MALANGKOTA (SurabayaPost.id) – Pemerintah Kota (Pemkot) Malang melalui
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud), terus berkomitmen dalam menghadirkan pelayanan publik yang optimal dan inklusif, terutama untuk siswa berkebutuhan khusus.
Komitmen tersebut diwujudkan Disdikbud Kota Malang dalam dua inovasi, yaitu Sinau Mandiri Bersama Anak Satwimaba Istimewa (Simba Asia) di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 dan Layanan Siswa Istimewa Galas Berwirausaha (Nasi Tiga Beras) di SMP Negeri 13.
Kedua inovasi pembelajaran tersebut menjawab kebutuhan akan pembelajaran diferensiasi untuk siswa istimewa. Dengan mengacu pada kurikulum nasional Merdeka Belajar, metode Simba Asia dan Nasi Tiga Beras bertujuan untuk melayani anak-anak dengan kebutuhan khusus agar mereka dapat berkembang secara optimal.
Inovasi tersebut mencerminkan semangat pendidikan inklusif dari Merdeka Belajar, dengan fokus pada penciptaan pembelajaran berkualitas yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing siswa.
Kepala SMP Negeri 2 Kota Malang, Riatiningsih menjelaskan bahwa inovasi Simba Asia mulai diterapkan pada 2023. Setelah melakukan asesmen, kata dia, pihak sekolah mengidentifikasi 17 siswa istimewa yang memerlukan pendampingan khusus.
Siswa-siswi ini memiliki berbagai kebutuhan, termasuk tunagrahita, slow learner, gangguan belajar spesifik, intellectual disability, dan underachiever. “Akibatnya, mereka menghadapi hambatan akademis dan mental, sehingga belum dapat mandiri dan menguasai keterampilan hidup yang diperlukan,” ujar Ria dilansir dari laman resmi Pemerintah Kota Malang, Selasa (30/07/2024).
Menurutnya, inovasi Simba Asia hadir untuk memfasilitasi dan mengoptimalkan potensi siswa istimewa melalui pembelajaran berdiferensiasi dan bermakna, guna membantu mereka menjadi pribadi yang mandiri.
Dirinya menambahkan, bahwa program tersebut menerapkan dua pendekatan utama, yaitu pembekalan kemandirian dan peran Sahabat Siswa. Dalam pembekalan kemandirian, siswa istimewa dilatih untuk melakukan aktivitas yang dianggap sederhana oleh orang biasa, namun mungkin sulit bagi mereka, seperti memasang kancing, menjahit, menggoreng telur, dan menyetrika.
“Kami melatih keterampilan sehari-hari agar mereka bisa lebih mandiri,” jelasnya.
Sementara itu, Sahabat Siswa adalah pendekatan kedua yang melibatkan siswa reguler untuk mendampingi rekan-rekan mereka yang berkebutuhan khusus. Mereka direkrut tanpa mengetahui siapa siswa istimewa yang akan mereka dampingi.
“Sahabat Siswa membantu dalam proses adaptasi sosial dan akademis. Mereka mendampingi teman-teman yang biasanya menyendiri, malu, atau sering di-bully,” tuturnya.
Ia menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan materi pembelajaran antara siswa inklusi dan reguler secara umum. Namun, dalam Simba Asia diterapkan prinsip penyesuaian, penyederhanaan, penghilangan, dan penggantian (4P) untuk diferensiasi pembelajaran.
“Tujuan pembelajaran tetap sama, tetapi cara penyampaiannya dan penilaiannya disesuaikan dengan kebutuhan siswa, serta diberi pendampingan tambahan,” jelas Ria.
Pada awal penerapan program, lanjut dia, sekolah menghadapi tantangan dalam meyakinkan beberapa orang tua siswa mengenai pentingnya inklusi. Namun, setelah terus memberikan penjelasan, dukungan dari orangtua meningkat.
Hasilnya, setelah penerapan Simba Asia, 82 persen siswa istimewa kini mencapai rata-rata nilai akademik di atas 80. Padahal sebelum program hanya 20 persen siswa istimewa yang nilainya di atas 80 Selain itu, persentase guru yang mampu menerapkan pembelajaran diferensiasi meningkat drastis dari 15 persen menjadi 73 persen.
Sementara itu, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum dan Guru BK SMPN 13 Kota Malang, Sinthian Susan menjelaskan bahwa gagasan inovasi Nasi Tiga Beras sudah ada sejak 2022.
“Nasi Tiga Beras adalah sebuah program pembelajaran kontekstual dan kewirausahaan yang dirancang khusus untuk siswa dengan kebutuhan istimewa,” ucapnya.
