Oleh : Prof. Daniel Mohammad Rosyid
Di bawah ini saya kutipkan bagian utama sebuah surat yang ditulis belum lama ini oleh Kassandra Mouzis Brudenell pada Parlemen negara bagian Victoria, Australia. Situasi yang digambarkannya tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi di Republik ini. Hampir semua negara saat ini telah takluk pada aturan WHO dengan semua protokolnya. Dengan alasan public health emergency of international concern, konstitusi negara manapun tidak berlaku lagi. Pada saat ini gugatan class action lawsuit di Jerman sedang berlangsung atas Skandal Corona ini.
Yang lebih parah adalah kemunculan banyak free riders yang mengambil keuntungan besar di atas nestapa ummat manusia. Saya persilahkan pembaca untuk memeriksa apakah alasan kedarutan kesehatan ini masuk akal atau hanya kebohongan belaka yang jika kita biarkan akan merampok kebebasan sipil dan kemanusiaan kita. Kassandra menulis demikian :
“Tidak pernah dalam hidup saya, sebagai anak muda Australia, saya melihat kemiskinan dan kurangnya akuntabilitas pemerintahan seburuk ini. Saya telah melanggar pembatasan mobilitas sejauh 5km saya berkali-kali, untuk mendukung mereka yang lapar dengan sumbangan makanan dan untuk mengurangi beban akibat lock down panjang pada teman dan keluarga dengan kesehatan mental yang memburuk. Jika saya dapat mencegah satu orang menjadi statistik, maka saya akan melakukannya. Saya akan menjaga hati nurani saya, tidak seperti banyak orang di posisi kekuasaan sekarang”.
“Mereka mengatakan berpisah, membuat kita tetap bersama, namun saya memutuskan untuk berani berbeda, karena, isolasi dan pembatasan sosial adalah penyebab utama dari bunuh diri. Aturan tinggal terpisah, mencegah saya memberi makan saudara dan saudari saya di Melbourne. Bagian yang paling mengganggu adalah; saya malu atas sesama warga Victoria yang sangat takut dengan virus ini, sehingga mereka telah kehilangan martabat dan kasih sayang mereka untuk mereka yang menderita dari semua masalah yang tidak terkait dengan Covid. Mereka berani mengecam kami yang melihat banyak orang yang membutuhkan pertolongan segera, dan menyebut kami egois karena melebihi batas 5km. Tidak ada alasan yang didukung sains untuk aturan ini, yang memecah belah dan mencegah kita untuk membantu orang2 Victoria yang berjuang bertahan untuk hidup”.
“Kami telah membiarkan pandemi berjalan dengan sendirinya dan sekarang kami melihat, dampak buruk dari lock down itulah yang membunuh orang, bukan covid. Tetap hidup terpisah untuk virus dengan tingkat kesembuhan 99,9% adalah contoh dari kekonyolan”.
“Ketika kita nanti melihat kembali sejarah kita dan melihat virus ini apa adanya, saya pasti akan bangga bahwa saya tidak berada di pihak penindas; bahwa saya membela hak asasi manusia dan melakukan pekerjaan pemerintah dalam melindungi dan membantu warga Victoria di mana saya bisa. Saya akan memberi tahu anak-anak saya bahwa saya berbicara meskipun tekanan dari media yang kurang informasi telah menenggelamkan oposisi. Yang paling penting, bahwa saya berjuang untuk kebebasan sipil mereka dan kesempatan ekonomi.
Silakan baca baik-baik surat resmi saya terlampir, yang menyampaikan dengan sangat rinci mengapa akibat lockdown ini terjadi secara ekstrim untuk ancaman yang seharusnya kecil yang ditimbulkan oleh virus ini”.
Kerusakan multi-sektor, kesakitan, dan kematian lebih dari 120ribu orang di Indonesia serta kepedihan yang menyertainya, tidak bisa diterima oleh akal sehat dan nurani yang waras. Hanya iblis yang sanggup mengatakan agar kita tidak mengunjungi orangtua kita, mencium tangan mereka, tersenyum lebar dengan wajah tanpa masker, mencegah kita dari bekerja, ke sekolah, kampus, dan rumah-rumah ibadah. Kita bukan sekedar satuan biokimia tanpa kapasitas mental dan spiritual, lalu mudah diintimidasi begitu saja oleh protein dan industri farmasi. Sama sekali bukan.
Kepada para dokter dan perawat, Saya mohon maaf harus menolak semua kekonyolan ini.
Rosyid College of Arts,
Gunung Anyar, 26/8/2021
Leave a Reply