MALANGKOTA (SurabayaPost.id) – Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) memperkenalkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru dalam kegiatan Goes to Campus di Universitas Brawijaya (UB) Malang pada Kamis (25/5/2023). Salah satu poin KHUP baru itu disebut sebut mampu mengatasi over kapasitas di Lapas.
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan bahwa kehadirannya di kampus UB merupakan salah satu upaya menyamakan persepsi atas kehadiran KUHP baru yang akan diberlakukan 2026 mendatang.
Menurutnya, KUHP baru tersebut memang menimbulkan sejumlah tantangan. Salah satunya yakni mengubah pola pikir atau mindset masyarakat maupun aparat penegak hukum tentang cara memperlakukan hukum pidana.
“Jadi goal kegiatan di kampus UB ini agar memahami pasal pasal yang selama ini menimbulkan kontroversi. Paling susah ya memang merubah minset kita semua,” kata Edward.
Diketahui salah satu pasal dalam KUHP baru yang menimbulkan kontroversi itu adalah pasal tentang penyerangan harkat dan martabat presiden. Edward juga menyampaikan bahwa pasal tersebut banyak ditanyakan peserta kegiatan Goes to Campus itu.
Dia juga tak memungkiri bahwa KUHP baru tersebut sempat mendapat tentangan hingga digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun menurutnya, MK menyampaikan bahwa KUHP baru itu tidak terbukti menyalahi konstitusi.
Edward mengatakan bahwa KUHP baru tersebut bisa menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan over kapasitas di Lapas. Sebab menurutnya, dalam KUHP baru itu terdapat aturan baru untuk mencegah penjatuhan pidana dalam waktu singkat.
“KUHP baru ini kan mencegah penjatuhan pidana dalam waktu singkat. Jadi kalau ancaman pidana tidak lebih dari 5 tahun, gak harus pidana penjara. Tapi pidana pengawasan. Kalau tidak lebih dari 3 tahun tidak ada pidana penjara, ada pidana kerja sosial,” tuturnya.
“Sebetulnya yang dapat mengurangi over kapasitas Lapas itu ada 2. Pertama KUHP ini dan UU tentang Narkotika yang sedang kami susun. Karena hampir 70 persen penghuni Lapas itu adalah kasus narkotika,” imbuhnya.
Dia juga menjelaskan bahwa KUHP baru ini tidak dibuat dengan mengedepankan hukum pidana sebagai lex talionis atau sebagai wadah balas dendam bagi korban kasus pidana.
“Padahal orientasi hukum pidana tidak lagi sebagai sarana balas dendam. Jadi merubah mindset ini adalah tantangan terbesar kami,” ujarnya.
Untuk itu, pihaknya akan mensosialisasikan KUHP baru ini dalam 3 tahun kedepan sebelum diberlakukan ke seluruh provinsi dan di kampus kampus. Dengan demikian ada kesamaan parameter, kesamaan standar, kesamaan ukuran, dalam menerjemahkan, dalam menafsirkan pasal demi pasal yang ada di dalam KUHP.
“Ini untuk mencegah jangan sampai terjadi disparitas penegakan hukum antara satu daerah dengan daerah yang lain, antara satu penegak hukum dengan penegak hukum yang lain,” tandasnya. (*)
Leave a Reply