SURABAYA (SurabayaPost.id) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ubaydillah hadirkan tiga orang saksi dalam persidangan terdakwa Wempi Darmapan di PN Surabaya, Senin (26/7/2021). Wempi dalam perkara ini, didakwa atas kasus pengiriman kayu yang tidak sesuai dengan dokumen.
Sementara, dua saksi yang dihadirkan JPU, diantaranya berasal dari unsur Penegak Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (GAKKUM) Jatim. Sedangkan seorang saksi lainnya merupakan Manajer PT Anugerah Jati Utama (AJU).
Miftahul Niham dari GAKKUM Jatim yang diperiksa pertama kali oleh Majelis hakim menjelaskan, ia mendapatkan perintah langsung dari atasannya untuk mengamankan kayu yang diangkut oleh Kapal Darlin Isabet.
“Atasan kami dapat info dari Jakarta. Instruksi itu diberikan pada 6 Februari 2020,” katanya saat memberi keterangan di PN Surabaya, Senin (26/7/2021).
Sebelum dilakukan penangkapan, ada tim intel dari GAKKUM untuk melakukan pemantauan di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Setelah Kapal Darlin Isabet sandar di pelabuhan tersebut, barulah Miftahul dan timnya mengamankan barang bukti kayu sebanyak 64 kubik. Namun, Miftakhul kembali mendapat instruksi untuk tidak mempermasalahkan truk ekspedisi-nya.
“Saya mendapat instruksi lagi agar tidak mempermasalahkan truk ekspedisi itu. Agar kayu tersebut bisa dibongkar,” ungkapnya.
Setelah bongkar muat kayu, tim ekspedisi membawa kayu tadi ke PT AJU. Sebab, perusahaan itu lah yang membeli semua kayu Merbau jenis Meranti.
Menurut dokumen jumlah kayu tersebut sebanyak 64 meter kubik. Hanya saja, saat pengukuran oleh tim ahli dari GAKKUM Jatim, jumlah kayu tersebut tidak sesuai. Totalnya berjumlah 74 meter kubik.
Semua kayu itu menurut Miftakhul dititipkan di gudang milik PT AJU.
“Sengaja semua kami amankan sementara. Itu untuk keperluan penyidikan,” terangnya pada hakim.
Sementara itu, Manajer PT AJU Muklis menjelaskan, Perusahaan tempat ia bekerja sudah melakukan kontrak untuk durasi pengiriman selama satu tahun kepada Koperasi Serba Usaha (KSU) Cendrawasih Lestari, di Kepulauan Aru, Provinsi Maluku.
KSU itu dipimpin oleh terdakwa. Total kayu yang harus diberikan kepada PT AJU dalam kontrak tersebut sebanyak 500 meter kubik.
Sejak awal kontrak sampai terdakwa diamankan petugas, sudah terjadi lima kali pengiriman. Totalnya mencapai 250 meter kubik.
“Kalau pembayarannya nanti akan diberikan ketika kayu itu diterima. Nantinya akan dihitung dari jumlah kayu yang layak sesuai dengan perjanjian. Jadi nanti akan dihitung kembali. Karena, pasti ada saja kayu yang cacat. Jadi pembayaran sebenarnya tidak sesuai dengan dokumen. Jumlahnya pasti akan menyusut,” katanya.
Muklis menegaskan, selama empat kali pengiriman, terdakwa tidak pernah mengirim kayu lebih dari dokumen yang ada. “Tidak pernah lebih. Kalau kurang pernah. Sebab, kalau ada kayu yang tidak sesuai dengan perjanjian akan kita potong,” tegasnya.
Mendengar keterangan para saksi, terdakwa tidak banyak berkomentar. Ia hanya menegaskan kalau saat pengukuran kayu tersebut ia tidak pernah dihadirkan. Padahal, kayu tersebut adalah miliknya.
“Karena itu saya memohon agar dilakukan pengukuran kembali. Dan saya dihadirkan,” pintanya.
Sementara itu, usai persidangan, penasihat hukum terdakwa, Straussy Tauhiddinia Qoyumi mengatakan saat pengukuran itu dilakukan oleh penyidik antara 17 sampai 20 Februari 2020. Sehingga, waktu penangkapan itu masih sekedar dugaan.
“Tapi kenapa hanya berdasarkan dugaan tersebut, sudah dilakukan penangkapan. Tidak ada dokumen palsu. Apalagi pembalakan liar. Kasus ini sebenarnya murni hanya kelebihan volume atau muatan yang berbeda dengan dokumen,” jelasnya.@ [Jun]
Leave a Reply