MALANG (SurabayaPost.id) – Klinik Pratama Klagen, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang milik PT Halim Hasanah Medika melaporkan THAS
(28) ke polisi. Sebab, lelaki yang berprofesi perawat itu dituduh telah mencemarkan nama baik klinik tersebut.
Itu karena perawat tersebut menuding Direktur Klinik PT. Halim Hasanah Medika, Hani Alfiyatulaili Mufida, S.ST menggelapkan Surat Tanda Registrasi (STR) Keperawatan asli miliknya. Hal itu diungkap advokat Yayan Riyanto, SH, MH selaku penasehat hukum Hani Alfiyatulaili Mufida.
Pengacara yang akrab disapa Riyan itu mengaku proses hukum pidana tersebut sedang dijalankan di Satreskrim Polres Malang, 27 Agustus 2020 lalu. “Ya, dilaporkan karena dia diduga telah melakukan pencemaran nama baik klinik dan sangat merugikan nama klien saya,” katanya didampingi pemilik klinik PT. Halim Hasanah Medika, dr. Awwahun Halim, MMRS.
Dia menjelaskan bila langkah hukum ditempuh karena THAS tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalahnya di Klinik Pratama Klagen Tajinan, Kabupaten Malang. “Klien saya dijelek – jelekkan usaha kesehatannya, seakan-akan merugikan orang banyak,” kata mantan Ketua DPC Peradi RBA Malang itu. Terutama yang dilakukan Putra. Hani dilaporkan menggelapkan STR Keperawatan asli miliknya.
“Padahal, ini hanya urusan MoU penyelenggaraan jasa perawat yang harus THAS selesaikan. Kalau misal mengundurkan diri dan minta maaf, pasti STR Keperawatan miliknya diberikan,” ujar Yayan.
Namun pemuda yang tinggal di daerah Turen itu malah melaporkan kliennya kemana-mana. Membuat pengaduan, ataupun somasi. “Cukup minta maaf karena salah sudah cukup. Ini malah memperkeruh,” tambahnya.
THAS sendiri bekerja sebagai perawat sejak Januari 2020 lalu. Sebagai syarat bekerja, ia juga harus menjaminkan STR Keperawatan asli, sesuai MoU jasa keperawatan di klinik tersebut.
“Namun Mei 2020, dia dikeluarkan dari grup konsul WA karena seringkali melanggar aturan di klinik. Bukan dikeluarkan dari pekerjaan,” tegasnya. Banyak bentuk pelanggaran yang dilakukannya.
“Seperti sering menghilang dari klinik
saat jam pelayanan tanpa izin, sering terlambat saat pergantian jaga, hanya memakai kaos oblong dan tidak selalu mengenakan name tag saat melayani pasien serta suka merokok di dalam klinik. “Sudah ada aturan dan perda yang ditempel di klinik tapi tetap dilanggar,” ungkapnya.
Bulan Juni 2020, THAS mendatangi Hani Alfiyatulaili dan memaksa wanita ini menyerahkan STR Keperawatan miliknya. Menurut Yayan, perawat itu datang bersama Nanda, anggota TNI yang disebut THAS sebagai saudara sepupunya. “Tapi tetap tidak diberikan. Setelah itu, dia malah menyomasi klien saya serta tembusannya ditujukan kemana-mana,” tegas advokat senior itu.
Disebutkan dia seperti ke Disnaker Provinsi Jatim, Dinkes Provinsi Jatim, Dinkes Kabupaten Malang, Ketua Umum IDI Cabang Malang hingga ke Muspika Tajinan. “Klien saya berusaha menghubunginya, tapi malah diblokir. Setelah itu mulailah melaporkan klien saya, penggelapan STR Keperawatan dan disusul laporan pelanggaran ketentuan tenaga kerja,” paparnya.
Pengaduan itu dikirimkan ke Menkes RI, KPK, Kapolda Jatim, Polres Malang, IDI, bahkan sampai Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Dalam laporan itu, THAS mengaku bila dikeluarkan secara sepihak diluar kesepakatan kontrak kerja. Alasannya, tidak mematuhi prosedur perizinan seperempat hari untuk mengantar pamannya check up ke poli mata di salah satu rumah sakit di Malang.
“Saya sudah izin ke owner secara lisan. Saya mendapat informasi dari Irwan, rekan kerja untuk memenuhi panggilan Sdri. Hani Alfiyatulaili,” tulisnya. Masih tertulis di surat pengaduan, THAS juga mengaku disodori kertas perjanjian baru, diluar kontrak kerja awal. “Saya juga dikenakan denda tiap hari. Tapi saya menolak tanda tangan. Keberatan dengan perjanjian itu,” katanya.
Dia memilih tidak datang lagi ke klinik itu sampai mendapat surat peringatan beserta denda karena dianggap sudah mangkir dari pekerjaan. Yang terakhir, pemuda ini juga minta agar MoU penyelenggaraan jasa perawat yang sudah dibuat dianggap batal demi hukum.
“Sangat kami sesalkan. Hanya karena masalah STR Keperawatan, dia lalu menjelekkan kemana-mana,” tutup Yayan.
Menurut dr. Awwahun Halim, MMRS, apa yang diadukan THAS tersebut tidak benar. “Saya tidak pernah memberi izin karena yang benar adalah dia harus izin ke direktur. Bukan owner,” tegas dia.
Termasuk masalah STR Keperawatan asli milik THAS. “Yang benar, PT. Halim Hasanah Medika hanya meminta THAS menandatangani surat pernyataan agar tidak mengulangi perbuatannya kembali. Tapi yang bersangkutan justru memilih untuk menolak tanda tangan dan tidak mau membaca sama sekali surat pernyataan itu. Bahkan saat kami gugat di PN Kepanjen, dan masuk dalam tahap mediasi, sudah kami minta dia hanya meminta maaf. Tapi dijawab masih pikir-pikir. Ya sudah, sekarang biar ditangani oleh penasehat hukum kami,” terangnya. (lil)
Leave a Reply