BATU (SurabayaPost.id) – Rapat Koordinasi (Rakor) untuk keputusan pengupahan pekerja di Kota Batu, tak dihadiri Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kota Batu. Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Batu, Purtomo, mengaku kecewa.
Lantaran giat yang dihadiri Dewan Pengupahan Kota Batu, tersebut, merasa ternodai. Kekecewaan tersebut, disampaikan Purtomo usai Rakor digelar di Selecta, Kota Batu, Kamis (5/11/2020).
Menurut Purtomo, yang sapaan akrabnya Nyemok ini, Rakor untuk memutuskan upah minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Kota Batu harus ditunda Senin, (9/11/2020) mendatang.
“Karena dalam keputusan final pengupahan UMK Batu,tidak dihadiri oleh Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kota Batu. Padahal dalam rakor tersebut, bakal memutuskan masalah perut banyak orang di Kota Batu,” katanya.
Itu, kata dia,sangat signifikan sekali kalau keputusan final terkait UMK dipaksakan sekarang. Kepala Dinas yang terkait tidak ada. Dengan begitu, Purtomo mengaku tidak mau kalau Kepala Dinas tidak ada.
“Karena ini keputusan final jadi tidak bisa diwakilkan dan lebih baik kami walk out,” sergahnya.
Apalagi, menurut dia, untuk memutuskan UMK ini, kata dia, harus berunding dengan Apindo sebagai kepanjangan tangan dari pengusaha.Selain itu karena menyangkut perut orang banyak, maka ia mengaku harus berkoordinasi dulu dengan staf SPSI di Kota Batu.
“Karena itu keputusan final UMK tidak bisa dipaksakan saat ini. Apalagi kepala dinas tidak ada. Ini tidak benar. Ibaratnya orang nikah harus ada penghulu, kalau hanya wakil nya saja yang datang maka tidak bisa,” tegasnya.
Apalagi, tegas dia, sesuai dengan SK Gubernur Jatim juga jelas. Menurutnya, naik Rp 100 ribu dengan begitu, secara tak langsung Kota/Kabupaten lainnya harus mengikuti atau menyesuaikan.
“Mengacu adanya kenaikan tersebut, SPSI Kota Batu juga ingin adanya kenaikan UMK. Kenaikan UMK juga harus sesuai dengan Undang- Undang Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003,” ujarnya.
Itu, ujar dia, untuk kenaikan UMK menurut SPSI setidaknya mulai dari senilai Rp 50 – 75 ribu. Kalau Bu Khofifah saja bisa tentukan kenaikan angka dan rumusan, menurutnya kenapa di Kota Batu tidak.
Sementara itu, Sekretaris Apindo, Nur Asmaidarani mengaku bahwa untuk UMK angkanya sudah ada. Itu, menurut dia, tengah mengacu SE Gubernur yang menyatakan bahwa pengusaha tetap menggunakan UMK tahun 2020.
“Kami harus bicara dengan pengusaha Kota Batu terkait permintaan kenaikan dari serikat. Apalagi kami juga belum sepakat UMK dengan serikat,” ngakunya.
Dengan begitu, ngaku dia, jika dinaikkan Rp 100 ribu sesuai UMK Jawa Timur sangatlah berat. Apalagi, lanjut dia, di tempatnya saja ada sejumlah 2000 karyawan. Jika diakumulasikan, menurutnya kenaikan dengan jumlah pegawai tentu tidak mungkin.
“Kamu juga undang PHRI, dikatakan oleh Pak Sugeng Sekretaris PHRI, juga keberatan dengan kenaikan.Kami tahu persis bagaimana keadaan perusahaan di Kota Batu. Selama pandemi kemarin kami bertahan saja sudah bagus. Di Apindo sendiri sudah bertahan UMK di angka tetap Rp2.794.801 atau dibulatkan di di angka Rp 2,8 juta,” timpalnya.
Menanggapi terjait itu, Kabid Hubungan Industrial dan tenaga kerja Adiek Imam Santoso mengaku terkait UMK merupakan upah minimal bagi para pekerja dengan masa kerja minimal setahun.
Dalam agenda perundingan, menurutnya memiliki dua opsi, dimana opsi pertama berpatokan dengan inflasi Jawa Timur dan Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur yang nantinya akan memperoleh kenaikan UMK di Kota Batu sebesar Rp 46 ribu.
Kemudian opsi kedua,kata dia,dengan menggunakan patokan inflasi Kota Malang dan pertumbuhan ekonomi Jawa Timur sebesar 1,58 persen dengan nominal pertambahan Rp.44 ribu.
“Memang dimungkinkan untuk adanya kenaikan, yang paling reliabel. Pertama, agar UMK Kota Batu menjadi Rp 2.841.153,11 dibandingkan dengan opsi kedua sebesar Rp.2.838.917,26,” ucapnya.
Oleh karena itu, Dedek mengaku selain mempertimbangkan nasib para pekerja, menurutnya, juga perlu mempertimbangkan kemampuan para pengusaha.
“Tujuannya agar tidak terjadi PHK dan juga tidak mengabaikan para pekerja yang ada di Kota Batu,” pungkasnya (Gus)
Leave a Reply