BATU (SurabayaPost.id) – Suwito Joyonegoro, SH, MH, mengaku heran terkait kliennya inisial ATT pekerja jualan gula kapas yang berada diarea Jawa Timur Park (JTP3) Kota Batu, dituduh owner nya menggelapkan uang ratusan juta berujung laporon polisi.
Itu, disampaikan Wito sapaan akrab pengacara muda ini usai mendapat surat kuasa pendampingan hukum dari tertuduh inisial ATT, Sabtu (28/5/2022).
“Kami heran, meski tuduhan kepada kliennya belum tentu benar, tapi sudah ada upaya baik dengan cara menyicil sebagian uang yang dituduhkan oleh klien kami,” kata Wito.
AAT, kata dia, salah satu pemuda asal Kota Batu dan sekarang sedang dirundung masalah karena berurusan dengan hukum akibat dituduh menggelapkan uang hasil penjualan gula kapas yang terletak di Jatim JTP 3.
“ATT bekerja pada saudara MFD saat pandemi Covid – 19 berlangsung sekitar awal tahun 2020. Pelapor MFD salah satu rekanan Jatim Park Group yang diketahui berasal dari luar Kota Batu,” ungkapnya.
Proses penjualan ATT, ungkap dia, awalnya berlangsung lancar kendati hasil penjualan sepi. Yang menjadi heran, menurut dia, daya jual gula kapas tersebut seperti apa, dan seharga berapa kalau sampai menumpuk ratusan juta rupiah uang yang diklaim kan digelapkan kepada klien nya.
“Terlebih rekapan hasil penjualan gula kapas setiap hari dilaporkan oleh AAT kepada MFD baik melalui alat komunikasi, bahkan laporan tertulis pada buku rekapan bulanan.
Entah apa yang terjadi MFD merasa hasil penjualan tidak sesuai dan menuduh AAT menggelapkan hasil penjualan,” tanya Wito heran.
Terlebih lagi, kata dia, ATT terjadi kesepakatan antara MFD dengan besaran uang yang dituduhkan kepada ATT sebesar Rp 150 juta.
“Tuduhan penggelapan uang hasil penjualan yang disangkakan kepada klien kami besarannya sangat fantastis. Celakanya klien kami hanya bisa mengamini besaran uang yang dituduhkan kepada dirinya,” ujarnya.
Setelah kedua belah pihak berunding, ujar dia, besaran uang Rp 150 juta tersebut, tertuang dalam perjanjian sebuah pengakuan utang antara MFD sebagai pihak I dan AAT sebagai pihak II.
“Dalam perjanjian tersebut, klien kami sepakat membayar sesuai waktu yang di sepakati kedua belah pihak dengan penjanjikan dalam surat,” lanjutnya.
“Karena ATT merasa ketakutan, sehingga mengembalikan uang sesuai dengan cara mengangsur sesuai dalam surat penjanjian pengakuan hutang tersebut dengan cara melakukan transfer melalui rekening bank milik MFD senilai Rp. 47.000.000 ( empat puluh tujuh juta rupiah ) yang terbagi dari empat kali transfer,” katanya.
Tragisnya, kata dia, jadwal waktu pembayaran utang sesuai perjanjian pengakuan hutang tercatat sampai dengan tanggal 26 Agustus 2023.
“Karena belum ada anggsuran lagi dari AAT kepada MFD maka AAT di laporkan kepada pihak kepolisian, kendati belum berakhir waktu dan tahun perjanjian tersebut,” jelasnya.
Yang jadi heran lagi, menurut Wito, MFD mengadukan keterlambatan pembayaran utang AAT ini kepada kepolisian.
“Mestinya klien kami di tanya baik – baik atau disomasi kapan melakun pembayaran lagi.
Kalau terjadi wanprestasi sebaiknya bisa dilakukan upaya hukum perdata dengan cara gugatan di Pengadilan dimana perjanjian tersebut di tandatangani,” saran dia.
Dari sisi lain, Wito menyayangkan kepada pihak manajemen JTP 3, yang notabene sebagai pihak yang mempunyai lokasi.
“Heran kami, paling tidak manajemen JTP 3 bisa melakukan upaya – upaya membantu memediasi para pihak agar tercipta suasana kerja yang nyaman
dengan mengedepankan kekeluargaan supaya langkah hukum jadi jalan akhir,” timpalnya (gus)
Leave a Reply