Program tersebut, lanjut Sinthian, tidak hanya mengajarkan materi terkait kewirausahaan, tetapi juga melatih siswa untuk memproduksi barang, seperti keterampilan membuat telur asin dan beternak ayam ras.
Ia menjelaskan bahwa program tersebut bertujuan untuk membangun kepercayaan diri siswa inklusi dan memberikan mereka kesempatan untuk mengembangkan potensi diri.
Menurutnya, setiap siswa memiliki potensi di bidangnya masing-masing dan berhak mendapatkan pendidikan tanpa perbedaan. Dengan menggunakan asesmen diagnostik non-kognitif berupa tes psikologi serta identifikasi bakat dan minat.
“Kami mengembangkan program Nasi Tiga Beras untuk menggali potensi kewirausahaan siswa inklusi dan kami berharap keistimewaan mereka tidak menjadi penghalang, melainkan dorongan untuk lebih inovatif dan percaya diri, terutama dalam bidang kewirausahaan,” sambungnya.
Ditempat yang sama, Kepala Disdikbud Kota Malang Suwarjana menyampaikan bahwa saat ini banyak siswa istimewa yang belajar di sekolah reguler. Meski ada keterbatasan dalam jumlah guru pendamping khusus (GPK), pihaknya tetap berkomitmen untuk memberikan pelayanan yang setara bagi semua siswa.
“Hal ini menuntut kreativitas dari sekolah dan guru agar siswa istimewa juga mendapatkan layanan pendidikan yang layak,” tutur Suwarjana.
Pria ramah tersebut menambahkan, bahwa Simba Asia dan Nasi Tiga Beras merupakan hasil adaptasi dari inovasi Belajar Menarik Bersama Siswa Istimewa (Jarik Ma’Siti) yang dikembangkan oleh SMPN 10 Kota Malang. Inovasi tersebut telah menerima penghargaan sebagai Top 45 Inovasi Pelayanan Publik Klaster Pemerintah Kota Tahun 2023 dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).
*Kami tidak bisa menolak siswa istimewa, jadi kami harus tetap menerima dan mengajarnya. Meskipun kami kekurangan GPK—kebanyakan dari mereka bukan berlatar belakang strata 1 (S1) Pendidikan, melainkan Psikologi—kami tetap berusaha melayani anak berkebutuhan khusus,” imbuh Suwarjana.
“Alhamdulillah, guru-guru di Kota Malang sangat berdedikasi dan mampu berinovasi dengan metode pembelajaran diferensiasi, seperti Jarik Ma’Siti, Simba Asia, dan Nasi Tiga Beras,” tandasnya.
Dengan inovasi tersebut, Penjabat (Pj) Wali Kota Malang, Wahyu Hidayat memberikan dukungan penuh terhadap berbagai inovasi yang dikembangkan sekolah untuk memfasilitasi siswa istimewa agar mendapatkan pendidikan yang layak dan setara.
“Saya berharap inovasi ini dapat berkembang dan mendapat apresiasi lebih lanjut. Selain itu, saya juga berharap agar siswa istimewa menerima layanan dan pendidikan dengan kualitas yang setara dengan siswa reguler. Semua ini mendukung terwujudnya Indonesia Emas 2045,” ujarnya.
Kebanggaan semakin meningkat karena inovasi Simba Asia dan Nasi Tiga Beras telah mengantarkan Pemkot Malang meraih apresiasi dari Kemenpan-RB.
Dalam Pemantauan Keberlanjutan dan Replikasi Inovasi (PKRI) Pelayanan Publik 2024, kedua inovasi tersebut masuk 5 Terbaik Inovasi Kelompok Replikasi Inovasi Kluster Kota, yang diumumkan pada Senin (29/7/2024).
Selain itu, dua inovasi lain yang juga diajukan dalam PKRI telah mengikuti tahap presentasi serta wawancara. Dua Inovasi itu adalah Belajar Menyenangkan Bersama Siswa Spesial (Benang Mass) dari SMPN 3 Kota Malang dan Spenturo Ramah Inklusi (Serasi) dari SMPN 20 Kota Malang. Simba Asia merupakan salah satu contoh layanan publik inklusif yang telah menjadi bagian dari proses bisnis tetap di Kota Malang.
Pemkot Malang terus berkomitmen untuk menciptakan ekosistem inklusif yang berkelanjutan melalui berbagai inovasi layanan publik, seperti Belajar Menarik Bersama Siswa Istimewa (Jarik Ma’Siti), Braille Eticket and Extraordinary Access for Visual Disabilities (BREXIT), layanan pojok braille perpustakaan, dokumen kependudukan braille, serta layanan inklusi braille (Libra) untuk berbagai perizinan. (**)