MALANGKOTA (SurabayaPost.id) – Wali Kota Malang, Drs H Sutiaji, mengapresiasi pihak Politeknik Negeri Malang (Polinema) yang terus berkontribusi dalam mencetak generasi unggul. Hal itu disampaikan Walikota Sutiaji saat menjadi pembicara dalam talkshow memperingati Dies Natalis ke-40 Polinema. Senin (23/5/2022).
Sutiaji mengatakan, di usia ke-40, kehadiran Polinema kedepannya semakin bermakna bagi masyarakat.
“Pertama tentu kami berikan apresiasi kepada Polinema yang secara langsung memberikan kontribusi. Baik terhadap daerah maupun terhadap Indonesia dalam pendidikan vokasi,” tutur Sutiaji.
Dia juga mengatakan, di era dengan laju perkembangan yang sangat cepat, segala persoalan kehidupan kian bertambah. Seperti halnya tingkat pengangguran yang ada di Kota Malang.
“Maka seperti yang pernah saya sampaikan, dimana kita harus merevolusi paradigma dunia pendidikan. Sebab masalah pengangguran itu sendiri, merupakan bentuk jika Perguruan Tinggi belum bisa memberikan advice (arahan) kepada masyarakat,” imbuh pejabat nomor satu di jajaran Pemkot Malang ini.
Ia juga mengatakan, jika ketergantungan masa depan kepada orang lain menjadi alasan besar dalam kasus pengangguran. Sehingga dengan revolusi paradigma pendidikan tersebut, lebih banyak memunculkan inovasi-inovasi dari setiap lulusan Polinema.
“Dengan bonus demografi yang dimiliki Kota Malang, tentunya itu suatu potensi bukan malah menjadi beban. Maka sudah saatnya kita semua merevolusi itu, dan alhamdulillah sudah dimulai dengan Merdeka Belajar,” ucap Wali Kota Malang.
Dengan Merdeka Belajar, tentunya para mahasiswa tidak hanya berfokus pada pembelajaran yang ada di kelas saja. Mahasiswa dapat dengan bebas belajar dimanapun, seperti halnya pengabdian di lingkungan masyarakat.
“Harapannya, para lulusan ini dapat mengisi di berbagai lini-lini kekosongan. Kalau bisa langsung bersinggungan dengan masyarakat, karena laboratorium sesungguhnya ya di masyarakat itu sendiri,” harapan politisi partai berlambang bintang mercy ini.
Sementara itu, Dirjen Pendidikan Vokasi, Wikan Sakarinto, ST, MSc, PhD mengatakan, dalam membentuk karakter mahasiswa tak hanya mengandalkan hard skill saja, namun juga soft skill. Dengan penerapan Merdeka Belajar berbasis Project Based Learning (PBL), para lulusan perguruan tinggi vokasi dapat menciptakan lapangan pekerjaan sendiri. Sehingga dapat meminamilisir angka pengangguran.
“Dengan PBL sendiri, para mahasiswa mendapatkan pesanan nyata dengan proyek nyata. Bisa dibayangkan jika praktiknya bukan nyata, tidak ada imbal baliknya bagi mereka. Yang penting mereka dapat nilai, jadi tidak ada tantangannya,” tegas Wikan.
Menurutnya, apabila sistem pembelajaran hanya ditekankan pada hasil akhir (nilai) mahasiswa saja. Maka Perguruan Tinggi tidak lebih sebagai pencetak pekerja saja, tanpa dengan adanya nilai lebih.
“Kalau demikian, kita itu hanya menciptakan tukang (pekerja), bukan menciptakan calon innovator atau entrepreneur. Kalau nanti softskillnya dapet, maka saya yakin mereka akan menjadi entrepreneur, sehingga dengan PBL ini mereka belajar sambil garap proyek,” terang Dirjen Vokasi tersebut.
Lebih lanjut dia menjelaskan, jika kurikulum Merdeka Belajar sendiri sudah diterapkan oleh 50 persen Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di seluruh Indonesia. Sedangkan untuk tingkat Perguruan Tinggi, pihaknya tidak ikut menentukan. Pasalnya sudah ada yang bertanggung jawab dalam penerapan kurikulum di lembaga pendidikan Perguruan Tinggi itu sendiri.
“Dari 14 ribu SMK, sudah tujuh ribu yang sudah mendaftar untuk menerapkan kurikulum Merdeka. Kelebihan dari kurikulum ini, lebih fleksibel dan lebih link and match, serta kurikulumnya lebih banyak PBL-nya,” tandasnya. (*)
Leave a Reply