BATU (SurabayaPost.id) – Produksi apel dianggap sudah tidak bisa mendongkrak perekonomian petani di Kota Batu . Pelaku usaha bisnis apel dan petani , M Didik Subiyanto, yang notabene selaku angota DPRD Kota Batu, politisi PKB , Selasa ( 1/12/2021 mengaku memilih beralih bisnis ke jeruk karena lebih menjanjikan.
Menurut Subiyanto, lahannya seluas 20 hektar yang ada di Daerah Kabupaten Malang, dan lahan mitra petani yang ada wilayah Kota Batu seluas 10 hektar dari tanaman buah apel dirombak jadi tanaman Jeruk Siyem Madu.
” Kami terjun sebagai petani apel dan pedagang apel sejak tahun 1990 an.Sekitar tahun 2010 silam satu pohon apel bisa menghasilkan sekitar 30 sampai 50 kg.Kalau sekarang terbalik dari modal Rp 1 juta, ketika panen modalnya kembali sekitar Rp 300 ribu saja sudah baik,” kata Subiyanto.
Alasannya, kata dia, karena satu jenis obat saja untuk merawat pohon apel sekarang harganya mahal. “Dulu harga salah satu jenis obat apel hanya Rp 95 ribu, sekarang seharga Rp 125 ribu.Disini kami lebih memilih ke jeruk.Selain harga apel sudah hancur biaya perawatannya juga mahal,” ngakunya.
Dengan begitu, ia mengaku lahannya seluas 20 hektar yang ada di Nongko Jajar, Kabupaten Malang
dirombak total alihfungsi pada jeruk siyem madu, termasuk milik petani mitra kerjanya di Kota Batu, seluas 10 hektar.
” Dengan modal Rp 100 juta, kalau sudah umur 3 tahun keatas penghasilannya jeruk per pohon mencapai sekitar 50 kg.Dengan biaya perawatan murah per pohonnya sekitar Rp 100 ribu dalam setahun,” ungkapnya.
Lantas, ungkap dia, harga jeruk stabil.Dari bulan 1 kemarin sampai sekarang menurutnya harga jeruk diatas Rp 10 ribu.Dengan demikian, pihaknya bisa bercerita , lantaran pelaku bisnis jeruk dan hasilnya sudah dirasakan.
” Saya berharap khususnya pemerintah melalui Dinas Pertanian Kota Batu, supaya alih fungsi petani apel ke jeruk ini didukung penuh,” ungkapnya.Saat disinggung ketika petani apel Kota Batu beralih pada petani jeruk semua, dan bagaimana ikon Kota Batu yang dijuluki sebagai Kota Apel.Politisi PKB ini, mengaku.
” Sebetulnya tidak masalah.Kalau kita bertahan ke ikon tapi masyarakat petani apel terpuruk
apa artinya ikon itu,” kata dia.Itu, kata dia, petani beralih ketanaman jeruk,menurutnya karena masyarakat sudah bisa menikmati hasilnya. ” Ketika kita mau jujur, sebelum ada apel pada jaman Belanda dulu, jeruk sudah ada di daerah Junggo Batu. Makanya jeruk disitu dinanakan Jeruk Keprok Punten,”tegasnya.
Yang perlu ditegaskan lagi, kata dia, tanaman
pohon apel di Kota Batu sudah tidak memungkinkan.Alasannya karena sudah tidak cocok lagi ditanam di batu.Selain itu, menurut dia, perawatan apel minimal 2 sampai 3 kali dalam sepekan.
“Dengan cara disemprot.Itupun tidak bisa menggunakan obat yang harganya murah.Obat yang digunakan harus yang paling mahal dan terbaik.Kemudian tantangan yang kedua karena iklim,” ujarnya.
Terlebih, ujar dia, kalau terkena hujan apel menurutnya tidak bakal panen.Beda dengan tanaman jeruk.Jeruk justru kalau musim hujan akan lebih berkembang karena membutuhkan air.
Untuk itu, produksi apel sekarang menurut dia, dalam satu pohon rata- rata hasilnya sekitar 5 sampai 10 kg.
” Apalagi, usia pohon apelnya kalau tidak ada regenerasi rata – rata usianya 40 tahun. Terlebih, pohon yang sudah tua butuh perawatan ekstra dan pengobatannya juga,” katanya.Darisebab itu, ia tidak menyalahkan petani karena dengan alih fungsi mereka.
” Ini, perbandingan biaya merawat apel ke jeruk. Satu hektar lahan tanaman apel sekitar sejumlah 1000 pohon .Minimal biayanya sekitar Rp 100 juta.Sekarang ini harga apel hanya Rp 4 ribu perkilo.Dalam satu hektar lahan tidak mungkin sekarang bisa menghailkan 10 atau 20 ton,” tandasnya..
Maksimal , tandas dia, hanya menghasilkan 5 sampai 7 ton saja.Kalau harganya perkilo Rp 5 ribu, menurutnya setiap panen petani bakal merugi sekitar Rp 50 sampai 60 juta.
” Kalau petani jeruk, per 1000 pohon biaya perawatannya hanya Rp 100 ribu per pohon.Kalau punya 1000 pohon berarti biayanya hanya Rp100 juta pertahun.Hasil panennya per pohon sekitar 30 sampai 50 kg. Kalau harga jeruk perkilonya
Rp 10 ribu saja. sudah menghasilkan sebesar Rp 700 juta .Artinya biaya perawatannya jeruk lebih murah dan harganya lebih mahal daripada buah apel.Terlebih lagi, terang dia, kalau tanahnya tidak menyewa.Karena, kata dia, rata – rata per pohon jeruk bisa menghasilkan sekitar Rp 600 sampai Rp 900 ribu setiap panen.
” Dalam satu hektar lahan, kalau ada sejumlah 1000 pohon, sudah bisa dipastikan bisa menghasilan ratusan juta.Dan jeruk, mulai ditanam hingga berbuah membutuhkan waktu hanya selama 3 tahun, selanjutnya setiap 6 bulan panennya.Kalau apel, mulai menanam buahnya masih menunggu selama 6 tahun,” jelasnya.Itu saja, kata dia, produksinya setiap pohon hanya 6 sampai 10 kg.
“Dengan situasi dan kondisi petani apel seperti ini, kami harap dinas terkait berani memanfaatkan ke jeruk untuk meningkat perekonomian petani Kota Batu. (Gus)
Leave a Reply