JAKARTA (SurabayaPost.id) – Lagi, inovasi Kota Malang menembus Top 99. Itu setelah Wali Kota Malang Sutiaji memaparkan tentang brexit di hadapan tim juri Inovasi Pelayanan Publik 2019 yang digelar Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia.
Prestasi tersebut merupakan kesekian kalinya. Sebab sebelumnya Wali Kota Sutiaji juga sudah menghantarkan Bank Sampah Malang, Lapo Bra (Layanan Pojok Braille) dan E Lapor lewat Sambat On Line meraih prestasi.
Sedangkan kini giliran inovasi Brexit (Braille E Ticket And Extraordinary Access for Visual Disabilities) yang mampu menembus Top 99 tingkat nasional.
“Ini tentu kebanggaan tersendiri, karena untuk menembus Top 99, itu menyisihkan lebih dari 3 ribu inovasi dari daerah daerah (tidak kurang dari 300 daerah) lainnya,” jelas dia.
Sedangkan di sisi lain kata dia menunjukkan bahwa komitmen meningkatkan mutu pelayanan publik dan membangun budaya inovasi berjalan baik di institusi pemerintah Kota Malang. “Karenanya saya berikan apresiasi positif kepada inovator dalam hal ini Puskesmas Janti dan Dinas Kesehatan Kota Malang serta bagian Organisasi selaku pendamping,” tutur Walikota Malang sela pemaparan di hadapan tim Juri.
Inovasi Brexit memberikan langkah terobosan kemudahan pelayanan kepada kelompok disabilitas tuna netra. “Ada lebih 150 saudara kita yang tuna netra menggunakan pelayanan kesehatan di Puskesmas Janti, yang selama ini selalu dipandu pendamping untuk berkomunikasi dengan petugas,” terang dia.
Kini dengan Brexit, tuturnya, saudara saudara tuna netra bisa secara mandiri. Itu mulai dari masuk puskesmas, mendaftarkan untuk pemeriksaan, hingga pengambilan obat.
“Bahkan membaca tutorial resep obat bisa sendiri. Sebab pada setiap counter layanan juga telah disediakan media bantu komunikasi braille,” jelas Sutiaji kepada 8 Tim Juri yang terdiri dari JB Kristiadi, R. Siti Zuhro, Wawan Sobari, Tulus Abadi, Eko Prasojo, Nurjaman Mochtar, Dadan SS dan Indah Suksmaningsih.
Ditambahkan Ustad Aji, demikian Walikota Malang biasa disapa, bahwa Brexit merupakan wujud komitmen Kota Malang atas layanan yang tidak disparitas, tidak diskriminatif dan wujud komitmen kuat keberpihakan kepada kelompok kelompok minoritas pada khususnya kaum disabilitas.
Apresiasi positif juga disampaikan JB Kristiadi. “Ini konkrit, pemerintah daerah hadir dan peduli, terlebih Kota Malang juga sudah punya regulasi dalam bentuk Perda terkait kelompok disabilitas (Perda 2/2014 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Penyandang Disabilitas, red),” katanya.
Catatan, kata dia, kalau saat ini sudah hadir memberikan terobosan kemudahan layanan kesehatan. “Saya harap Pak Wali dan jajaran mampu mengembangkan untuk semua jenis pelayanan di ruang publik lainnya. Bahkan kami rekomendasikan digelar atau diadakan “brexit day”, dengan tujuan warga kota makin peduli pada kelompok disabilitas,” ujar Profesor Kristiadi.
Ditambahkan Siti Zuhro, poin lebih Puskesmas Janti karena telah menjadi rujukan khusus untuk penyandang tuna netra dan juga dikuatkan dengan sarana dan prasarana ruang tunggu serta toilet untuk tuna netra.
Sementara Fira, inovator Brexit yang juga tenaga fungsional farmasi pada Puskesmas Janti, saat ditanya Tim Juri, apakah inovasi telah direplikasi daerah lain, menegaskan sudah ada yang mereplikasi, antara lain kota Bandung dan ditegaskannya bahwa Puskesmas Janti sudah sering dikunjungi daerah daerah lain untuk studi tiru. “Inovasi ini sendiri kita kembangkan sejak tahun 2017, “tutur Fira.
Antusiasme Tim Juri makin tinggi, karena ikut hadir secara langsung pengguna Brexit yang notabene penyandang disabilitas tuna netra. Prapto, yang juga penghuni wisma rehabilitasi penyandang disabilitas di kelurahan Bandungrejosari Kecamatan Sukun, dalam testimoninya menyatakan banyak terbantu dengan adanya Brexit.
“Kita jadi makin mandiri, satu yang mencolok terkait penggunaan obat obatan. Dulu harus ada bantuan pendamping untuk memilah dan menyiapkan obat yang harus diminum,” jelas dia.
Itu pun lanjut dia kalau yang sudah disiapkan tercampur, bisa kesulitan. Sehingga tidak jadi diminum. “Dengan Brexit, macam macam obat dicampur pun, kami bisa membedakan sekaligus tahu catatan resepnya berapa kali harus diminum. Itu semakin memudahkan dan makin menertibkan disiplin minum obat,” tutur Prapto penuh gembira.
Kemudahan layanan dari Brexit, menurut Kepala Puskesmas Janti, Endang Listyowati, menjadikan kunjungan warga tuna netra semakin tinggi. “Bukan semata berobat, tapi juga menggambarkan kesadaran hidup sehat juga bergerak selaras dengan kehadiran Brexit, “tambahnya. (lil)
Leave a Reply