BATU (SurabayaPost.id) – Mengaku kesal tak pernah dilibatkan terkait perencanaan Detail Enggineering Design (DED) pembangunan Pasar Besar Kota Batu yang tergabung dalam Himpunan Pedagang Pasar (HPP) Kota Batu mengadu ke DPRD Kota Batu, Senin (7/12/2020).
Hal tersebut dibenarkan Ketua DPRD Kota Batu, Asmadi, usai koordinasi dengan HPP dan beberapa dinas terkait.
Menurut Asmadi, sejak pemaparan DED yang pernah dilakukan di Pemkot Batu yang lalu, sampai saat ini dinas terkait belum ada laporannya kepada DPRD. Padahal dirinya mengaku sudah mengingatkan agar terus melibatkan HPP.
“Perencanaan DED itu agar teman – teman pedagang dilibatkan dilibatkan untuk komunikasi.Tujuannya kalau sudah ada titik temu nantinya bakal ketemu semua hasil prodak dari perencanaan DED tersebut,” katanya.
Kalau sudah begitu, kata dia, akan bisa dinikmati bersama.Yang intinya tidak ada yang saling dirugian. Kemudian,lanjut dia, karena lama tidak ada komunikasi, sehingga kemarin dari pihak HPP mengadu kedewan.
Bahwa mereka mengaku ditinggal,dan tidak pernah dilibatkan.Padahal sebelumnya saya sudah mengingatkan agar selalu dikomunikasikan kepada para pedagang pasar yang tergabung di HPP terkait pasar yang akan dibangun. Karena anggarannya sangat besar kalau tidak dikomunikasikan dengan baik, khawatir kalau sampai terhambat,” ungkapnya.
Intinya, ungkap dia, minta selalu dikomunikasikan. Sehinga, menurutnya setelah mengajukan pada dirinya agar mengagendakan ulang dan memediatori perencanaan Dinas PUPR dengan HPP para pedagang pasar supaya singkron.
“Maka ini tadi, koordinasi di dewan. Tapi ini semua masih belum ada titik temu, dan rencananya besok mau diagendakan koordinasi ulang dengan pihak-pihak yang terkait di gedung dewan,” ngakunya.
Koordinasi lanjutan itu, kata dia, bertujuan untuk berunding agar segera ada solusinya.”Kita lihat dari perencanaannya dan jumlah pedagangnya berapa dan siapa saja. Kemudian baru melihat dan denahnya serta perencanaannya bagunannya seperti apa,” ujarnya.
Saat disinggung, terkait ini semua karena beredar kabar bahwa ada kekhawatiran dari beberapa pedagang, karena satu orang pedagang dikabarkan ada yang punya 10 bedak. Asmadi juga mengaku tengah mendengar informasi seperti itu.
“Pokoknya pasar ini kalau hanya memikirkan secara pribadi dan bukan secara umum nantinya tidak bakal ketemu. Misalnya saya punya sejumlah 10 bedak,dan rekan – rekan saya hanya punya 1 bedak. Maka kalau jadi dibangun kan rugi saya. Jadi mari kita semua punya jiwa besar itu perlu ditonjolkan dan tak hanya memikir dirinya sendiri,” pesan Asmadi.
Terpisah dikonfirmasikan kepada Humas HPP Heri Setiawan terkait beredarnya kabar satu pedagang yang ditengarai punya sejumlah 10 bedak tersebut, Heri tidak membantah. Meski begitu menurut Heri hal tersebut, tak perlu muncul.
“Sebenarnya permasalahan itu tak perlu muncul biar punya bedak 100 ,intinya kita punya bedak dan kita bayar retribusi pada pemerintah,” dalihnya.
Yang penting, menurut dia, bangun dulu dan ditata Kemudian jangan ada unsur dari luar yang mengacau. Disinggung lagi, kebenaran adanya satu pedagang yang memiliki 10 bedak.
Heri menegaskan lagi benar. “Misalnya dulu ada yang beli ukuran 2×2 meter persegi, kemudian beli lagi dengan ukurang 2 x 3 meter persegi. Kita kembali lagi karena Pemkot belum punya Perda yang mengatur. Sebenarnya Perda pengaturan harus punya. Sekian orang maksimal sekian meter, jadi jangan menyalahkan yang beli,” sergahnya.
Saat ditanya bahwa dirinya punya berapa bedak, ia mengaku hanya punya 1 kios ukuran 3 x 5 meter.Saat ditanya, nama pedagangnya yang punya sejumlah 10 kios.Heri mengaku tidak tahu.
“Ya tidak tahu,dan tidak bisa dikatakan pemiliknya hanya satu orang.Karena namanya beda – beda, betul ada yang punya sejumlah 10 kios, tapi tidak dinamakan namanya satu orang saja,” terangnya.
Itu, terang dia, namanya beda – beda ,tapi menurut dia, namanya ada yang A,B, C dan seterusnya. Jadi, menurutnya terkait ini semua,kata Heri permasalahannya karena Diskoperindag tidak jujur.
Ketidak jujurannya, kata dia, misalnya, “Tidak pernah diajak koordinasi misalnya, seperti pasar itu punya peta yang sudah ditempati selama 33 tahun. Dan itu bukan pasar baru. Sebetulnya peta itu diserahkan pada Ciptakarya untuk dasar. Ternyata kan tidak. Kemudian muncul klaster. Klaster, yang mana,” tanya Heri.
Lantas, lanjut Heri, kalau dibangun hanya pedagang menunggu besaran kiosnya berapa dan letaknya dimana dan ukurannya berapa.
“Coba kalau gambarnya jelas dan dipaparkan secara gamblang kepada para pedagang,sehingga sejak dini, pedagang – pedagang itu sudah mengerti dimana titik – titik kiosnya yang bakal ditempati,” pungkasnya. (Gus)
Leave a Reply