawan kegilaan jaman kita (jaman edan dalam istilah pujangga agung Jawa Ronggowarsito). 3. Medsos membuat Anda menjadi bangsat. 4. Medsos merongrong kebenaran.
Selanjutnya dikatakan, 5. Medsos membuat apa yang Anda katakan menjadi tidak berarti. (Betapa tidak, posting konten bagus cuma diberi emoji). 6. Medsos menghancurkan kapasitas empati Anda. (Postingan berita kematian hanya dipasang emojicon atau kopi paste dari atasnya). 7. Medsos membuat Anda tidak bahagia. 8.Medsos tidak ingin Anda memiliki martabat ekonomi. 9. Medsos membuat politik menjadi hal yang mustahil (tidak mungkin). Dan 10. Medsos membenci jiwa Anda.
Medsos telah mengubah kehidupan global dari era informasi ke era disinformasi. Tristan Harris, mantan Disainer Estetika Google dengan tegas mengatakan, medsos begitu mudah menghilangkan fakta. Ada banyak keluhan, skandal, polarisasi, pencurian data, hoaks, fakenews (berita palsu).
Radikalisme
Jaron tidak sendirian. Semakin hari semakin banyak pendukungnya. Apalagi setelah Pemilu Presiden Amerika tahun 2020 di mana medsos menjadi pihak yang sangat menentukan hasil Pilpres. Medsos menjadi pembakar pemilu yang dinilai paling brutal dan kelam dalam sejarah Amerika. Mencabik-cabik demokrasi yang palingg dibanggakan AS.
Medsos juga menjadi tertuduh sebagai pemicu radikalisme supremasi kulit putih. Polarisasi sosial yang kian tajam. Entah polarisasi atas dasar ras, agama, etnik, sosial-ekonomi. Merenbaknya dismorfis snapchat.
Medsos dianggap sebagai biang kerok anjloknya kualitas kesehatan jiwa rakyat Amerika. Jutaan generasi Z (lahir setelah tahun 1996) menjadi generasi yang rapuh, tertekan dan cemas. Jutaan di antara mereka ada yang menyayat nadinya. Ada yang bunuh diri. ABG-ABG kehilangan identitasnya. Rumah sakit semakin dipenuhi pasien yang menderita akibat dampak medsos.
“Amerika kini sedang di ambang kehancuran oleh medsos,” kata seorang inteljen senior Rusia dalam film Red Sparrow.
“Rasisme, diskriminasi, intoleransi kini sedang menggerogoti Amerika dari dalam,” kata tokoh dalam film American History X.
Tesis demikian sekarang bukan hanya di film. Sebagian masyarakat Amerika mulai gamang akan masa depan negaranya. Masa depan bangsanya. Amerika sedang berproses seperti pohon besar yang digerogoti rayap dari dalam. Semakin hari rayapnya semakin beranak-pinak.
Narkoba
Saya tidak berani segarang Jaron yang menyatakan tutup akun medsosmu sekarang juga. Saya hanya berani bilang mari kurangi bermedsos. Karena saya sikik-sikik juga masih menggunakan medsos. Alasan yang saya pakai ya seperti para pedoyan medsos umumnya. Misalnya, untuk sayhello saudara dan temanlah, guyon-guyonlah, selinganlah, hiburanlah.
Saya masih menggunakan medsos dengan kesadaran penuh bahwa saya ini sebenarnya sedang dijual oleh developer medsos. Bisnis medsos itu menjual penggunanya. Yang menjadi pelanggan adalah pengiklan. Dengan begitu semakin lama saya menggunakan medsos semakin besar keuntungan yang dikantongi developer. Para developer medsos itu ibaratnya sedang membangun gunung roti.
Maka developer akan berbuat segala cara agar saya berlama-lama di medsos. Ketagihan. Tidak percaya? Coba buka YouTube. Misalnya cari pertarungan tinju Muhammad Ali vs George Foreman. Konten itu akan muncul. Di bawahnya sudah muncul tawaran Ali vs Sonny Liston. Ada lagi Foreman vs Joe Friezer. Tidak itu saja, akan muncul pula tawaran konten lain seperti music, UFC, degelan, komik, kluliner. Jika diterus-teruskan bisa sampai mati tidak akan kehabisan konten.
Itu artinya pengguna sedang masuk jeratan mesin algoritme medsos.
“Orang mengira algoritme itu dirancang untuk memberikan yang mereka inginkan. Tidak. Algoritme itu sebenarnya mencari beberapa perangkap yang sangat kuat. Mencari perangkap mana yang sesuai dengan minat kita,” kata Guillaume Chaslot, pakar teknologi medsos.
