Oleh Windi Erica Sari
Perkembangan teknologi yang semakin pesat memunculkan problematika baru di kalangan anak muda. Bahan bacaan anak muda mulai bergeser dari nilai sastra ke nilai pragmatis. Bahkan anak muda lebih suka menghabiskan waktunya dengan bacaan yang jauh dari nilai pendidikan.
Kebiasaan itulah yang akhirnya membuat anak muda malas untuk bersosialisasi dengan lingkungan sekitar, belum lagi tumbuhnya sikap individual dan hilangnya kreatifitas berfikir merupakan kerugian yang sangat besar bagi para generasi muda.
Seiring dengan maraknya isu negatif yang menyinggung berbagai persoalan generasi muda, mulai dari budaya tawuran antar pelajar, pencurian, asusila, narkoba dan sikap intoleran silih berganti menjadi berita yang sangat miris, mengingat generasi muda adalah penerus kehidupan bangsa di masa depan.
Hal itu bukan tanpa alasan, sebab generasi muda saat ini telah mengalami krisis karakter dan juga moral, belum lagi budaya konsumtif akan ketergantungan gawai, menjadikan anak muda semakin jauh dari nilai karakter dan moral.
Salah satu upaya untuk menekan permasalahan karakter pada generasi muda sejak dini adalah melalui bahan bacaan sastra.
Presiden Republik Indonesia pun telah mengeluarkan instruksi penting lewat Perpres nomor 87 tahun 2017, terkait pentingnya penguatan pendidikan karakter. Hal ini, sekaligus memperkuat tujuan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 3, tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Bacaan sastra di era milenial sejatinya terdapat nilai-nilai penting dan pesan moral di dalamnya. Bahkan di beberapa penelitian yang berkaitan dengan sastra, terdapat beragam manfaat yang bisa dipelajari dari bacaan sastra. Sehingga diperlukan gerakan nyata melalui peran orang tua dan generasi milenial, untuk kembali mengaktifkan budaya membaca sastra.
Hal itu, selain bertujuan untuk membantu para generasi muda belajar menumbuhkembangkan karakter, juga mengajarkan generasi muda untuk belajar nilai-nilai karakter dan moral yang terdapat dalam bacaan sastra, karena dalam bacaan sastra juga terkandung nilai budaya bangsa.
Nilai-Nilai di Balik Bacaan Sastra
Krisis karakter dan moral yang mengguncang anak muda milenial, membuat orang tua dan guru khawatir. Salah satu hal yang bisa diterapkan oleh orang tua dan guru dalam menghadapi kekhawatiran pada anak adalah mengenalkan bacaan sastra, dan menunjukkan nilai-nilai karakter yang terdapat dalam bacaan sastra.
Hal ini bertujuan untuk mengaktifkan kembali semangat membaca sastra yang telah lama ditinggalkan anak muda. Kebiasaan membaca sastra akan melahirkan sebuah kebiasaan positif bagi dirinya, sekaligus memberikan pendidikan karakter, keterampilan, sikap, perilaku, dan juga nilai-nilai penting seperti nilai agama, nilai pendidikan, dan sosial.
Kesemuannya itu akan bermanfaat dalam kehidupan anak di masa mendatang. Bacaan sastra terdapat delapan belas nilai karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yakni religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikastif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Dari kedelapan belas nilai karakter inilah yang akan memiliki peran penting dan membantu seorang anak dalam menguatkan nilai-nilai agama, pendidikan dan sosialnya.
Manfaat Bacaan Sastra bagi Anak
Ada banyak sekali jenis bacaan sastra yang bisa dipelajari oleh anak-anak mulai dari tingkat SD sampai Perguruan Tinggi seperti dongeng, legenda daerah, dan adat daerah, namun yang menjadi problemnya adalah masih adanya rasa malas dan malu untuk memulainya.
Padahal bacaan sastra tidak kalah menyenangkan dengan bacaan yang ada di dalam webtoon atau manga, terlebih bacaan sastra memiliki manfaat yang banyak dan penting bagi progres anak salah satunya adalah kreativitas, dimana seorang anak bisa mempelajari sifat atau keunikan tokoh dalam cerita rakyat atau dongeng.
Selain itu dalam cerita rakyat atau dongeng bisa mengajarkan anak untuk memupuk kebersamaan. Disadari atau tidak, anak akan terbawa suasana pada sikap dan semangat kebersamaan, dari bacaan novel juga terdapat nilai-nilai toleransi dan kepedulian kepada semua orang.
Di tengah isu intoleran yang terus berhembus, bacaan sastra bisa dijadikan sarana yang sangat sempurna kepada anak-anak untuk menanamkan toleransi dan rasa kepedulian sejak dini. Hal ini dikarenakan dalam alur cerita sastra tidak pernah menyinggung dan mencelah agama, suku, ras dan golongan tertentu.
Ketika modernisasi mengajarkan kepada semua menjadi serba mudah, cepat, dan instan. Sastra mengajarkan anak untuk berfikir kreatif dan cerdas, sehingga sudah saatnya para generasi muda untuk melirik bacaan sastra sebagai media yang menyenangkan, penuh nilai dan juga manfaat. Selain orang tua dan guru, pemerintah juga harus menekankan pentingnya bacaan sastra dalam kurikulum pendidikan! (*)
*Windi Erica Sari, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
windi1194@gmail.com
Leave a Reply