
MALANGKOTA (SurabayaPost.id) – Kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Politeknik Negeri Malang (Polinema) memasuki babak baru dengan dilakukannya pra peradilan. Melalui Permohonan Pra Peradilan Nomor 20/Pid.Pra/2025/PN.SBY, tim kuasa hukum Awan Setiawan, eks Direktur Polinema, menilai bahwa penetapan klien mereka sebagai tersangka tidak adil.
Dalam dokumen pra peradilan yang diajukan, terungkap bahwa proses pengadaan tanah untuk perluasan kampus Polinema telah dilakukan sesuai prosedur dan ketentuan hukum yang berlaku. Pengadaan tanah ini telah dirancang sejak tahun 2018 dan telah melalui berbagai tahapan, termasuk pembentukan panitia pengadaan tanah dan penilaian harga tanah oleh Kementerian ATR/BPN.
Kuasa hukum Awan Setiawan, Sumardhan, SH, MH, menjelaskan bahwa pembentukan panitia pengadaan tanah kedua dilakukan karena panitia sebelumnya tidak berjalan akibat salah satu anggotanya memasuki masa pensiun. “Dengan dibentuknya panitia kedua, maka kewenangan telah dilimpahkan kepada panitia tersebut, dan klien kami tidak lagi terlibat dalam proses pengadaan tanah,” ujar Sumardhan saat konferensi pers didampingi Miftakhul Irfan, SH, MH dan Ari Hariadi, SH, Kamis (10/7/2025) malam.
Advokat senior dari Law Firm Edan Law ini menegaskan, bahwa dalam struktur pengadaan, Direktur Polinema berperan sebagai Pengguna Anggaran (PA), namun pelaksanaan teknis telah didelegasikan kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Ketua Panitia Pengadaan Tanah. “PPK bertanggung jawab penuh secara teknis, sedangkan direktur hanya mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan kegiatan secara umum,” tuturnya.
Menurutnya, panitia pengadaan tanah sudah dilakukan sejak tahun 2019 sebagai langkah awal. Saat itu, Direktur Polinema telah menerbitkan SK Nomor 689 Tahun 2019 tentang pembentukan Panitia Pengadaan Tanah Polinema, tertanggal 11 Juni 2019.