Penjualan Barang Mewah Selama Pandemi Covid-19 Meningkat 50%

Donny Susilo

JAKARTA (SurabayaPost.id) – Penjualan barang mewah selama pandemi Covid-19 di Indonesia ternyata meningkat sangat signifikan. Peningkatan itu diprediksi mencapai sekitar 50%.

Hal tersebut diungkapkan konsultan bisnis dan penulis buku, Donny Susilo kepada SurabayaPost.id, Jumat (14/5/2021).  Menurut dia, kenaikan penjualan tersebut sangat spesial. 

Alasannya, selama pandemi Covid-19 melanda seluruh dunia, ekonomi semua negara  terdampak.  Pandemi global yang sudah berlangsung selama lebih dari satu tahun itu membuat daya beli konsumen terjun bebas. 

“Akibatnya, banyak bisnis-bisnis yang gulung tikar dan pengangguran meningkat. Tetapi, apakah benar bahwa semua industri mengalami keterpurukan yang sama karena pandemi ini?,” tanya  pendiri Donny and Partners Indonesia ini. 

Menurut dia, kondisi riil ternyata tidak demikian. Lantas, Donny Susilo mengungkapkan fakta yang mengejutkan terkait  penjualan barang-barang mewah selama pandemik. 

Dia menjelaskan jika penjualan barang branded itu  justru meningkat dibandingkan sebelumnya. Dicontohkan penjualan mobil mewah impor BMW yang Menurut dia mengalami kenaikan sebesar 78.7%.  

“Pada tahun 2019 sebelum pandemi penjualan  mobil BMW itu hanya 141 unit. Selama pandemi 2020 naik menjadi 252 unit,” terang dia. 

Hal serupa, terang dia, juga dialami merek lain. Misalnya,  mobil Peugeot naik sebesar 64.3% dan mobil Renault naik sebesar 32%. 

Selain itu, lanjut pria yang akrab disapa Donny ini, perusahaan produsen tas Hermes. Produsen tas mewah asal Prancis ini mengklaim bila penjualannya melonjak sebesar 38% pada kuartal pertama tahun 2021 dibandingkan dengan 2020. 

“Hal itu didorong oleh peningkatan penjualan yang kuat di daerah Asia. Merek lain seperti Gucci dan Yves Saint Laurent juga mengungkapkan hal yang senada. Mereka mengaku mendapatkan berkah selama pandemi,” tuturnya.

Menurut Donny, kondisi tersebut  didorong karena adanya motif investasi dari orang-orang kelas menengah ke atas. “Ya karena sekarang mereka tidak memiliki pilihan lain,” jelas dia. 

Itu mengingat, tegas Donny,  berinvestasi di bisnis riil sangat beresiko. Sedangkan untuk mendepositokan uangnya di bank, mereka juga hanya bisa memperoleh bunga deposito yang sangat kecil. 

Bank-bank besar saja, terang dia,  hanya memberikan bunga mulai dari 2% hingga 4% saja. “Hal itu, tentu membuat orang-orang kaya ini menjadi frustasi dan mencari inovasi mengenai bagaimana cara mengelola keuangannya dengan baik,” kata Donny. 

Sementara, kata dia, di sisi lain pada masa global seperti sekarang ini, perusahaan-perusahaan harus tetap memasarkan produk barang-barang  mewah tersebut. Lantas, produsen barang branded itu  memberikan diskon yang besar agar dapat mendongkrak penjualannya kembali. 

Kiat semacam itu, menurut Donny,  bagi mereka cenderung tidak memiliki masalah terkait profit margin.  Alasannya, karena harga yang mereka terapkan pada produknya  selama ini adalah value based pricing.

“Itu artinya harga yang mereka terapkan terhadap barang-barangnya berdasarkan nilai merek dan seberapa suka orang terhadap barang mereka. Sehingga, strategi itu tidak membuat mereka akan mengalami kerugian finansial jika memberikan diskon,” tandas dia.

Strategi pemasaran semacam itu, kata Donny, dimanfaatkan orang-orang kaya membeli barang-barang mewah tersebut. Pada saat ada diskon besar-besaran seperti sekarang ini, mereka memborong barang. 

Mereka berharap, kata Donny, bisa berinvestasi. Sebab, barang mewah itu bisa dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi di masa yang akan datang ketika semuanya sudah kembali normal. 

Apalagi, menurut Donny, kebosanan orang kaya di rumah juga memicu fenomena yang langka ini. Hal ini disebut dengan shopping therapy.  Mereka sangat bosan dengan kondisi yang sekarang ini terjadi, karena  tidak bisa kemana-mana dan melakukan apapun. Sehingga mereka melampiaskannya dengan shopping secara online. 

Selain itu, tegas dia, motivasi yang lain. Misalnya,  untuk menjaga lifestyle dan meningkatkan online presence mereka. Sebab, banyak orang  kaya suka membeli barang  mewah dan memamerkannya di media sosial sekarang ini untuk meningkatkan personal image.

Makanya, Donny Susilo berkeyakinan penjualan barang-barang mewah itu dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sisi konsumsi. Hanya saja, kata dia,  resikonya ketika barang-barang bermerek ini diimpor dari luar negeri, justru menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

Untuk itu dia menyarankan agar Pemerintah fokus terhadap peningkatan ekspor.  Sebab,  net export inilah yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. 

Dia menghimbau agar  berhati-hati dengan arus impor. Pajak impor harus dikenakan secara adil dan bijak supaya juga dapat melindungi produsen dalam negeri. 

Karena itu, Donny juga berharap  agar pemerintah mendorong rasa nasionalisme orang-orang kelas menengah ke atas. Mereka  itu dibuat lebih bangga menggunakan produk dalam negeri.  

“Pemerintah pun perlu mengedukasi para pelaku usaha lokal. Itu supaya mereka juga tahu caranya bagaimana bisa meningkatkan nilai merek dan nilai jual pada produk mereka melalui branding strategy yang biasanya digunakan negara-negara lain. Sehingga mereka juga bisa memiliki produk-produk bermerek yang bernilai tinggi, bahkan bisa mengekspornya ke luar negeri,” pungkasnya. (Lil) 

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.