
GRESIK (SurabayaPost.id)–Sistem yang tidak sejalan berpotensi menimbulkan maladministrasi dan ketidakadilan bagi masyarakat yang taat membayar pajak. Itulah yang kini dirasakan warga Dusun Dalean, Desa Guranganyar, Kecamatan Cerme, Kabupaten Gresik, setelah pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) miliknya ditolak potongan karena gangguan sistem dan aturan Perbup yang tak sinkron dengan billing resmi Pemkab Gresik.
Kasus ini menimpa Joko Sampurno, warga Dusun Dalean, Desa Guranganyar, Kecamatan Cerme. Ia hendak melunasi pajak BPHTB atas hibah tanah dari ibu kandung kepada anak kandungnya. Berdasarkan data yang dikirimkan ke Wakil Bupati Gresik, nilai pajak yang muncul sebesar Rp6.500.000.
Namun pada Senin, 20 Oktober 2025, sistem pembayaran di bank mengalami error. Pembayaran akhirnya berhasil dilakukan Selasa, 21 Oktober 2025. Saat itu, potongan (diskon) yang seharusnya didapat hilang seluruhnya nilai pajak berubah naik. Padahal dari kode billing resmi milik Pemkab Gresik, masa aktif pembayaran masih tercatat hingga 21 Oktober 2025 pukul 23.59 WIB. Artinya, secara sistem, transaksi masih sah dilakukan pada tanggal tersebut.
Dalam percakapan antara Joko Sampurno dan Wakil Bupati Gresik, dijelaskan bahwa Peraturan Bupati (Perbup) hanya memberikan batas diskon hingga 17 Oktober 2025.
“Benar pak, itu terbit kode bayar tanggal 17 masih ada diskon. Perbup-nya bunyinya kode bayar dan dibayar untuk dapat diskon itu terakhir tanggal 17,” tulis pejabat dalam percakapan WhatsApp.
Joko pun menegaskan bahwa sistem pemerintah masih membuka masa pembayaran. “Ini masih ada masa pembayaran. Kita harus konsisten, bagaimana hal ini bisa berbeda,” tulisnya. Namun Wakil Bupati membalas, “Itu secara sistem, tapi ada Perbup yang tidak boleh dilanggar. Aturan yang dipakai,” tegasnya.
Fakta ini menunjukkan adanya ketidaksinkronan serius antara regulasi Perbup dan sistem pembayaran daring Pemkab Gresik. Sistem menyatakan masa aktif hingga 21 Oktober, tetapi Perbup membatasi masa diskon hanya sampai 17 Oktober. Akibatnya, wajib pajak yang beritikad baik justru dirugikan oleh perbedaan sistem dan aturan yang dibuat oleh pemerintah sendiri. Error sistem yang seharusnya menjadi tanggung jawab Pemda malah menjadi beban warga.
Kejadian ini memicu sorotan publik karena menyangkut asas keadilan dalam administrasi pajak daerah. Bila sistem dan aturan tidak terintegrasi, masyarakat akan kesulitan memastikan kapan hak potong pajaknya benar-benar berlaku. Pengamat kebijakan daerah menilai, seharusnya Pemkab Gresik segera menyinkronkan Perbup dengan sistem billing elektronik, memberi kompensasi bagi warga yang dirugikan karena gangguan teknis, dan meninjau ulang tenggat waktu diskon BPHTB agar tidak menimbulkan kesan diskriminatif.
Dikonfirmasi melalui ponselnya, Joko mengungkapkan beberapa waktu yang lalu pernah ditelpon pegawai BPPKAD agar melunasi kekurangan sebesar Rp4.500.000. Tetapi ia mengaku keberatan tidak punya uang lagi. “Sampai sekarang akhirnya saya tidak bisa menyelesaikan sertifikat di BPN. Karena kurang pelunasan BPHTP,” kata Joko, Rabu (22/19/25).
Kasus BPHTB yang dialami Joko Sampurno di Dusun Dalean, Guranganyar, Cerme, menjadi cermin lemahnya koordinasi antar-unit Pemkab Gresik. Jika sistem dan regulasi terus berjalan sendiri-sendiri, maladministrasi dan ketidakadilan akan semakin nyata dirasakan masyarakat yang seharusnya dilindungi oleh hukum dan kebijakan daerah.