MALANG (SurabayaPost.id) – Fakta baru terkuak dalam sidang lanjutan sengketa tanah di Jl. Dewi Sartika, Kelurahan Temas, Kecamatan/Kota Batu. Salah satu saksi yang dihadirkan, Hari Susiyo. Saat itu menjabat staf Kelurahan Temas mengakui menandatangani / memalsukan beberapa tanda tangan di berkas.
Beberapa berkas yang diakui ditandatangani adalah surat keterangan tanda batas. Ia bertanda tangan, seolah olah pemilik tanah di sebelah tanah yang menjadi obyek perkara, telah bertanda tangan. Berkas lain adalah tentang surat keterangan penguasaan tanah, yang dikuasai ahli waris.
Dalam persidangan saksi dicerca pertanyaan oleh majelis hakim. Di antara majelis hakim, yakni Ketua Majelis hakim, Djuanto, SH, MH dan hakim anggota Isrin Surya Kuarniasih, SH, MH dan Intan Tri Kumalasari, SH
“Untuk tanda batas tanah (patok), saksi mengakui ia yang bertanda tangan. Tanpa mengkonfirmasi kepada pemilik tanahnya. Selain itu, surat keterangan penguasaan ahli waris, ia buat atas inisiatif dia sendiri. Memang ada permintaan dari ahli waris, namun dirinya yang memperkirakan. Itu dilakukan, tanpa cros cek di lapangan, itu tanah milik siapa,” terang Jaksa Penuntut Umum, Maharani Sri Wulandari, usai sidang di PN Malang, Senin (20/07/2020)
Saksi beralasan, lanjut Maharani, hal itu dilakukan untuk mempercepat proses pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Saksi lain yakni Suhartoyo dari BPN yang menerangkan riwayat tanah. Selanjutnya, saksi Andi Lala yang memeriksa / menerima berkas persyaratan pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah itu sendiri, dilakukan terdakwa bersama salah seorang oknum anggota Polisi.
Lurah Temas, Tantra Soma Pandega yang saat itu hadir di persidangan menerangkan, bahwa apa yang dilakukan stafnya, sudah sesuai tupoksinya.
“Kami sifatnya pasif saja. Ketika ada permintaan masyarakat ya kita layani. Yang dilakukan saksi, adalah pelayanan. Karena memang saksi yang mengurusi berkas surat tanah. Saya bertanda tangan, karena dokumen dari saksi sudah lengkap. Dan itu hanya untuk keperluan pengecekan dan pengukuran tanah,” terang Tantra Soma.
Kuasa hukum Lurah Temas, Helly, SH, MH, menerangkan, dalam kasus ini, klenya sudah melakukan hal yang sudah sesuai dengan prosedur.
“Ketika dari stafnya ada berkas yang harus ditandatangani dan dokumen lengkap, ya sudah. Itu kan memang ada permohonan dari pemohon. Kemudian ke pak Lurah, saya kira sudah sesuai prosedur. Kalau di persidangan, stafnya mengaku ada berkas yang diakui dipalsukan, itu di luar sepengetahuan pak Lurah,” terangnya.
Sementara itu, M.S. ALHAIDARY & Associates Law Firm, selaku kuasa hukum Liem Linawati sebagai pemiliki tanah SHGB No 144, di Jl. Dewi Sartika, Kota Batu, yang sedang menjadi obyek perkara menjelaskan, terkait proses persidangan ia tidak mau berkomentar.
“Kalau proses persidangan yang berlangsung, ya tidak elok kalau dikomentari. Kami menghormati proses yang sedang berjalan. Namun, terkait pengakuan saksi di persidangan, tentang pemalsuan tanda tangan, hal itu sudah menjadi bukti yang sempurna. Dan jangan lupa, Lurah pun, juga dilaporkan. Ya kita ikuti prosesnya saja,” terangnya.
Kasus ini berawal dari munculnya riwayat surat tanah. Dalam surat itu dijelaskan, tanah itu sejak tahun 2.000 dikuasai terdakwa yang mengaku menjadi ahli waris. Surat itu muncul dan ditandatangani Lurah Temas.
Keluarnya surat tanah tersebut digunakan dua terdakwa untuk membuat SPPT PBB. Ada 2 SPPT PBB atas nama Liem dan satunya atas nama alm Darip. Sehingga terjadilah pembongkaran tembok batas pada 15 Juli 2019, karena merasa memiliki hak. (Lil)
Leave a Reply