MALANG (SurabayaPost.id) – Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Malang, Jatim, Amran Lakoni memiliki gaya dan filosofi hidup yang patut diteladani. Meski sifatnya laten, ada beberapa hal yang sangat terasa dari gaya hidup jaksa yang sempat menangani kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) ini.
Beberapa gaya dan filosofi hidup itu adalah sangat menghormati para seniornya dan ta’dzim (mengagungkan) orang tuanya serta sangat menyayangi keluarganya. Itu tercermin pada beberapa peristiwa yang sempat dilakukan.
Keta’dziman suami dari Desni Walti (yang akrab disapa Dessy) ini pada orangtuanya tercermin pada status whatsapp (WA)-nya. Dia.menulis dengan singkat “Doa Ibu”.
Dia mengakui bila keberhasilan yang dilakukan selama ini tak lepas dari doa orang tua. Makanya, putra kedua dari delapan bersaudara ini sangat ta’dzim pada orangtuanya, H Mahmud dan Hj Rodiyah.
Amran Lakoni yang lahir di Desa Remban, Kabupaten Musi Rawas Utara, Palembang Sumatera Selatan (Sumsel) 17 Agustus 1964 itu ternyata tidak hanya ta’dzim pada orangtuanya. Namun, dia juga sangat menghormati para seniornya yang sudah purna tugas.
Itu terlihat saat acara puncak Hari Bhakti Adhyaksa 22 Juli 2019 lalu. Para jaksa yang sudah purna tugas diundang mengikuti acara tersebut.
Ada sekitar 25 mantan jaksa yang hadir di acara tersebut. Di antaranya Huzaini dan Suhartono.
Suhartono merupakan mantan jaksa fungsional yang di akhir tugasnya sempat menangani perkara Timotius Tonny Hendrawan alias Apeng. Sedangkan M Huzaini mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tiimur yang sempat bertugas di Kejari Kota Malang.
Bisa jadi, karena berbekal dua gaya hidup -ta’dzim pada orang tua dan menghormati senior– itulah karier Amran Lakoni di kejaksaan sangat dinamis.
Dia mengawali kariernya di Kejati Bengkulu sebagai Kasubsi 1984- 1994. Setelah itu pindah ke Kejari Curup Bengkulu sebagai Kaur Keuangan dan perlengkapan tahun 1994 – 1997.
Selanjutnya pindah ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Langsa Aceh Timur 1998 sampai awal 2001. Kala itu dia menjabat sebagai Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel).
Kemudian 2001 sampai 2002 menjadi Kasi Intel di Kejari Sungai Penuh Provinsi Jambi. Lantas dimutasi ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi diakhir tahun 2002 sebagai Kasi Sospol.
Nah, dari Kasi Sospol pindah lagi ke Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI tahun 2006 – 2008. Kala itu dia selaku Jaksa yang menangani perkara BLBI.
Setelah itu pindah lagi ke Kejati Jambi selaku pemeriksa Pidsus dan Datun. Itu hanya selama kurang lebih satu setengah bulan. Sebab, dia ditarik ke Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tahun 2009 sebagai Kasubdit Penyidikan.
Setelah itu menjadi Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) di Mukomuko, Bengkulu mulai tahun 2010 sampai 2012. Lalu, dia dipindah sebagai Kajari Kudus, Jawa Tengah 2013 – 2014.
Setelah itu mutasi lagi sebagai Asisten Pembinaan (Ass Bin) Kejati NTT kurang lebih 3 bulan. Itu karena dia berpindah jabatan ditempat yang sama sebagai Asisten Intelijen (Ass Intel) Kejati NTT sampai 2018.
Kemudian tahun 2018 sampai sekarang menjabat Kepala Kejaksaan (Kajari) Kota Malang. Perjalanan menjadi jaksa yang sangat dinamis.
Meski begitu, Amran Lakoni awalnya tak punya cita-cita menjadi jaksa. Dia justru ingin menjadi insinyur. Sebab kala itu insinyur dipandang sangat luar biasa.
“Tapi cita-cita itu saat ada saudara waktu itu kerja di kejaksaan. Saya melihat saudara saya itu tampak gagah dengan pakaian jaksa. Akhirnya saya mengikuti jejak saudara itu masuk kejaksaan sekitar 1980,” kata alumni SMA Xaverius Lubuk Linggau, Sumsel itu.
Untuk memantapkan masuk di Kejaksaan, Amran memilih kuliah di Fakultas Hukum Universitas Prof Dr Hazairin SH, Bengkulu. Lantas dia melanjutkan S2-nya di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Jawa Tengah (Jateng).
Selama menjalani karier di Kejaksaan, bagi ayah tiga anak –Ulfa Wiranty Aldira, Rifqi Wirandika Aldira dan Zahra Wirandina Aldira– ini tidak yang berat. “Semuanya sama. Tapi kalau yang mengesankan ada,” kata dia.
Kasus yang mengesankan itu disebut Amran Lakoni kala menyidangkan kasus Panglima perang GAM, Syahrul Bin Idris di Aceh Timur tahun 1999. Kala itu Amran masih menjabat Kasi Intel.
“Ya, karena saat itu tidak ada yang mau menyidangkan, ditunjuklah saya sebagai jaksa penuntut umum. Itu benar-benar mengesankan,” tutur Amran Lakoni sembari mengingat masa-masa lalunya.
Panglima GAM itu dia tuntut 3 tahun. Namun hakim menjatuhkan Vonis 1 tahun. Sehingga saat itu Amran Lakoni langsung mengajukan Banding.
Setelah itu , Amran berpindah tugas ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sungai Penuh. Dia tetap menjabat sebagai Kasi Intel.
Bagi Amran Lakoni yang suka olahraga golf dan memancing bersama keluarga ini tidak ada kasus berat. Termasuk juga soal kasus korupsi. “Sama saja dengan kasus lainnya,” kata dia.
Apalagi dia mengaku sudah menangani 20 kasus korupsi. Itu semasa menjabat Kasi maupun sebagai Kajari.
“Selama menjabat memang lebih dari 20 kasus yang saya tangani. Saya rasa tidak berat. Sebab tidak ada kasus yang bisa dianggap ringan. Semua itu biasa saja. Namanya Jaksa yang pasti banyak tantangannya,” jelas dia.
Begitu juga kata dia, di Kota Malang saat ini. Menurut dia, lika liku selama bertugas sebagai Kajari Kota Malang, biasa biasa saja dan tidak ada kendala. “Semua mengalir begitu saja,” tutur dia.
Meski begitu dia menghimbau agar jangan pernah melakukan korupsi. Sebab akan ditindak tegas
” Kami pastikan pelaku korupsi kami sikat. Tidak pandang bulu. Itu supaya pembangunan di Kota Malang ini bermanfaat bagi masyarakat dan sesuai harapan warga. Pembangunan harus dinikmati masyarakat, bukan dinikmati orang orang tertentu saja,” pungkasnya. (lil)
Leave a Reply