MALANG (SurabayaPost.id) – Kasus dugaan korupsi politik berupa gratifikasi yang dilakukan oleh mantan Ketua KPU Kabupaten Malang berinisial AS terus bergulir. Pelapor berinisial DM dipanggil oleh Polda Jawa Timur pada Selasa (02/07/2024). Pemanggilan itu terkait penajaman pengaduan masyarakat (dumas) yang dilakukan oleh kuasa hukum DM pada 27 Maret 2024 lalu.
Kuasa hukum pelapor Bakti Riza Hidayat membeberkan, pemanggilan tersebut dilayangkan Polda Jatim kepada DM melalui surat bernomor B/6480/VI/RES.3.3./2024/Ditreskrimsus. Permintaan keterangan itu berlangsung di ruang Unit II Subdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Jatim dengan penyidik Kompol Redik Tribawanto SH MH dan tim.
Selama penajaman berlangsung, menurut Bakti, DM ditanyai beberapa hal. Terutama seputar keterangan-keterangan yang disampaikan dalam dumas. Salah satu poin yang mendapat atensi besar adalah terkait uang dalam seribu lebih amplop yang ditemukan penyidik di kediaman salah satu PPK Singosari. “Penyidik menanyakan rincian uang yang ditemukan itu dari caleg mana,” ujarnya.
“Juga, temuan uang dalam beberapa amplop berisi Rp 800 ribuan beserta brosur-brosur berisi foto GA di kediaman AS di daerah Curungrejo, Kecamatan Kepanjen,” imbuh dia.
Mendapat pertanyaan itu, DM pun, menurut Bakti, memberikan penjelasan secara detil dari mana saja uang-uang tersebut berasal. Yang mencengangkan, ‘amunisi’ jelang coblosan Pileg itu didominasi oleh salah satu caleg DPR RI. Kemudian, dari caleg DPRD Kabupaten Malang maupun DPRD Provinsi Jawa Timur.
Bahkan, caleg-caleg tersebut tidak hanya berasal dari satu partai saja, tetapi beberapa partai. DM juga mengakui bahwa temuan uang Rp 800 ribuan dalam lima amplop di kediaman AS adalah sisa distribusi untuk petugas Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK). Tujuannya, sebagai pelicin mendapatkan dokumen-dokumen resmi negara dari para PPK.
Secara rinci, Bakti menjelaskan, temuan uang ‘sogokan’ untuk memuluskan perolehan suara tersebut dikemas dalam ribuan amplop. Di rumah salah satu petugas PPK Singosari. Misalnya, ditemukan 1.546 amplop dengan masing-masing berisi Rp 25.000 atau sekitar Rp 38.650.000. Selain uang dalam amplop-amplop tersebut, juga ditemukan kartu nama serta brosur foto GA.
Sedangkan di kediaman AS di Curungrejo Kepanjen, nominal yang ditemukan lebih besar lagi. Yakni lima amplop masing-masing berisi Rp 800.000, lalu 12 bendel amplop dengan total nilai Rp 130 juta, serta 68 amplop berisi masing-masing Rp 100.000. Selain terdapat kartu nama GA berikut brosur-brosur berisi foto GA, uang-uang ini berasal dari beberapa caleg berbeda partai.
“Kabar yang kami terima, AS sudah diipanggil dua kali oleh Polda Jatim. Tetapi dia menolak semua tuduhan yang dilaporkan oleh DM. Yang bersangkutan berdalih bahwa uang-uang itu sepengetahuan DM sebagai suaminya,” terangnya.
Bakti sendiri menyangsikan keterangan AS kepada tim penyidik. Apalagi, bukti-bukti chat antara AS dengan GA menunjukkan bahwa ‘biaya politik’ untuk memuluskan suara para caleg dalam Pemilu 14 Februari tersebut ditampung pada rekening khusus yang sengaja dibuat oleh AS. Bahkan gratifikasi itu jumlahnya ada cukup fantastis, bukan lagi ratusan juta, tetapi miliar.
“Berdasarkan temuan-temuan uang di dua tempat (Singosari dan Curungrejo) itu, dapat disimpulkan bahwa AS memang membuka ruang pada banyak caleg untuk ‘titip’ nama agar lolos menjadi anggota legislatif. Bisa dikatakan, AS ini sebagai tokoh sentral mafia politik di Kabupaten Malang,” katanya.
“Bisa dikatakan, AS ini sebagai tokoh sentral mafia politik di Kabupaten Malang. Kami sangat menyayangkan bahwa relasi yang dibangun oleh AS dan GA hanya menjadi alat untuk memenuhi hasrat menjadi anggota legislatif. Parahnya, uang-uang itu disebar kepada beberapa PPK,” imbuh dia.
Lebih lanjut, dari salinan RAB untuk GA dan beberapa dokumen lainnya, AS juga bekerja secara masif. Tidak hanya berupa gratifikasi, tetapi juga penipuan karena korbannya tidak hanya satu orang, tetapi beberapa caleg.
Untuk itulah, dirinya menaruh harapan besar agar para penyidik Polda Jatim yang menangani pengaduan ini tidak lelah di tengah jalan. Terutama dalam melakukan law enforcment terhadap perilaku politik yang tidak beradab. (*)