MALANG (SurabayaPost.id) – Balai Besar Pengembangan Penjaminan Mutu Pendidikan Vokasi Bidang Otomotif dan Elektronika (BBPPMPV BOE) Malang menggelar Diklat Terapan Vokasi Adaptif. Diklat yang pertama kali di Indonesia itu diikuti 60 guru SMK dari 11 provinsi.
Hal tersebut diakui Plt Direktur BBPPMPV BOE Malang, Dr Ir Abdul Rochim MM di kampus setempat, Jumat (4/6/2021). Dia menjelaskan para guru SMK yang ikut Diklat tersebut berasal dari belasan provinsi.
Dia sebutkan seperti dari SMK yang ada di daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Tengah, Jawa Timur. Selain itu, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat.
Selama mengikuti Diklat, kata dia, mereka harus menjalani protokol kesehatan (Prokes) Covid-19 dengan ketat. “Tiap peserta tinggal satu kamar, meski sebenarnya bisa untuk dua orang selama Diklat,” kata Dr Ir Abdul Rochim MM.
Abdul Rochim menjelaskan bahwa Diklat terapan vokasi bagi guru adaptif SMK ini didasari adanya permasalahan yang dihadapi para guru. Menurut dia, selama ini, guru SMK adaptif kurang memahami bagaimana tentang hubungan antara mata pelajaran adaptif dan produktif.
Itu karena, kata dia, guru mata pelajaran seperti matematika, kimia, fisika dan bahasa Inggris tidak bersifat terapan. Mereka mengajarkan materi tersebut bersifat teoritis semata.
Padahal, lanjut dia, siswa vokasi itu butuh ilmu yang berkaitan dengan Mapel tersebut bersifat terapan. Berdasarkan realitas tersebut banyak guru kesulitan menghubungkan materi pelajaran adaptif dengan mata pelajaran produktif.
“Guru Adaptif ini adalah guru fisika, guru kimia, guru matematika dan guru bahasa Inggris. Nah posisi ini kita sinkronisasi antara adaptif itu menjadi produktif,” jelas dia.
Lantas dia memberikan contoh guru bahasa Inggris yang dilatih dalam bidang konstruksi. Guru tersebut dimasukkan kelas konstruksi.
Itu, lanjut dia, agar guru Bahasa Inggris tersebut bisa menerjemahkan bahasa asing itu secara benar untuk Mapel produktif itu. “Jadi mata pelajaran ini diterapkan langsung pada kejuruan khusus konstruksi itu di lapangan,” jelasnya.
Begitu juga mata pelajaran adaptif lainnya. Misalnya, matematika, kimia, fisika. Para guru di masing-masing Mapel yang ikut Diklat ini dituntut untuk bisa menerapkan ilmunya menjadi produktif kala mengajar.
“Misalnya, guru matematika. Dia diharapkan tidak hanya mengajar teori lagi. Namun menerapkan matematika itu pada pengerjaan konstruksi. Nah, mengukur secara matematika itu nanti harus dipakai langsung saat pengerjaan konstruksi tersebut,” tandas dia.
Makanya, kata dia, dalam Diklat itu diajar dan dibimbing langsung dosen yang kompeten. Yakni para Widyaswara selama dua minggu.
Hal itu, kata dia, dimulai tanggal 2 Juni 20021 sampai tanggal 12 Juni 2001. Tepatnya selama 10 hari penuh.
Dia menjelaskan, para guru adaptif itu selama mengikuti proses Diklat menggunakan dua model pendekatan. Di antaranya model mono program keahlian dan model multi program keahlian.
Program itu menurut dia, didesain dengan perbandingan khusus. Yakni, 16 sampai 30 persen teori dan 70 sampai 84 persen praktek.
Masing-masing guru Adaptif itu kata dia, mendapatkan materi yang beragam. Misalnya, guru matematika dan fisika, mereka juga mendapatkan mengenai praktek teknik konstruksi dan properti.
Lalu kata dia, teknik mesin dan listrik, teknik otomotif hingga teknik informatika maupun beberapa materi lain. Hal itu pun juga berlaku untuk guru Kimia dan bahasa Inggris.
Model semacam itu diyakini dia bakal mampu mendesain kompetensi guru adaptif SMK itu menjadi guru produktif. Sebab, dengan adanya Diklat ini, menurutnya akan memperluas wawasan dan pengetahuan praktis bagi para guru SMK.
Para guru yang mengampu mata pelajaran adaptif khususnya di bidang Matematika, Fisika, Kimia dan bahasa Inggris bakal menjadi guru produktif. Alasannya dengan hal tersebut mereka dapat mengaplikasikan langsung pembelajarannya dengan penerapan pengetahuan adaptif dalam terapan vokasi.
“Karena itu kompetisi guru akan meningkat. Mereka lebih implementatif. Ketika pulang mereka sudah bisa menerapkan pembelajaran yang berbasis terapan. Itu tentu akan berimbas pada siswa didiknya. Sehingga mereka tidak hanya teori saja, namun lebih pada ke dunia kerja,” tandasnya.
Optimisme Abdul Rochim selaku Plt Direktur BBPPMPV BOE Malang itu diamini peserta Diklat asal NTT. Dia adalah Andrianus Ngongo, guru SMKN 2 Kupang, NTT.
Menurut dia, materi Diklat yang diterima sangat luar biasa. Sebab siswa SMK yang belajar matematika, fisika, kimia dan bahasa Inggris langsung menerapkan pada mata pelajaran produktif. Sehingga menjadi ilmu terapan.
“Jadi guru SMK adaptif nanti harus mengajar mata pelajaran yang diampuh menjadi ilmu vokasi terapan. Kami yang nanti bakal dapat sertifikasi usai Diklat bakal memiliki kemampuan yang sama dengan guru SMK produktif. Itu golnya,” tandas dia. (Lil)
Leave a Reply