BATU (SurabayaPost.id) – Kota Wisata Batu yang dibanggakan, ternyata belum memiliki Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (RIPPARDA). Padahal RIPARDA itu sebagai acuan pokoknya.
Hal tersebut, disampaikan Praktisi Pariwisata yang sekaligus anggota DPRD Kota Batu, Sujono Djonet, Sabtu (17/1/2021). Menurut Praktisi Pariwisata Kota Batu yang sapaan akrabnya Djonet, adanya RIPPDA tersebut, sesuai dengan Peraturan Menteri Pariwisata, Nomor 10 Tahun 2016.
“RIPPDA Kota Batu menjadi kebutuhan dasar untuk membangun Kota Batu sebagai Kota Wisata,” katanya.
Karena, kata dia, nantinya dalam membangun kepariwisataan di Kota Batu akan lebih terarah dan dan tersistem.
“Karena didalam RIPPDA akan mengatur pembangunan kepariwisataan di daerah dengan mempertimbangkan kondisi wilayahnya,” ungkapnya.
Itu, ungkap dia, kelembagaan, prinsip dan konsep pembangunan,kebijakan dan strategi pembangunan kepariwisataan, serta rencana pengembangan kepariwisataan perwilayahan pariwisata, menurutnya itu program serta indikasi kegiatan pembangunan Kepariwisataan.
“Karena itu menjadi kebutuhan dasar untuk membangun Kota Batu sebagai Kota Wisata, yang selama ini seharusnya sudah ada sejak dulu,” paparnya.
Karena namanya induk, papar dia, di Kota Batu belum ada. Maka dari itu, ia mengaku aneh. Apalagi, terkait RIPPDA itu menjadi pegangan rencana besar seperti apa Kota Batu akan dibangun di sektor pariwisatanya.
“Ini akan berpengaruh pada tata ruang Kota. Karena pengembangan nama daerah yang akan dikembangkan semuanya ada di RIPPDA itu,” ujarnya.
Oleh karena itu, ujar dia, rencananya tahun 2021 ini bakal dibuatnya RIPPDA. Yang perlu diketahui, terkait itu,dulu pernah ada gagasan.Kendati demikian, gagasan tersebut tidak berlanjut.
“Tapi pada tahun ini, baru mau diagendakan untuk dibahas kembali dan akan dibuat kembali RIPPDA tersebut. Mekanismenya akan melibatkan para ahli dan praktisi serta semua dibidang eksekutif yang terkait,” jelasnya.
Karena, itu jelas dia, sudah jadi keputusan bersama dibahas di dewan terkait perdanya.Karena selama ini belum ada RIPPDA nya, yang semestinya pada saat berbicara perda wisata desa.
“Induknya harus RIPPDA itu. Tapi yang kemarin menggunakan induk Provinsi dan Pusat. Karena di daerah belum ada. Dan itu bukan spesifik Kota Batu, tapi menyesuaikan potensi yang ada di Kota Batu,” tegasnya.
Lantas, tegas dia, perda yang kemarin disesuaikan Batu, yang idealnya harus ada induknya.
“Dan RIPPDA nantinya bakal melibatkan orang-orang yang profesional. Dan itu dianggarkan sekitar Rp 200 juta sekian dari APBD Kota Batu,” katanya.
Dengan demikian, Djonet berharap kebutuhan dasar untuk Kota Wisata Batu ada. “Pada saat kita klaim Kota Wisata Batu sebagai kiblat pariwisata jadi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti ini harus dipenuhi. Sehingga kita tidak membangun Kota Batu ini dengan sporadis,” tuturnya.
Karena, lanjut dia, dalam membangun Kota Wisata harus terencana dan terukur potensinya.
“Potensi akan kita, potensi sumber daya alamnya, sumber daya manusia dan kultur nya seperti ini.Maka dengan RIPPDA itu nanti.Disini di pegunungan dan pertanian, dan jasa lingkungan.Maka bagaimana pada lingkungan kita,”katanya.
Jadi, kata dia, tidak akan ada lagi istilah hidup di ketinggian, tapi masih ada banjir. Seperti halnya, yang kemarin terjadinya banjir.Menurut Djonet, karena tidak terpetakan potensi – potensinya.
“Dimana yang semestinya dilindungi sumber mata air. Sehingga tidak sampai kesana karena tidak ada rencananya dan tidak tahu bagaimana potensi yang ada. Yang mestinya kita lindungi potensi kita yang dibanggakan, dan kita sayangi itu malah tidak muncul,” serunya.
Yang mana, seru dia, selama ini cukup bangga dengan Kota Wisata Batu, tapi menurut dia, wisatanya bukan karena suksesnya pemerintah.
“Tapi karena suksesnya swasta.Ini yang menjadi keprihatinan kita.Padahal potensi kita besar dan anggaran kita ada.Jadi kasihan anggaran untuk berkarya demi masyarakat dengan syarat pemberdayaan itu belum kita lakukan,” timpalnya ( Gus )
Leave a Reply