GRESIK–Warga bantaran Kali Lamong di wilayah Gresik Selatan ‘korban’ permanen ketidak pedulian pemerintah terhadap pendangkalan anak Sungai Bengawan Solo itu. Selama puluhan tahun dan sudah berganti-ganti pemimpin mereka hanya ‘makan’ janji-janji normalisasi yang tidak pernah terbukti.
“Banjir seolah menjadi ‘berkah’ bagi mereka yang sedang memangku kebijakan dan kepentingan. Banjir hanya menjadi panggung sandiwara untuk sebuah pelanggengan jabatan tertentu dan panggung sandiwara politik mereka. Bantuan mie instan bertebaran, demi ‘panggung gembira’ bernama ‘banjir’ menahun yang turun temurun,” ungkap Choirum Anam Ketua LSM Informasi Dari Rakyat (IDR), Rabu (16/1).
Saat banjir meluap, tandas Anam, mereka berduyun-duyun kejar tayang publikasi untuk citra politik karir jabatan mereka. Mumpung banjir datang. Ironi sekali, hingga saat ini korban banjir belum sepenuhnya sadar dibalik kepedulian mereka. Yang dibutuhkan mereka yang sebenarnya bukanlah mie instan atau sekedar baju bekas. Tetapi adalah peng-akhiran banjir yang telah membuat mereka rugi materiel maupun kerugian nyawa. Dan bertahun tahun mereka selalu berdiri dibawah panggung penderitaan bernama ‘panggung banjir’.
Para ‘penikmat panggung banjir’ hingga hari ini masih meributkan dan saling lempar bola liar, siapa yang berwenang mengakhiri banjir yang setiap tahun menyiksa warga Gresik Selatan dihadapan mereka ?. Dan sampai hari ini masalahnya belum terjawab atau bahkan kabur siapa yang paling bertanggungjawab ?.
“Mereka hanya lantang berjanji saat hendak merebut kekuasaan. Setelah kekuasaan telah didapat mendadak mengidap penyakit pikun alias lupa jika mereka pernah berjanji. Jika ditagih, ia berkelit : ‘ini bukan kewenangan daerah, tetapi kewenangan BBWS’. Padahal banjir bertahun tahun menghajar warga, sedangkan mereka hanya sibuk bersandiwara. Kapan sebenarnya mereka bekerja untuk rakyat ?,” tuturnya.
Anam mengumpamakan, banjir seperti hanya untuk mengibarkan iba yang sebenarnya adalah kepura-puraan diatas penderitaan masyarakat korban banjir. Hanya mie instan yang pasti hadir ditengah tengah korban banjir. Tetapi kepastian hukum dan regulasi penuntasan banjir hanya diujung bibir. Mereka lihai bersilat lidah meski hanya berbekal mie instan yang dibagikan korban banjir dari uang negara yang didapat dari urunan rakyat melalui pungutan pajak. Korban banjir hanya di iming-imingi regulasi basi.
“Pajak, rakyat di uber-uber. Iuran BPJS wajib bayar. Pelayanan kesehatan tidak menjanjikan. Tetapi jika telat, apalagi tidak membayar, ancamannya membuat spot jantung. Betapa banyak kerugian masyarakat dengan semuanya itu. Banjir kerap meluluh lantakkan properti rumah, perikanan, pertanian bahkan nyawa mereka,” urainya.
Menurut data dari BPBD yang disampaikan oleh Tarso Sagito dalam acara dialog normalisasi Kali Lamong yang di inisiasi oleh DPRF Gresik dan sejumlah wartawan si Hotel Pesonna pada akhir tahun 2020, dalam sekali banjir, kerugian materiel mencapai Rp87 miliar. “Itu dalam sekali banjir. Padahal dalm satu musim hujan (satu tahun) hujan dengan insentitas tinggi bisa dua hingga tiga kali. Kita tinggal hirung saja, berapa kali hujan turun dari hulu saja. Artinya bisa banjir dua hingga tiga kali,” itu yang diungkapkan Tarso yang juga Kepala BPBD Kabupaten Gresik ini.
Belum lagi, ujar Tarso soal korban nyawa. Karena setiap banjir Kali Lamong menerjang bisa dipastikan ada korban nyawa. Semoga tahun ini tidak ada korban dan bahkan tak ada banjir lagi. “Insya Allah banjir tahun ini tak sebesar tahun lalu. Karena curah hujan dari hulu perkiraan rendah,” tutur Tarso.
Wakil Ketua DPRD Gresik Ahmad Nurhamim mengklaim sudah melakukan berbagai upaya untuk mendorong Pemerintah Kabupaten Gresik agar penanganan banjir Kali Lamong segera dilakukan. Sebab menurut pria yang akrab dipanggil Anha ini regulasi penanganan banjir jelas. Bahkan dalam sebuah pakta integritas tahun 2012 antara BBWS dan Pemerintah Gresik yang intinya adalah BBWS berwenang membangun fisik dan pengerukan akibat pendangkalan. Sedangkan, Pemerintah daerah membebaskan lahannya untuk pelebaran Kali Lamong agar menampung guyuran air dari hulu yang setiap tahun durasi dan kubikasi airnya terus meningkat akibat curah hujan tinggi dan penggundulan hutan kian menggila. “Coba kita buka lagi itu. Tugas kami mendorong, eksekutif sebagai eksekutornya,” pungkas Anha.
Leave a Reply