Oleh : Syaifulloh
Setiap orang tua siswa memiliki harapan yang tinggi terhadap anak-anaknya agar menjadi anak yang soleh solihah dan memiliki nilai akademik yang tinggi agar bisa menjadi bekal utama sebagai jalan bagi kehidupan di dunia menuju akhirat.
Apapun bentuk manusianya sudah pasti memiliki kelebihan dan kekurangan, tinggal bagaimana memanipulasi keduanya agar bermanfaat pada perkembangan sebagai manusia beriman yang berguna bagi dirinya sendiri dan komunitas yang luas. Termasuk anak dengan gangguan autis juga memiliki kelebihan dan kekurangannya. Leo Kanner pada tahun 1943 memperkenalkan pertama kali Autisme berasal dari kata auto yang berarti menyendiri, maka kita akan mendapat kesan bahwa individu autisme itu seolah-olah hidup di dunianya sendiri.
Jadi, autisme merupakan suatu gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial, kognisi, dan aktivitas imajinasi. Gejala autisme mulai tampak sebelum anak berusia berusia tiga tahun. Bahkan pada autisme infatil gejalanya sudah ada sejak lahir.
Seseorang baru dapat dikatakan termasuk kategori Autisme, bila ia memiliki hambatan perkembangan dalam tiga aspek yaitu kualitas kemampuan interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam kemampuan komunikasi timbal balik, minat yang terbatas disertai gerakan-gerakan tanpa tujuan.
Para orang tua yang memiliki anak dengan indikasi seperti di atas ketika mendaftarkan anak di sekolah dasar harus memberikan informasi yang utuh kepada sekolah agar dapat menjadikan bahan dalam merancang program pendidikan individu bagi si anak. Gejala itu sudah terlihat sebelum usia tiga tahun.
Mengingat bahwa tiga aspek tersebut terwujud dalam bentuk yang berbeda, maka dapat disimpulkan bahwa autisme merupakan sekumpulan gejala klinis yang dilatar belakangi oleh berbagai faktor yang sangat bervariasi, berkaitan satu sama lain dan unik karena tidak sama untuk masing-masing kasus bagi anak yang memiliki gangguan gangguan perkembangan yang kompleks menyangkut komunikasi, interaksi sosial, kognisi, dan aktivitas imajinasi tentunya memiliki gangguan signifikan dalam belajar, anak yang memiliki berbagai hambatan dalam mengikuti pelajaran di kelas dan luar kelas dan itu akan mengakibatkan si anak akan mengalami ketertinggalan dalam mencapai kompetensi.
Kondisi ketertinggalan inilah yang perlu secara bijak didiskusikan secara detail antara sekolah dan orang tua siswa agar tidak ada konflik di tengah jalan ketika proses belajar mengajar sudah berlangsung pada kurun waktu belajar.
Ketertinggalan pelajaran bagi anak akan menjadi beban bagi orang tua dengan anak memiliki gangguan autis ini. Dengan bertambahnya usia anaknya dan juga sudah disekolahkan ternyata perkembangan anak juga masih lamban. Kelambanan anak dalam belajar bisa menjadi piiiran yang membuat galau orang tua. Sekolah lebih bijak memberikan harapan realistis bagi siswa autis agar tidak terjadi salah paham dan paham yang salah antara sekolah dan orang tua.
Terjadi diskusi yang menarik apabila masing-masing memahami dengan seksama untuk bersama-sama membantu anak autis agar dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Harapan realistis ini penting diutarakan agar orang tua tidak memiliki angan-angan tersendiri yang akan menjadi permasalahan dalam menuntut kompetensi secara simultan melebihi kapasitas dan tenaga si anak dengan segala macam keterbatasannya.
Penulis pengamat pendidikan
Leave a Reply