SURABAYA (SurabayaPost.id) – Untuk menangkal radikalisme diyakini bisa lewat budaya. Keyakinan tersebut disampaikan Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jatim, Dr Sri Untari MAP disela-sela acara pertemuan dengan Pemangku Kepentingan dan Pelaku Seni Budaya di Kantor DPD PDI Perjuangan, Jalan Kendangsari Surabaya, Jumat (24/1/2020).
Dia menuturkan untuk mencegah dan menangkal terjadinya radikalisme di masyarakat hanya bisa dilakukan dengan budaya. Karena itu, menurut Sri Untari, menghidupkan kembali budaya yang berkembang dimasyarakat, saat ini menjadi bagian penting yang harus dilakukan oleh pemerintah.
“PDI Perjuangan Jatim, berkomitmen untuk menghidupkan dan menumbuh kembangkan budaya. Makanya kita meminta masukan dari seluruh pelaku budaya dan pemangku kepentingan di Jatim,” tuturnya.
Ia menyatakan banyak sekali masukan yang diberikan oleh para pelaku dan pemangku budaya. Ini akan dirumuskan untuk dibawa, dan dibicarakan ke Fraksi PDI Perjuangan, agar diusulkan kepada Pemerintah.
“Kita ingin Pemerintah daerah peduli dengan kesenian dan kebudayaan. Dengan adanya perhatian pemerintah maka nilai-nilai kebudayaan yang ada di masyarakat, bisa kembali dikenal oleh remaja dan generasi muda. Dan mereka akan menjadi generasi yang berbudaya dan tidak mudah menyalahkan orang lain,”ujar Sri Untari.
Selain, akan diperjuangkan melalui jalur eksekutif, pihaknya secara khusus juga telah meminta kepada Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa, agar gedung kesenian di daerah seperti, Taman Krida Budaya di Malang, untuk bisa dimanfaatkan para pelaku seni dan budaya di Malang Raya.
“Aktifitas seni dan budaya itu, membutuhkan fasilitas, makanya kami meminta agar gedung Taman Krida Budaya bisa dimanfaatkan untuk pertunjukan, dan penampilan serta aktivitas seni. Termasuk Gedung Pemprov yang ada di daerah akan kita minta agar bisa untuk beraktifitas pelaku seni budaya,” imbuhnya.
Secara khusus, pihaknya juga mempersilahkan kepada para pelaku seni budaya di Surabaya untuk memanfaatkan Kantor DPD PDI Perjuangan untuk beraktifitas, sesuai dengan kapasitas gedung.”Silahkan kalau mau tampil di sini,” timpal Sri Untari.
Pernyataan itu disampaikan Sri Untari, setelah adanya pertanyaan Heru komunitas Campursari Kondangsari Surabaya. Campursari di Surabaya menurut Heru, sudah jarang tampil lantaran tidak ada lagi kesempatan dari Pemerintah daerah.
“Sejak tahun, 2018 hanya sekali pertunjukan. Itu pun bergiliran dengan ludruk atau ketoprak. Kesenian ,Campursari tidak ada perhatian dari Dinas Pariwisata,,”kata Heru.
Kalaupun ada perhatian, imbuhnya itu sangat kecil. Ia mencontohkan saat diminta tampil di Kebun Binatang Surabaya, hanya diberi anggaran Rp 2 juta. Anggaran tersebut hanya cukup untuk bayar keyboard dan tukang kendang saja.
“Kami menyampaikan terima kasih, kepada PDI Perjuangan yang telah memberi perhatian kepada pelaku seni budaya. Semoga kami bisa tampil dengan normal, sehingga kesenIan bisa kembali dinikmati oleh masyarakat,” tukasnya.
Diakui Heru, penampilan Campursari, tidak semata melantunkan nyanyian semata. Tetapi disitu juga menyampaikan pesan cara dan budaya bangsa Indonesia khususnya orang Jawa menggunakan pakaiannya.
Sementata itu, Suep komunitas Dolanan Tradisional, menambahkan pendidikan berkarakter itu, dapat ditumbuhkan dari nilai-permainan tradisional.
“Saya kira jika permainan tradisional ini dihidupkan lagi, maka nilai-nilai budaya.bangsa ini akan kembali tumbuh. Jika sekarang ini permainan tradisional seolah lenyap bukan karena salah gadget semata. Tetapi tidak pernah ada yang mengajak dan memberikan kesempatan. Sehingga mereka tidak kenal lagi dengan permainan tradisional,”terang Suep.(aii)
Leave a Reply