17 Agustus: Harapan Baru atau Masalah Bagi IKN ?

Penulis adalah :

Muhammad Ichsan Siregar, SE., M.S.Ak., CSRS., CSP., CSRA. Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Sriwijaya
Mahasiswa Doktor Ilmu Akuntansi, Universitas Airlangga

Muhammad Syahid, SE., M.E
Mahasiswa Doktor Ilmu Ekonomi, Universitas Airlangga

Abukosim, SE., MM., Ak., CA
Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Sriwijaya

Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) menjadi gagasan besar sejak tahun 1957 oleh Presiden Soekarno. Palangkaraya, Kalimantan Tengah menjadi salah satu opsi kota yang diinginkan. Namun, gagasan ini belum bisa terealisasi karena berbagai kendala. Adanya Ibu Kota Negara (IKN) merupakan strategi pemindahan ibu kota negara untuk mengurangi beban Jakarta. Beban yang dihadapi seperti masalah kepadatan penduduk, kemacetan lalu lintas, banjir, dan polusi udara dan seebagainya. Apalagi kota jakarta diprediksi akan tenggelam pada tahun 2050 (Andreas, 2019) merupakan imbas dari pemanasan global serta penurunan muka tanah.

Adanya pemerataan pembangunan dengan mengekspansi tidak menitik beratkan di pulau jawa saja tetapi menitik pada daerah baru di titik tengah Indonesia seperti daerah Kalimantan Timur yang memiliki manfaat untuk mengurangi kesenjangan ekonomi dan sosial antar daerah di Indonesia. Selama ini kegiatan ekonomi dan pembangunan hanya bertitik berat dan terkonsentrasi di pulau jawa, yang menimbulkan ketimpangan di daerah-daerah lain.

Dengan pemerataan pembangunan yang adil, selain pulau jawa memberikan dampak bagi daerah-daerah lain seperti pengembangan infrakstrur, peningkatan pendidikan, jaminan kesehatan, pembangunan industri untuk mengurangi pengangguran dan lainya. Sehingga, peningkatan pemerataan menjadi lebih baik. Hal ini memberikan dampak bagi perekonomian yang tertinggal bagi daerah-daerah yang terpencil. Dengan tersentralnya Ibu Kota Negara (IKN) di titik tengah Indonesia, diharapkan bisa dapat penyeimbang bagi daerah-daerah terpencil.

Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) merupakan bagian dari pemerataan pembangunan memberikan dampak positif terhadap keberlanjutan lingkungan secara tidak langsung. Dengan mengurangi beban Jakarta dari padatnya penduduk, kemacetan, banjir, polusi dan lainya. Selain itu, pemindahan ini dapat mengurangi imbas dari pemanasan global dan penurunan permukaan tanah. Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) menawarkan peluang besar dengan menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan lingkungan. Adanya Ibu Kota Negara (IKN) membuat rencana tata kota yang ramah lingkungan dengan prinsip kota hijau mengedepankan penggunaan energi baru dan terbarukan, infrastruktur ramah lingkungan dan pengelolaan limbah yang efisien.

Dengan menerapkan prinsip keberlanjutan lingkungan yang ramah, infrastruktur digital di Ibu Kota Negara (IKN) yang baru dapat dirancang untuk mendukung efisiensi energi dan mengurangi jejak karbon. Seperti contoh: pusat data dan jaringan komunikasi dapat menggunakan energi terbarukan seperti tenaga surya atau angin, yang tidak hanya mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil tetapi menurunkan emisi gas rumah kaca. Teknologi smart city yang terintegrasi dapat membantu mengoptimalkan penggunaan sumber daya, mengurangi konsumsi energi melalui sistem pencahayaan dan pemanas yang cerdas dan mengelola limbah elektronik.

Inovasi dalam pengembangan infrastruktur digital sangat penting dalam membantu perkembangan Ibu Kota Negara (IKN) yang baru. Dengan mengintegrasikan teknologi canggih seperti jaringan 5G, internet of things (IoT), dan big data, Ibu Kota baru dapat menjadi smart city yang efisien dan responsif terhadap kebutuhan warganya. Infrastruktur digital yang maju memungkinkan pengelolaan kota yang lebih baik seperti sistem transportasi cerdas dapat mengurangi kemacetan dan meningkatkan efisiensi perjalanan layanan publik yang lebih cepat dan akurat.
Investasi dalam pengembangan infrastruktur digital, sebenarnya memberikan manfaat jangka panjang bagi rakyat dan negara. Infrastruktur digital yang canggih akan meningkatkan efisiensi pelayanan publik, mengurangi biaya operasional, dan menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan aman.

Contohnya: sistem transportasi pintar dapat mengurangi kemacetan dan polusi. Investasi ini berpotensi menciptakan lapangan kerja baru dalam sektor teknologi dan mendukung pertumbuhan ekonomi melalui kemajuan industri berbasis digital. Dengan menjadi contoh bagi negara lain, Ibu Kota Negara (IKN) tidak hanya menunjukkan komitmen Indonesia terhadap modernisasi dan keberlanjutan, tetapi juga membuktikan bahwa investasi dalam teknologi dapat membawa dampak positif yang luas bagi masyarakat. Melalui pendekatan ini, Ibu Kota Negara (IKN) dapat berfungsi sebagai pusat inovasi dan kemajuan yang menginspirasi negara-negara lain untuk mengikuti jejak yang sama dalam membangun kota-kota yang lebih cerdas dan ramah lingkungan.

