MALANGKOTA (SurabayaPost.id) – Pengosong rumah dinas (Rumdin) di Jalan Ijen 75B diwarnai saling dorong. Hal itu terjadi pada saat RSSA Malang melakukan penertiban aset negara berupa tanah dan bangunan milik Dinas Kesehatan (Diskes) Provinsi Jawa Timur, yang dikelola Rumah Sakit Dr Saiful Anwar (RSSA) Malang, Jumat (14/06/2024).
Penertiban sendiri berjalan sejak pukul 08.00, di mana ketegangan muncul saat massa mencoba menghadang petugas masuk. Bahkan pagar rumah, sempat digembok hingga dirantai. Sementara aksi saling dorong, terus terjadi di depan gerbang.
Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSSA Malang R. Henggar Sulistyanto mengatakan, bahwa aset ini merupakan milik Dinkes Pemprov Jawa Timur (Jatim). Di tahun 2021 aset yang merupakan Rumah Jabatan Golongan I untuk setingkat direktur ini, diberikan hak pengelolaannya kepada RSSA Malang.
“Jadi memang aset ini dulu ditempati oleh mantan Direktur RSSA yaitu dr Sosodoro Djatikusumo. Sementara aset rumah jabatan ini, kepemilikannya memang masih berada di bawah Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, yang diberikan hak pengelolaannya kepada RSSA Malang,” sebutnya.
Aset dengan luas 1.041 meter persegi ini, memang dikelolakan kepada Dinkes Pemprov Jatim dengan bukti Surat Hak Pakai nomor 57 tahun 2016. “Jadi kami ini menertibkan aset yang dimiliki negara, dan diamanahkan kepada RSSA Malang. Bukan sengketa lahan atau kepemilikan, tetapi ini kami yang memiliki asetnya,” jelasnya.
Dirinya mengatakan bahwa (alm) dr Sosodoro sendiri memiliki 12 orang anak. Sementara, yang tinggal di rumah jabatan Jalan Ijen 75B Kota Malang ini, menantu dan cucu Sosodoro.
“Setelah kami komunikasi, ternyata salah satu anaknya ini sudah memiliki rumah. Sehingga, rencananya ini nanti akan kami gunakan untuk pejabat Direktur RSSA Malang, aktif,” jelasnya.
Cucu dr Sosodoro Djatikusumo, Aryacipta Subandria mengatakan bahwa, aset itu saat ini sedang dalam proses hukum. Ia mengatakan bahwa pihaknya sedang berperkara di Pengadilan Negeri Kelas IA Malang (PN Malang), dengan nomor perkara 137/Pdt.G/2024/PN.Mlg.
“Cerita awalnya, saat itu kakek saya dr. Sosodoro Djatikusumo menjual rumah miliknya di wilayah kediri seharga Rp 300 ribu, saat di tahun 1950-an. Kemudian, menyisihkan sebanyak Rp 200 ribu untuk biaya operasional RSSA Malang saat itu,” ungkap Rian.
Kemudian, dr Sosodoro yang sempat menjabat Direktur RSSA Malang periode 1959-1966 itu, sempat menanyakan apa boleh rumah itu dibeli secara dicicil. Mengingat, uang yang dipinjamkannya kepada RSSA, belum ada proses pengembalian.
“Sampai pada akhirnya kakek saya meninggal di tahun 1983, tidak ada jawaban pasti dari pihak RSSA. Baik masalah pengembalian uang, yang dalam kurs saat ini mencapai Rp 200 miliar. Atau, membolehkan pembelian rumah” sebutnya.
Ia juga mengatakan, bahwa pihaknya memiliki bukti otentik bahwa ada kasus utang-piutang, antara Sosodoro dengan RSSA Malang. “Dari pihak RSSA ini enggan memberikan kompensasi, karena uang pinjaman kakek saya dulu itu, tidak jelas peruntukannya,” ungkapnya.
Ia berharap, terkait penertiban ini ada kompensasi dari pihak RSSA, yang dapat menjadi modal untuk membeli tempat tinggal yang layak. Oleh sebab itu, pihaknya melakukan gugatan ke PN Malang dengan tuduhan perbuatan melawan hukum (PMH) dan wanprestasi.
“Selain itu, nama kakek kami sampai diabadikan menjadi nama rumah sakit di Bojonegoro. Sementara tidak ada penghargaan, dari pihak RSSA kepada kakek kami, seperti halnya pemberian rumah tinggal sampai akhir hayatnya,” tandasnya. (Lil).