Berita Siswi SD Buta Citrakan Pendidikan di Gresik Buruk : Hasil MRI SAH Tidak Buta

GRESIK (SurabayaPost.id)—Hasil Magnetic Resonance Imaging (MRI) RS Primasatya Husada Citra (PHC) Surabaya mengandaskan protes Samsul Maarif yang mengklaim anaknya berinisial SAH buta akibat dicolok tusuk penthol bakso oleh kakak kelasnya di SDN 236 Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Tidak ada tanda-tanda anak Sekretaris Desa (Sekdes) itu mengalami kebutaan dan perundungan seperti kabar dalam seminggu terakhir ini.

Hasil MRI diumumkan oleh Mapolres Gresik yang dibadiri Bupati Gresik Fandi Akhmad Yani, Wakil Bupati Gresik Aminatun Habibah dan Kepala Kejaksaan Negeri Gresik, Nana Riana. Pejabat utama di jajaran Forkopimda itu mendengarkan langsung paparan konstruksi hukum kasus yang viral seantero Indonesia itu berdasarkan hasil MRI oleh Kapolres Gresik AKBP Adhitya Panji Anom dan dokter spesialis mata dr Bambang Tuhariyanto dari RS Ibnu Sina yang membacakam hasil MRI dari RSPHC Surabaya.

Hasilnya menunjukkan mata SAH tidak buta dan juga tidak ditemukan bekas adanya kekerasan di area mata anak Samsul Maarif itu. Kata dokter Bambang, mata SAH memang mengalami penurunan penglihatan. Tetapi penurunan penglihatan mata SAH bukan karena disebabkan oleh tusukan maupun benturan benda.

“Penurunam penglihatan bukan karena adanya benda. Bisa saja karena buta warna, katarak atau penurunan kornea matanya. Yang pasti hasil MRI ini tidak ada yang mengarah adanya benda yang menyebabkan penurunan penglihatan SAH,” ungkap Bambang pada Kamis (21/9/23) lalu itu.

Dari sisi konstruksi hukum berdasar MRI yang dibacakan dokter Bambang, Kapolres Gresik AKBP Adhitya Panji Anom juga menyatakan akan menghentikan penyidikan yang terkait dengan kabar kebutaan mata SAH. Karena tidak cukup bukti untuk melanjutkan kasus yang kabarnya memdapat atensi khusus dari Mabes Polri dan Kejaksaan Agung ini. Ia hanya akan melanjutkan soal perundunganya yang sudaj dilakukan pemeriksaan terhadap siswa siswi kelas 3,4,5 dan 6. “Hasil MRI sudah jelas. Otomatis kita hentikan, MRI sangat jelas. Sedangkan kasus dugaan perundunganya kita tindaklanjuti. Kita tunggu saja prosesnya,” kata Adhitya usai pres releas.

Ditambahkan Adhitya melalui Kasatreskrim AKP Aldhino Prima Wirdan meski penyidik Polres Gresik sudah melakukan pemeriksaan siswa-siswi kelas 3,4,5 dan 6 belum ada indikasi siapa pelakunya.

“Belum ada indikasi siapa pelakunya. Kita lihat saja, karena kami masih melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan ini untuk soal perundungan-nya,” imbuh AKP Aldhino Prima Wirdhan. Dan kembali ditegaskan oleh Aldhino sampai hari ini (Senin 26/9) saat dikonfirmasi ia mengaku belum ada tanda-tanda perundungan oleh SAH. “Pemeriksaan masih berjalan mas. sampai saat ini kami belum menemukan ada indikasi perundungan di sekolah tsb. nanti perkembangan kami update lagi,”

Tenaga Ahli Dewan Pers Arif Supriyono ikut memberi komentar terkait pengakuan orangtua SAH yang dianggapnya terlalu emosional. Orangtua tentu mengetahui kondisi anaknya, apalagi sampai ia mengklaim anaknya mengalami kebutaan.

“Kalau memang dugaan terjadi perundungan misalnya, terhadap anaknya kenapa harus menyatakan bahwa anaknya buta. Sedangkan pengakuan orangtua SAH yang menyatakan anaknya buta tidak ditindaklanjuti dengan verifikasi faktual oleh wartawan,” kata Arif Supriyono.

Misalnya, imbuh Arif, orangtua SAH menunjukkan surat pemeriksaan dari rumah sakit/dari dokter atau pihak yang memiliki kewenangan dan kompeten, wartawan harus memgkonfirmasi ulang kepada pihak rumah sakit atau dokter yang mengeluarkan surat yang dipegang Samsul. Dengan tujuan melakukan verifikasi menguji ke-valid-tan surat yang ditunjukkan kepada wartawan.

“Salah satu point kode etik jurnalistik yang wajib dipegang, wartawan harus menguji informasi. Dan menerapkan asas praduga tak bersalah,” ungkap mantan wartawan Republika ini.

Ditegaskanya, jika berita yang menyenangkan mungkin verifikasinya tidak sedetail ketika kasusnya memiliki implikasi publik yang negatif. Itulah bedanya antara wartawan dan masyarakat biasa ketika menggali sebuah pengakuan maupun informasi yang kebenaranya masih belum bisa dipertanggungjawabkan dihadapan publik. “Berita terlanjur viral tetapi secara medis tidak terbukti seperti yang dituduhkan. Kami tentu perihatin karena menyangkut anak dan pendidikan dasar. Tentu merusak citra pendidikan di Gresik,” pungkasnya.

Sementara itu, Camat Menganti Hendriawan Susilo, menampik jika dirinya dituduh melakukan intimidasi. Sebagai Camat adalah hal lumrah jika dirinya mengingatkan dan menasehati Samsul yang merupakan Sekdes Desa Randu Padangan yang ikut wilayah Kecamatan Menganti.

“Samsul ini sekdes, kami sebagai Camat ikut memberikan pemahaman agar hati-hati membuat pernyataan. Saya tidak melakukan intimidasi,” kata Susilo.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.