Kasus Dugaan TPPO di PN Malang: Saksi Ahli dan Saksi Disnaker Jatim Ungkap Dugaan Pelanggaran

Kasus Dugaan TPPO di PN Malang: Saksi Ahli dan Saksi Pemerintah Ungkap Dugaan Pelanggaran, Senin 14 Juli 2025.
Kasus Dugaan TPPO di PN Malang: Saksi Ahli dan Saksi Pemerintah Ungkap Dugaan Pelanggaran, Senin 14 Juli 2025.

MALANGKOTA (SurabayaPost.id) – Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Malang menggelar sidang lanjutan perkara dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan tiga terdakwa. Dalam sidang yang digelar di ruang Garuda pada Senin (14/7/2025) ini, jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan saksi ahli dan saksi dari pemerintahan, serta dua orang saksi lainnya.

JPU Mohamad Heryanto mengatakan, tiga saksi fakta yang dihadirkan terdiri dari Rayik Purwadi yang merupakan suami dari terdakwa Hermin, Ida Pramono yang merupakan rekan dari Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) Hanifah, serta Noor Rahayu Agustinawati dari Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur. Sementara, saksi ahli pidana yang dihadirkan adalah Dr. Lucky Endrawati dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (UB).

“Semua saksi dan ahli memberikan keterangan yang mendukung pembuktian dari jaksa. Termasuk dari Disnaker Jatim yang menyampaikan bahwa izin operasional PT NSP Cabang Kota Malang baru berlaku sejak 15 November 2024. Artinya, seluruh aktivitas perekrutan CPMI sebelum tanggal itu tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan,” jelas Heryanto usai persidangan.

Keterangan itu memperkuat dakwaan bahwa aktivitas PT NSP dalam merekrut calon pekerja migran dilakukan sebelum mengantongi izin resmi. Oleh sebab itu, proses ini dianggap sebagai pelanggaran administratif yang bisa mengarah pada praktik perdagangan orang.

HADIR: Tiga saksi fakta yang dihadirkan oleh JPU dalam sidang lanjutan dugaan TPPO di Ruang Garuda PN Kelas 1A Malang, Senin (14/7/2025)
HADIR: Tiga saksi fakta yang dihadirkan oleh JPU dalam sidang lanjutan dugaan TPPO di Ruang Garuda PN Kelas 1A Malang, Senin (14/7/2025)

Selain itu, ahli pidana dari Universitas Brawijaya, Dr. Lucky dalam keterangannya juga menjelaskan unsur-unsur pidana dalam TPPO dan menyebutkan bahwa pelanggaran administratif yang menyebabkan kerugian terhadap calon pekerja migran dapat memenuhi unsur pidana perdagangan orang. “Apabila terbukti ada unsur perekrutan, penampungan, dan penempatan tanpa prosedur yang sah,” sebutnya.

Sementara itu, Kasi Penempatan Disnaker Jatim Noor Rahayu Agustinawati mengatakan, memang penting bagi perusahaan pengalur tenaga kerja migran harus mengantongi legalitas. Pasalnya, banyak harapan dan hal ini juga bisa menyangkut hajat banyak orang.

“Bahwasannya PT NSP Cabang Malang ini memiliki izin operasionalnya terhitung sejak tanggal 15 November 2024, lalu, dan itu tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” sebutnya singkat.

Sidang selanjutnya dijadwalkan digelar Senin (21/7/2025) mendatang, dengan agenda lanjutan pemeriksaan saksi dan ahli. Sebelumnya, dalam sidang terdahulu, jaksa telah menghadirkan beberapa CPMI dan kerabatnya sebagai saksi, yang mengaku direkrut oleh kedua terdakwa Hermin dan Alti.

Kendati demikian, kuasa hukum ketiga terdakwa, Amri Abdi Bahtiar Putra, bersikeras bahwa kliennya hanya menjalankan tugas sebagai marketing dan seluruh proses dilakukan berdasarkan job order dari PT NSP pusat. Ia menegaskan bahwa proses penempatan tidak dimaksudkan untuk eksploitasi dan kliennya tidak melanggar hukum.

Tiga terdakwa kasus dugaan TPPO CPMI saat menjalani sidang di PN Malang, Senin (14/7/2025).
Tiga terdakwa kasus dugaan TPPO CPMI saat menjalani sidang di PN Malang, Senin (14/7/2025).

Sementara Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) yang selalu hadir dalam persidangan, memberikan pernyataan tegas soal substansi dakwaan dan dinamika yang berkembang di persidangan. Perwakilan SBMI, Dina Nuryati, menyatakan bahwa TPPO tidak hanya soal administratif, tetapi juga soal perekrutan, penampungan, dan penempatan.

“Dalam UU, TPPO itu soal perekrutan, penampungan, dan penempatan. Ketika mereka dipindahkan ke PT lain dan tidak diberi makan, itu sudah masuk kategori eksploitasi terselubung,” ujar Dina.

Dina juga menilai bahwa perlakuan terhadap CPMI dalam kasus ini telah merendahkan martabat manusia. “Kalau memang ingin membenahi sistem, ayo duduk bersama, buat pelatihan yang memanusiakan dan bermartabat. Satu nyawa saja harus diselamatkan,” tegasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, terdakwa Hermin, Dian Permana dan Alti alias Ade didakwa dengan Pasal 2 dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 10 UU No. 21 Tahun 2007 tentang TPPO, serta Pasal 81 jo Pasal 69 dan/atau Pasal 85 jo Pasal 71 UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Total lebih dari 40 saksi direncanakan akan dihadirkan selama persidangan. (lil).

Baca Juga:

  • Kasus TPPO di Malang: SBMI Soroti Eksploitasi Terselubung
  • Sidang Dugaan TPPO CPMI di PN Malang Ditunda, Saksi Belum Bisa Hadir
  • Sidang Dugaan TPPO CPMI Ilegal: Saksi Kunci Bongkar Peran Terdakwa
  • SBMI: Unsur Eksploitasi Terpenuhi dalam Kasus TPPO