Kejari Batu Terapkan RJ Perdana Pada Kasus Penganiayaan, Mendapat Respon Positif Dari Masyarakat

MOMEN HARU : Tersangka dan korban saling memaafkan. Momen RJ itu digelar Kejaksaan Negeri Batu untuk yang pertama kalinya. (Ist)
MOMEN HARU : Tersangka dan korban saling memaafkan. Momen RJ itu digelar Kejaksaan Negeri Batu untuk yang pertama kalinya. (Ist)

BATU (SurabayaPost.id) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Batu terapkan Restorative Justice (RJ) perdana pada kasus penganiayaan, Kamis (11/08/2022). Pelaksanaan RJ itu mendapat respon positif dari masyarakat Kota Batu.

Pelaksanaan RJ tersebut dilakukan di Kantor Kejari Batu, dengan mempertemukan kembali perwakilan korban dan tersangka.

Perlu diketahui, Tersangka DFN warga Kecamatan Bumiaji Kota Batu, merupakan pekerja bangunan dan serabutan yang melakukan penganiayaan terhadap sepupunya sendiri, yakni YS (korban).

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Batu, Agus Rujito SH MH melalui Kasi Intelijen Edi Sutomo, mengatakan sebelum dilaksanakan RJ, pihaknya melakukan ekspose dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI pada Rabu (10/08/2022).

“Pada hari Rabu tanggal 10 Agustus 2022 Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menyetujui RJ yang diajukan Kejaksaan Negeri Batu,” ujarnya.

Perkara yang disetujui tersebut, menurut dia, merupakan perkara pasal 351 KUHP ayat 1,dengan tersangka DFN warga Kecamatan Bumiaji Kota Batu, Jawa Timur.

Tersangka merupakan pekerja bangunan dan serabutan yang melakukan penganiayaan terhadap sepupunya sendiri, Yudi Susanto dikarenakan emosi sesaat.

Dalam kunjungannya ke rumah Pelaku, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan penyidik Polsek Bumiaji menemui Istri tersangka, Selvi Meilani. Kala itu istri dari tersangka menceritakan bahwa anaknya yang masih sekolah PAUD selalu menanyakan Ayahnya.

“Selain selalu menanyakan sang ayahnya, anaknya sempat sakit selama 3 hari. Kemudian istri tersangka memohon dengan sangat agar suaminya dapat kembali bersama keluarga seperti sedia kala,”terang Kasi Intelijen yang dikenal akrab dengan awak media tersebut.

Selain itu, lanjut Edi, JPU dan penyidik Polsek Bumiaji juga mendatangi rumah korban Yudi Susanto, dan korban telah memaafkan atas perbuatan tersangka.

“Pada tanggal 02 Agustus 2022 tersangka dan korban dipertemukan di Ruang Seksi Tindak Pidana Umum (Pidum) Kejari Batu untuk proses perdamaian kedua belah pihak dengan dimediasi oleh JPU Maharani Indrianingtyas, SH, bersama penyidik Polsek Bumiaji serta Ketua RT di lingkungan,” ujarnya.

Selanjutnya, JPU dan penyidik Polsek Bumiaji, bersama tersangka dan korban serta para saksi menandatangani berita acara perdamaian.

“Kemudian Kejari Batu mengajukan permohonan RJ Ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan diteruskan Ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI bahwa alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan,” urai dia

Hingga kemudian dilaksanakan proses perdamaian, dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.

“Terlebih tersangka belum pernah dihukum dan tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, yang ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun,” imbuh dia.

Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya. “Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa adanya tekanan dari pihak manapun,” tegasnya.

Lebih lanjut, tersangka beserta korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan.

“Pertimbangan sosiologis, masyarakat merespon positif, atas persetujuan dan perintah Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Kajari Batu akan menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia,” jelasnya.

Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang pelaksanaan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.

“Kejaksaan Negeri Batu untuk pertama kalinya berhasil mewujudkan RJ sesuai amanat Jaksa Agung Republik Indonesia yakni, rasa keadilan tidak ada dalam buku, tidak ada dalam KUHP dan tidak ada dalam KUHAP. Namun keadilan itu ada dalam hati nurani masyarakat. Sehingga kami berkewajiban mempertimbangkan rasa keadilan yang ada di masyarakat,” pungkasnya. (gus) 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.