Gresik (SurabayaPost.id) — Pemerintah Kabupaten Gresik terus meningkatkan kualitas pengelolaan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) sebagai bagian dari upaya memperkuat transparansi dan layanan hukum kepada masyarakat. Penguatan tersebut selaras dengan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2012 tentang JDIH Nasional dan Permenkumham Nomor 8 Tahun 2019 terkait standar pengelolaan dokumen dan informasi hukum.
Dalam Bimbingan Teknis Pengelolaan JDIH yang digelar di Ruang Rapat Argo Lengis, Lantai 4 Gedung Pemkab Gresik, pada Kamis (11/12/25) dengan narasumber dari Biro Hukum Setda Provinsi Jawa Timur, Intan Isna Hidayatillah, S.H., M.H., menjelaskan bahwa JDIH merupakan instrumen penting untuk memastikan dokumen hukum daerah tertata, terpadu, dan mudah dijangkau masyarakat.
Menurut Intan, JDIH tidak hanya berfungsi sebagai pusat dokumentasi, tetapi juga bagian dari sistem hukum yang memastikan masyarakat memahami regulasi yang berlaku.
“JDIH bukan sekadar tempat menyimpan dokumen hukum. Ini adalah sistem yang memastikan masyarakat mendapatkan informasi hukum yang lengkap, akurat, mudah, dan cepat,” ujarnya.
Ia menambahkan, asas presumptio iures de iure atau asas fiksi hukum mewajibkan bahwa setiap peraturan yang telah diundangkan dianggap diketahui oleh seluruh masyarakat. Karena itu, pemerintah tidak boleh menutup akses terhadap dokumen hukum daerah.
“Jika peraturan sudah diundangkan, masyarakat dianggap tahu. Maka pemerintah wajib membuka akses seluas-luasnya. Tanpa JDIH yang rapi, amanat konstitusi ini sulit terpenuhi,” jelasnya.
Keberadaan JDIH berkaitan langsung dengan Pasal 28F UUD 1945 dan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Integrasi JDIH daerah ke JDIH Nasional menjadi wadah agar masyarakat bisa mencari dan membaca berbagai produk hukum daerah secara daring.
“Setiap orang berhak mencari, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi. JDIH hadir sebagai instrumen pemenuhan hak tersebut,” tambah Intan.
Ia juga menyoroti pentingnya literasi hukum di tingkat desa dan komunitas. Banyak kelompok masyarakat, terutama perempuan di akar rumput, belum familiar dengan dokumen perencanaan seperti RPJMD atau produk hukum lainnya.
“Banyak perempuan di komunitas belum akrab dengan dokumen perencanaan. Padahal mereka adalah pihak yang merasakan langsung dampak kebijakan. Karena itu JDIH harus menjadi pintu edukasi bagi warga,” jelasnya.
Dalam tata kelola pemerintahan, JDIH memiliki empat peran strategis. Mendukung Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Menjadi bagian dari Satu Data Indonesia. Berpengaruh pada Indeks Reformasi Hukum nasional. Menguatkan program Desa/Kelurahan Sadar Hukum.
Melalui digitalisasi dan standarisasi dokumen hukum, JDIH membantu masyarakat memahami dinamika peraturan daerah secara lebih sederhana, melalui ringkasan kebijakan, infografis, dan kanal partisipasi publik.
Anggota DPRD Gresik, Khoirul Huda, yang turut hadir dalam kegiatan ini, menilai bahwa penguatan JDIH harus dibarengi dengan peningkatan partisipasi publik.
“JDIH ini bukan hanya gudang dokumen hukum, tetapi jembatan antara pemerintah dan masyarakat,” ujarnya.
Huda menilai, semakin banyak publik memahami dasar hukum sebuah kebijakan, semakin kecil potensi miskomunikasi dan konflik sosial. Ia juga mengapresiasi kehadiran peserta dari berbagai profesi, termasuk wartawan.
“Kehadiran wartawan, perangkat desa, dan pegiat komunitas sangat penting. Mereka menjadi penyampai informasi yang dapat mengedukasi masyarakat lebih luas,” tambahnya.
Merujuk Permenkumham Nomor 8 Tahun 2019, ada tiga standar utama yang harus dipatuhi pengelola JDIH. Standar pembuatan abstrak peraturan perundang-undangan, Standar pengelolaan dokumen dan informasi hukum, serta Standar pelaporan dan evaluasi pengelolaan JDIH.
Intan menekankan bahwa konsistensi pengelolaan, kualitas unggahan, dan kesesuaian metadata menentukan baik tidaknya nilai evaluasi JDIH daerah.
Kabag Hukum Pemkab Gresik Mohammad Rum Pramudya, S.H. menegaskan bahwa penguatan JDIH bukan hanya soal pemenuhan indikator penilaian, tetapi bagian dari komitmen pelayanan publik.
“JDIH ini adalah wajah keterbukaan hukum Pemkab Gresik. Masyarakat berhak mendapatkan dokumen hukum tanpa hambatan, tanpa harus datang ke kantor, dan tanpa birokrasi berbelit. Karena itu, kami terus mendorong pengelola JDIH di setiap OPD untuk meningkatkan kualitas layanan, kelengkapan dokumen, dan kecepatan pembaruan data,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa tingginya capaian JDIH Gresik selama tiga tahun terakhir merupakan hasil kerja kolektif.
“Prestasi bukan tujuan akhir. Yang lebih penting adalah bagaimana JDIH benar-benar menjadi ruang publik yang responsif, akurat, dan bermanfaat. Kami berharap sinergi dengan akademisi, komunitas, termasuk media, dapat memperkaya kualitas pengelolaan JDIH ke depan,” imbuhnya.
Pemkab Gresik menargetkan JDIH menjadi bukan hanya pusat penyimpanan dokumen hukum, melainkan instrumen edukasi publik yang aktif. Penguatan ini diharapkan dapat membuat masyarakat lebih mudah memahami regulasi yang memengaruhi kehidupan sehari-hari.
Dengan berbagai upaya kolaboratif, Pemkab Gresik optimistis JDIH dapat menjadi sarana keterbukaan informasi hukum yang profesional, terintegrasi, dan inklusif.