Saya sadar penuh, ketika saya main medsos itu saya sedang memasuki dunia manipulasi. Yang like itu juga bukan keluar dari hati nurani. Video yang cantik-cantik itu adalah editan. Di video kayak Gisel, tapi begitu kopidarat seperti Gimin. Yang nyebar konten seolah untuk kebaikan dan kemaslahatan masyarakat, padahal ternyata yang dicari subscribe, like dan viewer.
Manipulasi
Saya sadar saat bermedsosan itu saya seperti menonton aksi pesulap. Yang mampu mengubah sapu tangan menjadi kelinci. Yang mengikat gadis dengan rantai tapi di dalam kotak gadis bisa melepas dan berganti baju. Yang bisa menghilangkan Tugu Monas. Tentu saja semua itu manipulasi. Tipuan. Hipnotisme. Cuma konyolnya, kita ini senang dimanipulasi. Bahkan menikmatinya. Ajuuur…
Saya sadar begitu main medsos itu saya seperti incip-incip narkoba. Semakin banyak semakin asyik dan nikmat. Lama-lama kecanduan. Di dunia ini hanya dua produsen yang menyebut konsumennya dengan istilah “pengguna” yaitu medsos dan narkoba.
“Medsos adalah narkoba,” kata Dr Anna Lembke dari Stanford University, AS. Maksudnya, kita punya perintah biologis dasar untuk berhubungan dengan orang lain. Hal itu secara langsung mempengaruhi pelepasan dapomin dalam “jalur kenikmatan”.
Jiwa yang sudah bermukim di “jalur kenikmatan” medsos adalah menjadikan medsos itu bagian integral lahir-batinnya. Medsos lebih dekat dan penting daripada ayah-ibunya, saudaranya, suami atau istrinya, tuhannya, urat lehernya.
Mau tidur buka medsos. Ngelilir buka medsos. Bangun tidur langsung klik medsos. Bahkan medsos itu pun sampai menjilma di mimpi, ngelindur. Tiba-tiba ketawa. Tiba-tiba jungkir balik, nggigit bantal.
Masak sambil medsosan. Rapat medsosan. Di toilet medsosan. Makan medsosan. Kumpul keluarga semuanya asyik dengan medsosan sendiri-sendiri. Fisiknya saja yang berdekatan tapi jiwanya berjauhan. Ayahnya yang nyetir mobil, anak dan ibunya asyik medosan sendiri-sendiri. Ayahnya jadi seperti driver online.
Mengajar sambil medsosan. Akhirnya dibalas muridnya, saat gurunya nerocos di depan kelas sampai mulut berbusa-busa dan mata mendelik-delik, muridnya medsosan. Nyuntik sambil medsosan. Akhirnya bukan jarum yang dicubleskan tapi pulpen. Niatnya I’tikaf di masjid, kelihatan nggetu, ternyata medsosan. Wis angel… angel…
Setiap saat buka-tutup Hp. Melakukannya sudah tanpa sadar. Tidak ada tanda apapun hp dibuka. Sudah seperti orang bekedip. Otomatis bergerak. Apa ada orang berkedip didisain dulu, dijadwal. (Sing ngguyu mesti tau ketoro pengalaman hahahaha).
Ramadhan ini hendaknya bisa menjadi momentum memulai mengurangi buka tutup Hp. Pergi ke masjid, tinggal Hp di rumah. Rapat tanpa bawa Hp. Kurangi medsosan dengan niat mencari kegiatan yang lebih baik. Yang lebih produktif. Jika medsos menggelapkan hati dan melumpuhkan spiritualitas, ganti dengan kegiatan yang membuat hati terang, jiwa yang bersih. Niat mepek babahan hawa sanga. Niatkan sebagai I’tikaf untuk menjaga kemurinan puasa kita.
Pembaca oh pembaca.. Terus terang saya mulai berpikir jangan-jangan medsos ini merupakan strategi Dajjal. Mudah-mudahan ada petunjuk mendalaminya. Rabbi a’lam.
Ya Allah dengan rahmat-Mu, lindungilah kami dari fitnah (ujian) medsos.
Rabbana atina min ladunka rahmah wa hayyiklana min amrina rasada. (Ya Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah petunjuk yang lurus bagi kami dalam urusan kami. (Quran surah Kahfi ayat 10).* * *
Anwar Hudijono, kolumnis tinggal di Sidoarjo
23 April 2021.
Leave a Reply