
MALANGKOTA (SurabayaPost.id) – Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Pusat menyoroti kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Malang yang melibatkan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI). Dalam sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Kota Malang pada Senin (7/7/2025), SBMI memberikan pernyataan tegas soal substansi dakwaan dan dinamika yang berkembang di persidangan.
Perwakilan SBMI Pusat, Dina Nuryati, menyatakan bahwa TPPO tidak hanya soal administratif, tetapi juga soal perekrutan, penampungan, dan penempatan. “Dalam UU, TPPO itu soal perekrutan, penampungan, dan penempatan. Ketika mereka dipindahkan ke PT lain dan tidak diberi makan, itu sudah masuk kategori eksploitasi terselubung,” ujar Dina.
Dina juga menilai bahwa perlakuan terhadap CPMI dalam kasus ini telah merendahkan martabat manusia. “Kalau memang ingin membenahi sistem, ayo duduk bersama, buat pelatihan yang memanusiakan dan bermartabat. Satu nyawa saja harus diselamatkan,” tegasnya.
SBMI hadir dalam sidang ini untuk mendampingi korban dan saksi yang datang secara sukarela pasca penggerebekan. Dina berharap agar kasus ini dapat menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan masyarakat untuk mencegah terjadinya TPPO di masa depan.
Sidang ini sendiri ditunda karena sejumlah saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) belum bisa hadir. JPU Su’udi mengakui bahwa saksi yang direncanakan hadir hari ini belum bisa datang karena berbagai alasan. “Beberapa CPMI ada yang sudah berangkat, sebagian lainnya masih di luar kota seperti Kediri dan Blitar. Ada juga saksi dari Jakarta yang menjalani operasi mata di Singapura. Kami mohon waktu, bila memungkinkan kami upayakan hadir langsung, jika tidak akan kami hadirkan via Zoom,” ujarnya.
Sementara itu, Penasihat hukum terdakwa Hermin, Amri Abdi Bahtiar, mendesak agar saksi ahli dan Direktur Utama PT NSP dapat dihadirkan segera. Ia menilai posisi terdakwa hanyalah bagian dari struktur resmi perusahaan sebagai marketing Divisi Hong Kong. “Surat tugas dan kontrak kerja lengkap. Job order resmi ada. Semua dilakukan sesuai UU 18/2017 dan prosedur penempatan PMI. Penempatan ini justru bertujuan membantu masyarakat. Jadi tidak ada niat eksploitasi seperti yang dituduhkan,” ungkap Amri.
Kasus TPPO di Malang ini merupakan salah satu contoh kasus yang menunjukkan pentingnya perlindungan terhadap pekerja migran Indonesia. SBMI berharap agar pemerintah dapat meningkatkan pengawasan dan penindakan terhadap kasus-kasus TPPO untuk mencegah terjadinya eksploitasi terhadap pekerja migran. (lil).