Namun, pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) dinilai juga berdampak negatif dengan berbagai pertimbangan oleh beberapa kalangan. Sehingga, menuai Pro dan Kontra. Apakah pemindahan IKN merupakan langkah yang tepat untuk mewujudkan tujuan diatas. Karena, dinilai tergesa-gesa dan beresiko ditengah ekonomi dan geopolitik yang belum stabil, mengingat akan terjadinya pergantian presiden ditahun 2024, Sehingga, terdapat kekhawatiran jika pembangunan akan stagnan, meskipun kerangka hukumnya jelas.

Berkaca namun tidak bisa dijadikan landasan utama dari Negara Malaysia, yang melakukan pemindahan ibukotanya dari Kuala Lumpur ke PutraJaya di selat malaka yang merupakan jalur terpenting di dunia. Karena kondisinya berbeda, Malaysia memiliki luas wilayah sekitar 330 Ribu KM2 dengan Jumlah Populasi sekitar 34 Juta Jiwa yang tersebar di 13 Negara Bagian dan 3 Negara Federal. Sementara Indonesia, memiliki luas wilayah sekitar 1.9 Juta KM2 dengan populasi sekitar 276 Juta Jiwa yang tersebar di 38 Provinsi. Untuk mencapai hal itu, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk bisa dicapai, sebagaimana Visi Indonesia Emas 2045 menjadi “Negara Nusantara yang Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan”. Disisi lain, Indonesia masih mengalami ketimpangan yang tidak seimbang baik dari sektor perekonomian, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain antar daerah yang ada di Indonesia.

Jika perpindahan Ibu Kota Negara dengan alasan pemerataan dan mengurangi beban di Jakarta. Apakah dengan memindahkan IKN merupakan solusi utama untuk mengatasi pemerataan di banyak sektor dengan jumlah provinsi sekitar 38 yang tersebar di wilayah Indonesia, kenapa tidak mengembangkan Provinsi yang sudah ada untuk pemerataan pembangunan, bukankah akan lebih efektif, dibandingkan mengembangkan Satu Ibu Kota Negara di wilayah Kalimantan. Jika pemerataan pembangunan, lapangan kerja, pendidikan, kesehatan di tiap daerah merata akan menurunkan beban yang ada di Jakarta. Sehingga hal itu, membutuhkan kajian dan pengujian lebih dalam lagi dari berbagai pihak terkait. Sehigga pembangunan IKN akan benar-akan benar-benar berdampak positif dan siginifikan atau tidak. Atau justru sebaliknya, maka akan menjadi program mega proyek jangka panjang yang sia-sia.

Alasan lain, terkait pembiayaan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN). Total anggaran yang diproyeksikan untuk Ibu Kota Negara (IKN) sebesar Rp 466 triliun dengan jumlah yang cukup besar ini dibagi ke beberapa kemungkinan pendanaan diantaranya dari: APBN Rp90,4 Triliun, korporasi/swasta Rp123,2 Triliun, KPBU Rp252,5 Triliun (DPR RI, 2023). Sementara investasi dari pihak pihak non swasta belum ada melainkan hanya sekedar Letter of Intens pernyataan komitmen. Sehingga yang dikhawatir, kekuranganya APBN juga yang akan menanggung atau sumber lain yang nantinya Negara juga yang akan menanggung. Sehingga, hal ini akan berdampak buruk terhadap sektor lain yang mendasar dan lebih penting. Oleh karena itu, pemerintah harus memiliki rencana aksi strategis dan memastikan untuk jangka panjang, dengan pendanaan yang harus benar-benar berimbang antara APBN, KPBU, Crowfunding yang pernah dilakukan oleh Negara Jepang, Korea Selatan dan beberapa Negara lainya, serta merealisasikan dengan baik Undang-Undang No 3 Tahun 2022 tentang Pendanaan untuk persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN), serta penyelenggaran Pemerintah Daerah Khusus Ibu Kota Negara.

Alasan berikutnya terkait pemindahan ibu kota provinsi ke Kalimantan berisiko terhadap rusaknya lingkungan dan ekosistem hutan, serta musnahnya flora dan fauna, karena hutan Kalimantan dianggap sebagai paru-paru dunia. Karena dampak dari pembangunan perkotaan, perumahan, pertokoan, pasar, dan lain-lain. Oleh karena itu, pemerintah harus mengkaji serta melakukan kontrol secara lebih dalam mengenai Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dengan melibatkan berbagai pihak terkait dan masyarakat benar-benar harus menjaga lingkungan tersebut menjadi kota yang ramah emisi, kaya akan biodiversitas serta menerapkan sustainability, agar kejadian yang pernah terjadi seperti Lumpur Lapindo di Sidoarjo yang banyak merugikan masyarakat dan Negara tidak terulang kembali.

Dibalik pro dan kontra pemindahan Ibu Kota Negara (IKN). Berharap, adanya pembangunan tersebut dapat memberikan dampak positif bagi Indonesia kedepanya. “Tidak ada pembangunan tanpa perdamaian dan keamanan. Sebaliknya, perdamaian dan keamanan akan percuma tanpa pembangunan”.