Tunjangan Fantastis DPR RI Dinilai Timbulkan Ketidakadilan, Diaspora Indonesia di Denmark Angkat Suara

Denmark (SurabayaPost.id)– Salsa Erwin, seorang diaspora Indonesia yang saat ini menetap di Denmark mengungkapkan keprihatinannya terhadap besarnya tunjangan dan fasilitas anggota DPR RI yang dinilai sangat tidak proporsional dibandingkan dengan kondisi mayoritas masyarakat Indonesia. Ia menyebut hal ini sebagai bentuk ketidakadilan sosial yang mencolok dan berpotensi melemahkan empati para wakil rakyat terhadap penderitaan rakyat yang mereka wakili.

Dalam pernyataan yang disampaikan kepada media, warga Indonesia yang enggan disebutkan namanya itu menyatakan bahwa dirinya bersama sejumlah diaspora lainnya merasa resah melihat ketimpangan yang sangat mencolok tersebut.

“Kesenjangan ini luar biasa besar. Anggota DPR adalah wakil rakyat yang membuat kebijakan berdampak langsung pada kehidupan masyarakat. Tapi jika mereka hidup dalam kemewahan yang jauh dari realitas rakyat, bagaimana mereka bisa benar-benar memahami penderitaan rakyat?” ujarnya.

Ia membandingkan rasio penghasilan antara upah minimum (UMR) masyarakat dan gaji anggota parlemen di berbagai negara sebagai contoh ketimpangan yang lebih moderat di negara-negara maju.

“Di Swedia, anggota parlemen hanya menerima gaji sekitar 1,9 kali lipat dari UMR nasional. Di Singapura, sekitar 2,6 kali lipat. Bahkan di Malaysia yang juga termasuk tinggi, hanya 9 kali lipat. Tapi di Indonesia? Rata-rata UMR hanya sekitar Rp3,5 juta, sementara total kompensasi anggota DPR bisa mencapai Rp120 juta per bulan. Itu artinya 34 kali lipat. Ini jurang yang sangat dalam,” tegasnya.

Tak hanya soal gaji, ia juga menyoroti persoalan keadilan pajak.

“Dengan penghasilan sebesar itu, anggota DPR justru tidak dikenai pajak penghasilan. Sementara masyarakat umum sudah dipotong pajaknya bahkan sebelum menerima gaji bersih. Ditambah lagi dengan berbagai kenaikan pajak dan biaya hidup yang semakin mencekik, ini sangat tidak adil,” tambahnya.

Ia juga menyinggung tunjangan-tunjangan lain seperti tunjangan rumah, transportasi, telepon, hingga staf pribadi yang jumlahnya dinilai berlebihan.

“Fasilitas ini menunjukkan bahwa para wakil rakyat hidup dalam gelembung, terputus dari realitas masyarakat yang mereka wakili. Tak heran jika banyak dari mereka mengeluarkan komentar-komentar yang mati empati.”

Pernyataan ini menjadi bagian dari keprihatinan lebih luas yang dirasakan oleh masyarakat baik di dalam maupun luar negeri terhadap kebijakan dan etika politik di Indonesia. Ia berharap kesenjangan ini bisa dipersempit agar kebijakan yang dihasilkan DPR lebih representatif, manusiawi, dan benar-benar berpihak pada peningkatan kualitas hidup rakyat.

Baca Juga:

  • Gubernur Khofifah dan Wali Kota Malang Tinjau Pasar Murah Beras SPHP, Warga Antusias
  • Wali Kota Malang Apresiasi Peluncuran TANIA, Inovasi Pelayanan Publik Berbasis AI dari Tugu Tirta
  • Camat Lowokwaru Apresiasi Partisipasi Masyarakat dalam Lomba Kampung Merdeka
  • Lomba Kampung Merdeka 2025: RW 02 Kelurahan Tunjungsekar Terpilih Mewakili Kecamatan Lowokwaru