SURABAYA (SurabayaPost.id) – Sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan terdakwa ER, dalam kasus dugaan gratifikasi, kembali digelar di Ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Surabaya. Sidang dipimpin Ketua majelis hakim, I Ketut Suarta, SH, MH, Kamis (31/3/2022). Sidang selanjutnya akan digelar dua pekan mendatang dengan agenda tuntutan.
Hal ini dikatakan Ferdy Risky Adilya, SH, MH, C.L.A, selaku Kuasa Hukum terdakwa ER, Kamis (31/3/2022).
“Ini agenda keterangan terdakwa yang terakhir, dan hari ini sudah selesai agenda pemeriksaan keterangan terdakwa, selanjutnya masuk agenda sidang tuntutan,” kata Ferdy usai persidangan.
Selanjutnya, kata dia, keterangan tadi, banyak seperti keterangan terdakwa pada pemeriksaan sebelumnya.
“Di konfrontir lagi hasil fakta – fakta yang pernah dihadirkan, dan masih belum menemukan fakta atau bukti – bukti baru yang bisa mengkhawatirkan pada kami,” ungkapnya.
Lantas, ungkap dia, apa yang dibantah oleh terdakwa, menurut Ferdy bukan masuk dalam tanda kutip.
“Pak Eddy, bukan masuk dalam tanda kutip membantah.Tapi itu sesuai hasil dipersidangan. Jadi keterangan terdakwa sudah sesuai.
Karena dalam persidangan ini mencari persesuaian antara satu dan yang lain termasuk keterangan saksi dan sebagainya,” ungkap dia.
Keterangan terdakwa seperti itu, lanjut dia, sesuai apa yang diketahui, dan yang dialami. Termasuk secara tidak sengaja, disebut dia, bersamaan dengan keterangan sejumlah saksi yang pernah dihadirkan dipersidangan.
“Keterangan itu terkait perkara terdakwa.Terdakwa sendiri tentunya apa yang disampaikan harusnya mengatakan yang sebenarnya,” paparnya.
Karena, papar dia, itu bisa meringankan. Kalau dilihat, pihaknya meyakini itu bakal meringankan.
“Karena tidak berkaitan dengan surat dakwaan yang disangkakan kepada terdakwa pernah merima uang dari pengusaha – pengusaha,” terangnya.
Apalagi, terang dia, di fakta persidangan mayoritas pinjam meminjam. “Mayoritas dalam pemeriksaan perkara ini terbukti minjam meminjam. Jadi itu harus kita pisahkan mana yang perbuatan melawan hukum, yang mana
selaku Wali Kota, dan mana selaku masyarakat biasa,” jelasnya.
Itu, jelas dia, seyogianya pernah melakukan pinjam meminjam uang. Seperti halnya, menurut Ferdy yang dikatakan majelis hakim, dan jaksa, bahwa juga pernah melakukan meminjam uang.
“Jadi semua ini ada hikmahnya pada saat melakukan perbuatan melawan hukum, itu ada beberapa hal yang harus dipisahkan. Pada saat kita melakukan sebagai pekerjaan kita sebagai Wali Kota atau sebagai pribadi,” tegasnya.
Misalnya, tegas dia, terkait dengan perkara yang pertama, terdakwa dijerat Pasal 12 a, Junto Pasal 11, Kalau sekarang 12 B, Junto Pasal 11.
“Apa yang disampaikan Pak Eddy itu tentunya sudah terungkap sesuai dengan fakta yang kemarin.
Misalnya Paul Sastro, dan beberapa lagi, itu diminta oleh majelis hakim terkait dengan buktinya. Memang tidak ada bukti perjanjiannya, tapikan bukti transfer, dan pengirimannya juga ada,” lanjutnya.
“Kemarin mereka buktinya membawa.Termasuk Paul Sastro membawa, dan berulang kali sidang disini. Pak Sastro, bawa, Pak Dodok dan siapa lagi juga bawa saat itu,” katanya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Andri Lesma, SH, MH, menyebut terdakwa ER, punya hak ingkar, dan pihaknya tidak bisa memaksa.
“Terdakwa kan punya hak ingkar. Kita kan juga tidak bisa memaksakan, tapi kita bisa menilai terkait keterangan terdakwa yang didukung dengan keterangan yang lain,” kata Andri.
Itu, kata dia, terdiri dari keterangan saksi – saksi. Selain itu, menurut Andri juga didukung dengan alat bukti yang lain.
“Seperti rekening, di WhatsApp kita kan bisa menilai, dan itu kalau terdakwa tidak mengakui menjadi hal – hal yang memberatkan terdakwa di pertimbangan kami dalam tuntutan,” ungkapnya.
Demikian, ungkap dia, dalam pembuktian persidangan Andri telah melakukan pasal gratifikasi 12 B.
“Kita akan melakukan pasal gratifikasi 12 B, besar.12 B besar sebenarnya yang harus membuktikan kan terdakwa sendiri bukannya kami. Kami hanya menanyakan terdakwa, menerima uang sekian – sekiannya,” tegasnya.
Lantas, tambah dia, terdakwa selalu mengatakan pinjam meminjam uang, atau piutang.Tapi tidak bisa membuktikan hubungan minjam – meminjam. Selain itu, juga bertentangan dengan keterangan saksi yang lain,” kata Andri.
Padahal, menurut dia, saksi mengaku tidak pernah memberikan pinjaman. Dan saksi, menurutnya mengasikan uang untuk pengajuan izin, termasuk pengajuan proyek.
Ketika ditanya lagi, terkait pasal gratifikasi, apakah yang meminjamkan uang juga bisa dijadikan tersangka?
“Gratifikasi gak ada kalau yang memberi bisa dikenakan. Penerima yang kena. Kecuali suap menyuap seperti kasus terdakwa yang pertama kan suap menyuap,” jelas dia.
Yang ini, kata dia, gratifikasi yang didakwakan sekitar Rp 40 miliar sekian. Meski begitu, Andri akan menghitung lagi.
“Nanti kita hitung lagi secara riil fakta persidangan seperti apa,” ujarnya.
Ketika disinggung terkait alat bukti terdakwa yang ada di JPU apa saja? Andri menyebut ada ratusan alat bukti.
“Ya ratusan bukti tadi.Tapi dia kan gak ngakui. Rekening, dan uang masuk seperti itu.Termasuk pembelian tanah kan ada.Tadi bukti penerimaan uang masuk dikatakan terdakwa tidak mengetahui. Sedangkan ungkap dia, Notaris nya Roi, yang dipakai dari dulu,” tambahnya.
Saat disinggung, apakah nantinya bakal menetapkan tersangka baru?
“Kita lihat nanti sejauh mana dan perkembangannya seperti apa. Kita lihat apa nanti Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) nya kita bisa ajukan lagi. Inikan TPPU nya belum,” katanya.
Makanya, kata dia, kenapa TPPU nya belum, menurutnya, karena ingin memaksimalkan aset – aset terdakwa.
“Aset – aset beliaunya kita cari dulu kalau ada laporan juga dari penyelidikan atau penyidik,
jadi seperti apa. Kan banyak perkara lain, seperti di Tulungagung sekarang baru naik TPPU nya,” bebernya.
Lantas, beber dia, karena pemeriksaan terdakwa sudah selesai. “Sehingga Majelis Hakim memberi waktu dua pekan untuk sidang penuntutan,” timpalnya . (gus/jun)
Leave a Reply