MALANG (SurabayaPost.id) – Kepala Polresta Malang Kota, Kombes Pol Leonardus Simarmata membentuk tim Singo Arema Police. Tujuannya untuk membekuk para pelaku Curanmor.
Tujuan itu membuahkan hasil. Buktinya, empat tersangka komplotan spesialis curanmor yang telah beraksi di 20 tempat perkara kejadian (TKP) berhasil diringkus. Tim yang terbentuk pada Januari 2020 lalu itu juga berhasil menyita tujuh sepeda motor.
Wakapolresta Malang Kota, AKBP Setyo Koes Heriyanto mengakui hal tersebut, Kamis (6/2/2020). Dia menyatakan dalam proses penangkapan, dua tersangka M dan DS harus ditembak di kakinya, karena melawan petugas.
“Ada dua orang yaitu M dan DS yang biasanya beraksi di wilayah Kecamatan Sukun dan Kecamatan Kedungkandang. Lalu S dan IS sebagai penadah. Mereka semuanya tinggal di Malang Kabupaten. Jadi ada tindakan terukur dari petugas karena pelaku melawan waktu diamankan,” ungkapnya saat Press Rilis di Mapolresta Malang Kota.
Ia menjelaskan, para pelaku spesialis ini tak butuh waktu lama untuk merusak kendaraan bermotor korbannya. Dalam hitungan detik, pelaku bisa membawa kabur kendaraan incarannya itu. Apalagi, mereka beraksi bersama-sama.
“Modusnya, kedua pelaku berboncengan mencari korban dengan mengamati sekitarnya, ketika melihat situasi aman, satu orang mengawasi, satu lagi yang melancarkan aksi. Hitungan detik motor dapat dibawa, pelaku menggunakan sarana kunci T, dan anak kunci yang lainnya untuk menyesuaikan lubang kunci sepeda motor yang diincar,” imbuhnya.
Dari perbuatan yang dilakukan itu, tersangka dijerat dengan pasal 363 KUHP dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara. Sedangkan, untuk penadahnya dikenai pasal 480 KUHP dengan ancaman hukuman 4 tahun penjara.
“Kami juga sampaikan kepada pemilik kendaraan bermotor, yang merasa kendaraannya hilang akibat tindak pidana pencurian bermotor, silahkan datang ke Mapolresta untuk mengecek apakah kendaraan tersebut milik mereka,” tandasnya.
Sementara itu, salah satu tersangka M mengaku jika motor curiannya dijual ke penadah dengan harga paling mahal Rp 2,5 juta. Hasil penjualan itu dipakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, lantaran selama ini ia tidak memiliki pekerjaan.
“Paling mahal saya jual Rp 2,5 juta. Kalau keluaran 2015 itu cuma Rp 2,2 juta. Saya jual ke penadah yang sama. Uangnya ya untuk dipakai kebutuhan sehari-hari, saya nggak kerja,” tutur pria yang telah tiga kali masuk penjara tersebut. (lil).
Leave a Reply