Formasi Minta Pemerintah Naikkan HJE Karena Cukai Rokok Naik

MALANG (SurabayaPost.id) – Pemerintah diminta menaikkan harga jual eceran (HJE) rokok karena cukai sudah dinaikkan. Permintaan itu disampaikan pabrikan kecil rokok yang tergabung dalam Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi). 

 “Jika cukai naik dan HJE-nya justru tidak naik, maka ada potensi kerugian negara. Sebab,  penerimaan negara dari PPN dihitung dari HJE,” terang Ketua Harian Formasi, Heri Susianto di Malang, Jatim, Rabu (23/12/2020). 

Menurut dia,  secara legal tidak masuk akal tarif cukai industri hasil tembakau (IHT) naik, tapi  HJE  justru tidak naik. Bahkan dia menegaskan jika hal itu tidak memenuhi unsur keadilan kalau HJE rokok tidak dinaikkan. 

Alasan dia  karena selisih harga rokok yang diproduksi pabrikan kecil rokok dengan pabrikan besar rokok menjadi tidak terlalu lebar. Sehingga ada peluang bagi pabrikan besar mengintervensi pasar rokok golongan kecil-menengah.

Dengan tarif cukai yang baru dengan tanpa kenaikan HJE, maka harga produksi pabrikan besar sigaret kretek mesin (SKM) 16 batang netto-nya rokok Rp 486/batang, masih lebih tinggi dari harga netto rokok produksi pabrikan kecil rokok Rp 318/batang sehingga potensi keuntungan lebih tinggi justru diperoleh  pabrikan besar.

Perhitungannya, SKM merek tertentu dengan isi 16 batang golongan I, HJE-nya Rp 27.200/bungkus karena tidak naik. Dengan dibolehkan menjual 85 persen di 40 kota wilayah pengawasan Bea dan Cukai, maka harga setelah dikurangi keuntungan pedagang Rp 1.500/bungkus menjadi Rp23.000/bungkus. Dengan dikurangi cukai Rp15.224/bungkus, maka netto Rp 7.776/16 batang.

SKM merek tertentu dengan isi 16 batang golongan II, HJE-nya Rp 15.00/bungkus. Dengan dibolehkan menjual 85 persen di 40 kota wilayah pengawasan Bea dan Cukai, maka harga setelah dikurangi keuntungan pedagang Rp 1.500/bungkus menjadi Rp 13.500/bungkus. Dengan dikurangi cukai Rp8.400/bungkus, maka netto Rp 5.100/16 batang.

“Intinya, jika HJE rokok tidak ikut dinaikkan, maka selisih harga SKM golongan I dan II tidak terlalu lebar, meski dari sisi potensi pendapatan lebih tinggi justru masih diperoleh PR golongan I,” ujarnya.

Karena itulah, kata dia, Formasi mendesak pemerintah untuk menaikkan juga HJE agar berkeadilan sehingga PR golongan II produsen SKM masih bisa bernafas dalam persaingan memperebutkan pasar.

“Karena itulah, kami mempertimbangkan untuk mengajukan gugatan ke MA terkait PMK tentang tarif cukai 2021 yang tidak menaikkan HJE. Idealnya, proporsi kenaikan HJE mengikuti proporsi kenaikan cukai,” ujarnya.

Alternatif lainnya jika HJE tidak bisa dinaikkan karena PMK-nya terlanjur terbit, pemerintah menetapkan HJE berlaku 100 persen. Pabrikan tidak dibolehkan lagi menjual  85 persen dari HJE. Ketentuan juga berlaku nasional, tidak sebatas di 40 kota wilayah pengawasan Bea dan Cukai.

Keputusan penetapan pemberlakuan 100 persen HJE, kata dia, harus diawasi di lapangan untuk melihat apakah pabrikan konsisten atau tidak menjalankan peraturan tentang HJE.

“Peringatan itu perlu kami sampaikan karena saat pemerintah membolehkan pabrikan rokok menjual 85 persen dari HJE di 40 kota di wilayah pengawasan Bea dan Cukai, di lapangan ada penyimpangan. Ada SKM golongan I yang menjual rokok dengan harga  hanya 78 persen dari HJE di wilayah tersebut sehingga berpotensi memangsa pasar rokok dari golongan di bawahnya,”ucapnya.

Di sisi lain, Formasi mengapresiasi keputusan pemerintah yang tidak menaikkan tarif cukai sigaret kretek tangan karena perannya yang penting dalam penyerapan tenaga kerja dan melindungi petani tembakau.

Produk sigaret kretek tangan (SKT) berkontribusi positif bagi penyerapan tenaga kerja karena industri ini bersifat padat karya. “SKT juga berperan dalam melindungi petani tembakau karena tembakaunya menggunakan tembakau lokal, tidak ada yang menggunakan tembakau impor,” ujarnya. (aii) 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.